PEKANBARU - Eksekusi lahan PT Peputra Supra Jaya (PSJ) menjadi dilema bagi masyarakat di Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan Riau. Sebab, ada ratusan petani di Desa Gondai yang terancam kehilangan tempat mencari nafkah.

Masyarakat saat ini berada pada posisi yang serba salah, karena mereka menjadi korban atas kesalahan PT Peputra Supra Jaya (PSJ) sebagai bapak angkat mereka yang melaksanakan usaha perkebunan tanpa izin hingga berakhir pada penyitaan dan eksekusi lahan.

Dimana jika melakukan perlawanan terhadap ekseskusi akan menjadi perbuatan melawan hukum, karena eksekusi yang dilakukan adalah legal berdasarkan putusan yang ditetapkan Mahkamah Agung.

Menanggapi hal tersebut, Rumah Nawacita yang merupakan bagian dari Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI) menyatakan siap untuk mengawal perjuangan ratusan petani sawit Gondai itu. Usaha yang dilakukan adalah meminta pemerintah sebagai penguasa yang memperhatikan rakyatnya untuk menyelesaikan permasalahan pelik ini.

"Alangkah baiknya masyarakat dan kelompok tani yang terdampak eksekusi diberikan 4.500 hektare lahan itu dalam bentuk TORA. Terlebih lagi, sudah ada Perpres dan Permen yang mengatur serta tim bentukan Gubernur Riau yang bisa digerakkan," kata seorang Founder Rumah Nawacita - Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI), Raya Desmawanto dalam pernyataannya di Pekanbaru, Jumat (31/1/2020).

Menurut Raya, kehadiran negara diperlukan untuk melakukan penataan agraria pada lahan/hutan baik yang berada lama kawasan hutan atau non kawasan hutan untuk dapat dikelola oleh masyarakat secara tepat sasaran, pasti dan efektif untuk menopang ekonomi masyarakat.

"Kami ingin membuka jendela baru dalam menyikapi persoalan ini. Kami temukan adanya jendela untuk menghasilkan 'win-win solution', dan ini berdasarkan Perpres," dua peraturan presiden yang mungkin bisa menyelesaikan polemik ratusan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di Gondai saat ini," lanjutnya.

Pertama, penataan agraria melalui program reforma agraria yang diatur Peraturan Presiden nomor 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PTKH) dan Peraturan Presiden nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

Kemudian terakhir Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 3 tahun 2018  tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Tim Inventarisasi dan Verifikasi Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (Inver PTKH).

Raya juga menegaskan, satgas Penertiban Lahan/ Hutan Provinsi Riau memiliki kapasitas dan kewenangan untuk menelusuri lebih lanjut keberadaan legalitas penguasaan lahan kebun PSJ. Baik yang berada di dalam kawasan hutan maupun areal penggunaan lain, termasuk mengambil langkah tindakan hukum (litigasi) dan non litigasi. Hasil pemeriksaan Satgas tersebut akan menjadi pintu masuk untuk mengarahkan lahan-lahan tersebut sebagai objek reforma agraria.

Kemudian Raya mengatakan sejatinya PSJ mengelola sekitar 9.324 hektare perkebunan sawit, yang di dalam keseluruhan lahan dikelola tersebut seluas 3.323 hektar adalah merupakan objek dalam putusan MA yang telah dan sedang dieksekusi.

PSJ hanya mengantongi izin usaha perkebunan seluas 1.500 hektare. Alhasil, dari total 9.324 hektare yang dikelola, termasuk 3.323 hektare yang dieksekusi melalui putusan MA, serta izin IUP hanya 1.500 hektare, maka ada 4.500 hektare lahan yang dikelola PSJ dengan status tidak jelas.

Raya menyarankan, agar Satgas Penertiban Hutan dan Lahan Provinsi Riau sebaiknya bisa melakukan upaya penghitungan batas-batas sehingga keberadaan lahan atau hutan dapat memiliki legalitas penguasaan dan pengelolaan yang jelas secara hukum.

"Masyarakat yang terkena dampak dari putusan MA kasus di atas, sebaiknya dan seharusnya mendapat prioritas utama sebagai subjek penerima objek reforma agraria. Apakah diselesaikan dengan skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) ataupun Perhutanan Sosial (PS). Dengan demikian, masyarakat akan bisa menjadi subjek penerima program reforma agraria pada areal tersebut," tuturnya.

Rumah Nawacita tidak dalam upaya memberikan angin surga atau janji tak berujung kepada para petani. Inilah saatnya negara hadir dan mencarikan solusi bagi para petani.

Di sisi lain, dia juga menegaskan jika putusan MA harus tetap dilaksanakan sebagai bagian perlindungan dan kepastian hukum terhadap izin perusahaan konsesi yang memiliki legalitas.

Terpisah, pakar hukum Universitas Riau DR Erdiansyah mengatakan, bahwa putusan MA tidak ada yang salah, meski dalam putusan itu turut mencantumkan PT Nusa Wana Raya (NWR). Dia menganalogikan bahwa jika ada seseorang yang kehilangan sepeda motor, maka korban yang akan melaporkan kehilangan itu ke polisi.

"Begitu juga NWR, karena dia yang merasa kehilangan dan putusannya juga dikembalikan kepada perusahaan," kata Ardiansyah. ***