PEKANBARU - Kepolisian Resor Kota Pekanbaru bakal mengerahkan dua pleton aparat gabungan untuk mengawal sidang perdana dugaan kasus suap dengan terdakwa Suparman dan Johar Firdaus, Selasa (25/10/2016).

Tujuannya, mengantisipasi potensi kericuhan saat berlangsungnya sidang perdana tersebut, yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, di mana Johar dan Suparman diduga terlibat suap pengesahan APBDP Riau 2014 dan APBD Riau 2015.

"Kita akan antisipasi, sama seperti saat pemindahan terdakwa ke Rutan Sialang Bungkuk beberapa waktu lalu. Itu massanya cukup ramai, sekitar 400 orang," ungkap Kapolresta Pekanbaru, Kombes Pol Toni Hermawan, Senin (24/10/2016) sore, disela-sela pengamanan Pleno di KPU Kota.

Baca Juga: Suparman Menangis Saat Tiba di Rutan Sialang Bungkuk

Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan Polres Rohul. Menurut informasi, malam ini sebagian masyarakat simpatisan Suparman akan bertolak ke Pekanbaru untuk mengikuti proses sidang. "Malam ini informasinya, tapi mereka tidak terkoordinir," bebernya.

"Kita siapkan sekitar dua Pleton (1 Kompi) khusus dari Polresta. Selain itu kita akan minta perkuatan personil tambahan dari Polda Riau untuk back up," tukas Toni Hermawan kepada GoRiau.com (GoNews Group).

Baca Juga: Suparman: Ini Takdir Saya

Adapun besok, agenda sidang adalah pembacaan dakwan terhadap keduanya (Johar dan Suparman) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam sidang perdana ini, KPK akan mengerahkan lima orang JPU.

Adapun kedua terdakwa dijerat dengan dakwan pasal Kesatu Pasal 12 b (kecil) atau kedua pasal 11 Undang Undang Tipikor, yang mengatur mengenai jabatan keduanya selaku penyelenggara negara.

Baca Juga: KPK Siapkan 6 Jaksa Penuntut Umum Hadapi Sidang Dugaan Suap Suparman dan Johar Firdaus

Pasal 12 b menjelaskan mengenai menerima hadiah padahal diketahui, atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu jabatanya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Sedangkan pasal 11 menjelaskan mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah atau janji, diketahui atau patut diduga karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan, menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.***