BANDARLAMPUNG – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Bandarlampung, menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap AKP Andri Gustami, terdakwa kasus peredaran narkoba jaringan Fredy Pratama.

Vonis hukuman mati terhadap eks Kepala Satuan Narkoba (Kasat Narkoba) Polres Lampung Selatan itu dibacakan ketua majelis hakim Lingga Setiawan dalam persidangan di PN Tanjungkarang, Kamis (29/2/2024).

GoRiau AKP Andri Gustami, terdakwa ka
AKP Andri Gustami, terdakwa kasus peredaran narkoba jaringan Fredy Pratama, yang divonis hukuman mati. (Tempo.co)

“Menjatuhkan hukuman mati terhadap terdakwa Andri Gustami,” kata Lingga Setiawan dalam amar putusan yang dibacanya, seperti dilansir dari Antara.

Majelis hakim menyatakan terdakwa sama sekali tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran narkotika. Sebagai anggota kepolisian, Andri juga telah melakukan pengkhianatan terhadap institusi Polri, melakukan pemanfaatan terhadap orang untuk menghasilkan uang, dan jumlah narkotika yang diloloskan sangat besar.

“Hal yang meringankan, sama sekali tidak ada yang meringankan,” ucap Lingga.

Sebagai Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan, Andri Gustami melakukan aksinya mengawal ataupun meloloskan narkotika milik jaringan Fredy Pratama sejak Mei hingga Juni 2023.

Perjalanan Kasus Andri Gustami

Pada September 2023, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri membongkar operasi jaringan narkoba yang dikendalikan oleh Fredy Pratama alias Miming alias Cassanova. Kepala Bareskrim Polri, Komisaris Jenderal Polisi Wahyu Widada, menyatakan Polri telah memburu dan membentuk tim khusus untuk mengungkap jaringan tersebut sejak 2020.

Menurut Wahyu, jaringan narkoba Fredy Pratama termasuk dalam salah satu sindikat penyalur narkoba terbesar di Indonesia. Hal ini berdasarkan barang bukti yang disita Polri, yaitu sebanyak 10,2 ton sabu dari tahun 2020-2023.

Peredaran gelap jaringan internasional Fredy Pratama terbongkar setelah pengembangan dengan ditangkapnya sejumlah tersangka. Kasus ini juga melibatkan selebgram asal Palembang Adelia Putri Salma (APS). Adelia masuk daftar 39 orang tersangka yang terjaring dalam operasi bersandi Escobar untuk memberantas jaringan Fredy Pratama. 

Adelia, yang dijuluki Ratu Narkoba, merupakan istri dari bandar narkoba bernama David alias Kadafi. Kadafi ditangkap oleh Polda Sumsel bersama BNNP pada 26 April 2017. Dia divonis 20 tahun penjara dan menjalani hukuman di Lapas Nusa Kambangan. 

Selain, menangkap kaki tangan Fredy Pratama, Polri juga menyita aset para tersangka yang diperkirakan bernilai Rp 10,5 triliun. Dari penangkapan itu, diketahui bahwa Andri menjadi kurir istimewa dalam jaringan narkotika Fredy Pratama.

Dia bertugas untuk melancarkan pengiriman sabu yang dikendalikan oleh Kadafi. Andri juga membantu meloloskan pengiriman narkoba saat melewati Lampung melalui Pelabuhan Bakauheni menuju pelabuhan Merak, Banten.

Selain itu, Kasat narkoba itu juga berhubungan langsung dengan Muhammad Rivaldo Miliandri G Silondae alias Kif. Dia merupakan pengendali operasi pengiriman narkoba wilayah Barat Indonesia.

“Peran AKP AG membantu melancarkan pengiriman sabu-sabu yang melewati Pelabuhan Bakauheni. Ini juga sedang kami dalami,” kata Kapolda Lampung Inspektur Jenderal Helmy Santika di Mapolda Lampung, Jumat, 15 September 2023, dikutip dalam keterangan resminya.

Pada pertengahan September 2023, Andri kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus peredaran narkoba jaringan Fredy Pratama tersebut. Informasi ini dikonfirmasi oleh Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Mukti Juharsa.

“Iya sudah tersangka,” kata Mukti saat dikonfirmasi via WhatsApp, Kamis, 14 September 2023. Setelah itu, Andri pun dimutasi ke Pelayanan Markas Kepolisian Daerah Lampung.

Saat itu, pada kesempatan berbeda, Kapolda Lampung Inspektur Jenderal Helmy Santika mengatakan akan segera menggelar sidang kode etik kepada AKP Andri. Menurut Helmy, sidang kode etik profesi ini baru bisa dilakukan pada September 2023 karena sebelumnya Polda Lampung masih fokus mengembangkan tangkapan terhadap jaringan Fredy Pratama.

Helmy mengatakan sanksi etik yang tepat kepada Andri adalah pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH di samping sanksi pidana. Sanksi tersebut, kata Helmy, adalah bentuk komitmen Polda Lampung untuk tidak tebang pilih terhadap segala bentuk penyalahgunaan narkoba.

“Kami tidak ada tebang pilih. Hal ini sebagai efek jera dan menjadi contoh agar yang lain tidak mengikuti,” kata Helmy dalam keterangan resmi, Sabtu, 16 September 2023.. 

“Ini sejalan juga dengan kebijakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk menindak tegas siapa pun yang terlibat kasus narkoba, meskipun itu sendiri adalah anggota Polri,” ucapnya menambahkan.

Sebelumnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan akan menindak tegas anak buahnya yang terlibat dalam jaringan narkoba internasional Fredy Pratama. 

Sigit menegaskan, Polri memastikan akan menindak mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan Ajun Komisaris Polisi Andri Gustami yang terlibat sindikat Fredy Pratama. 

“Bukan rencana, pasti kami tindak,” kata Sigit di gedung The Tri Brata, Kamis, 14 September 2023. 

Sigit menyampaikan Polri selalu memberikan reward dan punishment terhadap anggotanya. Ia mengatakan Polri akan memberikan apresiasi terhadap anggota yang berprestasi, dan sebaliknya akan menghukum mereka yang melanggar. Ia menegaskan anggota tersebut akan diproses pidana sekaligus etik dengan ancaman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat atau PTDH.

“Dan kalau masalah seperti ini saya kira Polri tidak pernah ragu-ragu,” kata Sigit.

Di samping itu, sidang pidana untuk AKP Andri Gustami tetap berjalan. Dia dituntut pasal berlapis yakni Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) UU RI No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika atau dikenakan Pasal 137 huruf A juncto Pasal 136 UU RI No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Diketahui, sepanjang Mei hingga Juni tersebut, Andri Gustami melakukan delapan kali pengawalan dengan sabu yang berhasil diloloskan sebesar 150 kg dan pil ekstasi sebanyak 2.000 butir. Dimana dari hasil pengawalan tersebut terdakwa Andri Gustami berhasil mengantongi uang sebesar Rp1,3 miliar dari jaringan Fredy Pratama.

Oleh karena itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut agar Andri Gustami dihukum dengan hukuman mati. JPU mempertimbangkan bahwa terdakwa sebagai petugas telah menjadi perantara peredaran narkotika jaringan internasional. 

Selain itu, terdakwa secara tanpa hak atau melawan hukum telah melakukan permufakatan jahat untuk menawarkan, dijual dan menjual, membeli, menukar, menyerahkan atau menerima, narkotika golongan I. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung pun menyetujui tuntutan JPU.

Atas putusan tersebut, terdakwa Andri Gustami bersama penasihat hukumnya menyatakan banding. Sedangkan JPU menyatakan menerima.***