JAKARTA, GORIAU.COM - Prof Bambang Hero, guru besar perlindungan hutan IPB dan Chairman Southeast Asia Wildfire Working Group, mengatakan hampir semua kebakaran lahan saat ini karena kesengajaan.

''Sembilan puluh sembilan persen kebakaran lahan karena by design.'' Padahal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup melarang pembakaran lahan. Bahkan undang-undang itu mewajibkan pemilik lahan menjaga lahannya agar tidak terbakar.

Lokasi titik api (hotspot)- 10 persen di hutan- 90 persen di lahan perkebunan dan HTI

Alasan Pembakaran Lahan:

- Lahan gambut miskin unsur hara dan lumayan asam (pH 3-4) sehingga tidak subur bagi tanaman. Agar subur, pH harus dinaikkan menjadi 6 (netral) dengan cara memberikan kapur (kalsium) dan pupuk. Sisa potongan kayu yang dibiarkan akan membusuk dan menjadi sumber hama/penyakit, sehingga harus disemprot dengan antihama/penyakit.

- Membakar lahan mematikan hama. Abunya meningkatkan kadar magnesium, kalsium, dan kalium, sehingga tak perlu diberi kapur.

Beda biayaMembakar: Rp 2 juta per hektarePembersihan biasa: Rp 30-40 juta per hektare

Modus:

1. Terang-terangan: perusahaan membayar orang lain (karyawan atau warga kampung) untuk membakar.

2. Rekayasa: merancang lahan yang akan dibakar dengan membuat kanal dan sekat. Lalu membayar warga yang memiliki lahan di sampingnya untuk membakar. Apinya diarahkan ke lahan yang sudah disiapkan oleh perusahaan.

3. Menyalahkan alam: merancang lahan yang akan dibakar dan merekayasa bahwa terjadi gesekan sisa kayu kering yang memunculkan api. ***