BENGKALIS - Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673 Tahun 2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektar; Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas 717.543 hektar; Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 hektar, di Provinsi Riau, yang ditandatangani Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan pada 8 Agustus 2014 lalu, seharusnya digugat melalui Mahkamah Konstitusi.

Hal itu dikatakan Anggota DPRD Kabupaten Bengkalis, H Azmi Rozali, kepada media di sela kegiatan Bimbingan Tekniks Peningkatan Akuntabilitas Kinerja Anggota DPRD Melalui Media yang diselenggarakan DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Jakarta, Jumat (15/4/2016).

Gugatan tersebut diperlukan mengingat penetapan kawasan hutan pada SK tersebut di wilayah yang selama ini sudah menjadi tempat pemukiman penduduk, bahkan sudah menjadi perkotaan. "Wilayah Kecamatan Bukitbatu dan Siak Kecil yang sebagiannya sudah menjadi kota, ternyata dalam SK 673 tersebut masih termasuk dalam kawasan hutan. Inikan sebuah hal yang tidak benar, tapi betul-betul terjadi," ungkap kandidat doktor Ilmu Politik Universitas Nasional ini.

Ketika ditanya tentang penyebab masih ditetapkannya sebagian wilayah yang sudah menjadi kota sebagai kawasan hutan, anggota DPRD tiga periode ini menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan dampak dari kebijakan Pemerintah Provinsi Riau yang lebih memperhatikan kalangan pengusaha daripada rakyatnya sendiri.

''Dalam catatan saya, di masa Gubernur Rusli Zainal, Pemprov Riau ada tiga kali mengajukan usulan perubahan. Di masa Gubernur Annas Maamun, usulan perubahan itu dilakukan sebanyak dua kali. Tapi semuanya tidak mengutamakan kepentingan rakyat dan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat. Tapi kepentingan pengusaha yang lebih diutamakan,'' paparnya.

Pemerintah Provinsi Riau melalui surat yang ditandatangani Gubernur Annas Maamun tanggal 12 Agustus 2014 mengajukan perubahan untuk pelepasan kawasan hutan di Provinsi Riau untuk pembangunan jalan tol, jalan provinsi, kawasan Candi Muara Takus di Kabupaten Kampar, perkebunan untuk rakyat miskin di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.700 hektar, serta tambahan perluasan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Bukan Hutan seluas 30.000 hektar.

''Namun sayangnya pelepasan kawasan hutan menjadi kawasan bukan hutan hanya dinikmati segelintir pengusaha kebun kelapa sawit. Sedangkan seluruh kawasan di Kecamatan Bukitbatu dan Siakkecil, sebagian besar kawasan kecamatan Mandau dan Pinggir, Bengkalis dan Bantan, Rupat dan Rupat Utara, masih berstatus sebagai kawasan hutan. Inikan kebijakan yang absurd dan tak bermoral,'' ujar mantan aktivis mahasiswa Riau 1994-1996 ini.

Demikian pula usulan perubahan kedua Pemerintah Provinsi Riau, tanggal 17 September 2014 kepada Menteri Kehutanan, yang lebih banyak mengutamakan kepentingan pengusaha daripada kepentingan pelayanan publik. Hal ini terlihat dari fakta ada seluas 17.251 hektar dari surat usulan Pemerintah Provinsi Riau kepada Menteri Kehutanan yang kawasan hutannya kalau dilepas akan menjadi milik pengusaha yang hanya berjumlah tiga orang.

''Saya mengimbau dan mengajak seluruh aktivis LSM dan mahasiswa di seluruh wilayah Riau untuk sama-sama merapatkan barisan. Pertama, untuk menyelamatkan hutan Riau dari kepunahan. Kedua, untuk menyelamatkan kelangsungan hidup masyarakat yang rumah dan tanah mereka saat ini masih ditetapkan sebagai kawasan hutan,'' tegasnya.

''Mengapa ini penting? Karena kalau masih berstatus hutan, nanti kalau kawasan tersebut ditetapkan menjadi area peruntukan lain dan diserahkan kepada perusahaan, maka itu akan terjadi konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Dan hal itu sudah terjadi di Bengkalis,'' ujarnya.(***)