JAKARTA, GORIAU.COM - Perjuangan Novel Baswedan menemui batu sandungan di Mahkamah Konstitusi. Keinginannya memperdengarkan rekaman penyadapan komunikasi sejumlah orang yang merancang kriminalisasi pimpinan dan penyidik KPK kandas di tengah jalan.

Padahal dia berharap MK memperdengarkan rekaman itu, seperti yang dilakukan Ketua MK Machfud MD tahun 2009. Ketika itu rekaman dan transkrip percakapan dugaan kriminalisasi dua pimpinan KPK nonaktif, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah diputar dalam sidang yang dipimpin Machfud MD.

Pihak yang mengganjal keinginan Novel adalah Plt Pimpinan KPK, lembaga yang hampir 10 tahun ini jadi tempat dia mengabdi. "Sama sekali tidak pernah ada sadapan dan rekaman," ujar Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji, yang baru 4 bulan bergabung di KPK.

Pada sidang di Mahkamah Konstitusi Selasa, 7 Juli 2015, Novel kembali menegaskan soal rekaman telepon yang berisi teror, intimidasi, ancaman, dan dugaan kriminalisasi terhadap Ketua KPK Abraham Samad, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dan sejumlah penyidik KPK yang terjadi awal 2015. "Keterangan saya tetap, rekaman itu ada," kata Novel, lulusan Akademi Kepolisian 1998.

Tempo mewawancarai sejumlah pejabat level menengah di instansi penegak hukum. Mereka menguatkan keterangan Novel Baswedan soal rekaman penyadapan komunikasi sejumlah orang. Hasto Kristiyanto, ketika itu pelaksana tugas Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan disebut-sebut berbicara dengan orang seperti Direktur Kriminal Umum Kepolisian Daerah Yogyakarta Komisaris Besar Karyoto.

Karyoto tak menyangkal pembicaraannya dengan Hasto. Ia lalu mempersoalkan penyadapan. "Itu sudah melanggar aturan. KPK sewenang-wenang menyadap. Apa ada kasus korupsi yang disadap?" ia menjawab pertanyaan Tempo melalui pesan di telepon seluler, Senin, 6 Juli 2015. Karyoto menyatakan tidak ada kriminalisasi terhadap Abraham dan Bambang.

Adapun Hasto menjelaskan, pertemuannya dengan Karyoto di Hotel Oakwood membahas tulisan Sawito Kartowibowo di situs Kompasiana yang berjudul "Rumah Kaca Abraham Samad". "Saya bertemu untuk memberi keterangan sebagai saksi atas pelaporan tulisan itu," ujarnya. ***