PEKANBARU, GORIAU.COM - Meski majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Pekanbaru sudah memutuskan hukuman 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan atas perkara tindak pidana korupsi izin kehutanan dan suap PON Riau terhadap mantan Gubernur Riau HM Rusli Zainal, namun putusan itu tidak akan mampu mengurangi korupsi di Riau.

''Putusan ini sudah menunjukkan kemajuan dalam pemberantasan korupsi di Riau, belum ada vonis sampai 14 tahun pada perkara korupsi di Riau selama ini. Meski begitu, vonis ini tidak akan mengurangi tingkah laku korupsi penyelenggara negara di daerah ini, karena korupsi di sini lebih dipengaruhi dendam politik,'' ujar Direktur Eksekutif Badan Advokasi Publik, M Rawa El Amady kepada GoRiau.com, Rabu (12/3/2014) malam.

Dikatakan, semangat pemberantasan korupsi di Riau bukanlah berasal dari keinginan untuk memberantas, tetapi lebih kepada pengungkapan balas dendam politik antar elite pemerintahan dan politik.

''Kelompok yang baru berkuasa, sudah pasti akan mengulangi korupsi. Dan kelompok yang kalah akan mencari celah untuk menjauhi elit yang sedang berkuasa melalui kasus korupsi, jadi pengungkapannya tetap akan berotasi secara alami antara yang kalah, jadi bukan berasal dari niat untuk memberantas korupsi,'' tegasnya.

Politik balas dendam dan saling menyerang antar elit ini, tambahnya, merupakan kondisi sosial yang sangat mendukung pemberantasan korupsi hanya karena dendam, dan tidak murni karena ingin menyelamatkan uang negara. ''Tapi kita perlu memberi apresiasi terhadap hakim yang memutuskan perkara Rusli Zainal. Hakim sudah berani bersikap sesuai dengan hati nurani,'' tegasnya. ***