PEKANBARU - Anggota DPRD Riau Dapil Bengkalis, Dumai dan Kepulauan Meranti, Sunaryo menyoroti persoalan abrasi di pesisir pantai Riau. Pasalnya, kondisi abrasi sudah dalam kondisi yang sangat memprihatikan.

Bagaimana tidak, berdasarkan laporan dari masyarakat saat dirinya menggelar reses, telah terjadi abrasi yang mencapai 500 meter setiap tahunnya di Kecamatan Bantan Timur, Bengkalis.

"Di Bengkalis itu di kecamatan Bantan Timur. Abrasinya satu tahun bisa sampai 500 meter, bayangkan itu," kata Politisi PAN ini kepada GoRiau.com , Sabtu (11/7/2020).

Mantan Wakil Walikota Dumai ini melanjutkan, atas dasar itulah masyarakat menitipkan harapan pada Sunaryo agar bisa membuatkan pemecah ombak di tengah laut supaya ancaman abrasi bisa diredam.

"Mereka minta untuk dibuatkan pemecah ombak di tengah laut," katanya.

Namun, Sunaryo pesimis Pemerintah Provinsi bisa memenuhi keinginan masyarakat tersebut mengingat Riau yang juga tengah mengalami krisis keuangan, terlebih di masa-masa Covid-19 ini.

Untuk itu, Sunaryo akan meneruskan aspirasi ini ke Pemerintah Pusat, baik melalui anggota DPR RI atau jalur lain nantinya.

"Nanti kita akan coba di pusat, APBN lah yang mampu menangani persoalan ini. Itu anggarannya sangat besar. Anggaran provinsi kan kecil, apalagi anggaran kabupaten kota," tuturnya.

Sebelumnya, Gubernur Riau, Syamsuar juga sudah menyampaikan kondisi ini ke pemerintah pusat melalui Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di Jakarta, Kamis (9/7/2020).

Gubernur Riau menyampaikan, adapun tiga pulau terluar yang mengalami abarasi pantai, lokasinya berada di pulau Bengkalis, Pulau Rupat, Pulau Rangsang Kepulauan Meranti. Ia menjelaskan, saat ini kondisi tiga pulau tersebut mengalami abrasi yang cukup tinggi sehingga akan berdampak atau mempengaruhi mundurnya garis pantai terluar provinsi Riau.

"Kondisi ini akan mengakibatkan dampak pada mundurnya garis pantai, mempengaruhi Sumber Daya Alam pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), mata pencaharian masyarakat, Infrastruktur jalan, rumah masyarakat, fasilitas umum dan fasilitas sosial terancam rusak," kata Syamsuar pada rapat yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Komisi V, Nurhayati.

Ditambahkanya, selain itu abrasi di tiga pulau tersebut juga bisa mengakibatkan, pendangkalan pada alur sungai dan di laut sekitar dermaga/pelabuhan menganggu aktivitas pelayaran, rusaknya perlindungan pantai alami (Ekosistem Mangrove).

Kemudian, hilangnya pantai dengan tipikal lahan gambut yang tidak akan terbentuk kembali dan bergesernya garis pantai yang akan mempengaruhi geopolitik di Indonesia. "Apabila kondisi ini tidak tertangani maka akan memungkinkan tiga pulau terluar di provinsi Riau yang menjadi bagian dari NKRI akan hancur dalam kurun waktu yg tidak begitu lama," tuturnya.

"Oleh karena itu kami membutuhkan dukungan pusat Komisi V DPR RI dalam penanganan abrasi di tiga pulau terluar ini," ujar Syamsuar.

Adapun eksisting pada tiga pulau kecil terluar tersebut, penyebab abrasi ini adalah kerusakan mangrove di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti seluas 16.090 hektar. Kemudian, gelombang dan arus laut yang besar dari Selat Malaka.

Kemudian, rekomendasi penanganan abrasi yang disampaikan Gubernur Riau kepada Komisi V DPR RI adalah, pemulihan kawasan melalui teknologi rehabilitasi, pemulihan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Kemudian, pembangunan penanganan pantai pada pantai kritis sepanjang 139,85 km yang dilakukan secara bertahap tahun 2021-2024, pengembangan ekosisten pesisir dan mangrove, Restorasi lahan gambut pada daerah pesisir. ***