BENGKALIS, GORIAU.COM - Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional Kabupaten Bengkalis menilai larangan penambangan pasir rakyat di Pulau Rupat, khususnya di kawasan Sungai Injap, Kecamatan Rupat, dinilai tidak memiliki dasar yang kuat.

''Kalau alasannya bisa menimbulkan kerusakan lingkungan dan mengganggu aktivitas nelayan, saya rasa tidaklah tepat karena yang ditambang oleh masyarakat di Sungai Injab adalah pasir yang datang dari laut menumpuk di muara sungai. Kalau tidak ditambang justru malah bisa membuat muara sungai dangkal. Kemudian di wilayah tersebut juga tidak ada aktivitas nelayan,'' ujar Ketua Gapeknas Kabupaten Bengkalis, Fitra Budiman menyikapi Surat Bupati Bengkalis Tahun 2011 dan Perbup 2001 tentang Larangan Penambangan Pasir di Pulau Rupat.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada pasal 8 ayat 1,2 telah mengatur kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara.

Pada ayat 1.b disebutkan bahwa pemberian IUP (izin usaha pertambangan) dan IPR (izin pertambangan rakyat), pembinaan penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan di wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil.

Kemudian pada ayat 1.b dijelaskan bahwa pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang kegiatannya berada di wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil.

''Artinya kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin IUP maupun IPR di wilayahnya atau wilayah laut dalam radius 4 mil. Kenapa celah ini tidak dimanfaatkan oleh Pemkab, tapi justru malah melarang penambangan pasir rakyat,'' tanya Budi.

Selanjutnya pada Pasal 67 Ayat 2 menyatakan bahwa Bupati boleh melimpahkan kewenangan kepada camat dalam pemberian IPR. Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2010 juga menjelaskan tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan, yakni pasal 47 ayat 1,2 ,3 tentang IPR.

Diakui Budi, memang setiap usaha penambangan harus memperhatikan aspek kelestarian lingkungan sesuai yang diatur UU. Tapi ntuk kasus di Sungai Injap, ia melihat aktivitas penambangan pasir rakyat tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan seperti murasak daratan dan mengganggu aktivitas nelayan.

Menurut Budi, dampak dari pelarangan penambangan pasir di Sungai Ijap ini, puncaknya ketika Mabes Polri menangkap tiga orang masyarakat penambang pasir, Maret lalu, tidaknya hanya mematikan mata pencaharian ratusan masyarakat penambang, lebih luas lagi berdampak terhadap ketersedian material dan harga di pasaran.

“Sekarang harga pasir sudah mencapai Rp350 ribu per kubiknya. Saya prediksi harga akan terus melambung jika proyek pemerintah mulai dikerjakan. Harus ada solusi dari pemerintah karena ini juga menyangkut kepentingan pembangunan daerah,” pinta Budi. (jfk)