JAKARTA – Setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyelesaikan perhitungan kerugian keuangan dan perekonomian negara kasus dugaan tindak pidana pencucian uang terkait penguasaan lahan ilegal oleh PT Duta Palma Group periode 2003-2022, ternyata total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp104,2 triliun, bukan Rp78 triliun.

Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah mengatakan, total kerugian negara itu terdiri dari Rp4,9 triliun kerugian keuangan negara dan Rp99,2 triliun kerugian perekonomian negara.

Pada perhitungan awal, penyidik menduga kerugian negara dalam kasus ini hanya mencapai Rp78 triliun. “Jadi, memang ada perubahan hasil perhitungan nilai kerugian negara kasus ini,” kata Febrie, di Kejaksaan Agung, Selasa (30/8/2022).

Dia menyampaikan, pihaknya tengah berupaya untuk mengembalikan seluruh nilai kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus ini. Sejauh ini, menyita sejumlah aset milik Surya Darmadi (SD) salah satu tersangka dalam kasus ini. Total nilai aset Surya Darmadi telah yang disita penyidik mencapai Rp11,7 triliun.

Dengan rincian, 40 bidang tanah yang tersebar di Jakarta, Riau dan Jambi. Enam pabrik/kebun kelapa sawit yang terletak di Riau, Jambi dan Kalimantan Barat.

Tim penyidik juga menyita sejumlah gedung bernilai tinggi di kawasan Jakarta Selatan. Kemudian, tiga apartemen dan dua hotel di Bali. Satu, helikopter.

Selain berbentuk aset, tim penyidik juga menyita sejumlah uang dari Surya Darmadi, yakni Rp5,29 triliun dan USD11 juta dan S$646,04 ribu.

“Kita akan meminta bantuan tim ahli untuk menghitung aset-aset milik SD. Apalagi, masih ada aset yang belum dihitung. Seperti kapal tongkang dan lain-lainnya,” tambah Febrie.

Deputi bidang Investigasi BPKP, Agustina Arumsari menyampaikan, perhitungan nilai kerugian negara itu diperoleh pihaknya dari analisis penguasaan lahan seluas 37.095 hektar secara ilegal yang dilakukan oleh Duta Palma Group.

Ada beberapa elemen yang menjadi fokus perhitungan nilai kerugian negara ini. Misalnya, alih kawasan hutan dan lahan menjadi kebun tanpa pelepasan hutan. Termasuk, adanya upaya suap yang dilakukan Surya Darmadi dalam rangka penguasaan kawasan hutan.

“Karena lahan itu milik negara jadi ada hak kekayaan negara di dalamnya. Sebab, tindakan ini memberikan dampak tidak diperolehnya hak negara atas kemanfaatan hutan. Misalnya dalam bentuk biaya reboisasi dan lain-lain,” tandas Agustina. ***