DURI - Bertepatan dengan hari perayaan nyepi, Selasa (28/3/2017), Anggota DPRD Provinsi Riau Dapil Bengkalis, Dumai dan Kepulauan Meranti, Hj Mira Roza menggelar reses di gedung Bathin Betuah, kantor Camat Mandau.

Dalam resesnya tersebut, beliau mengundang seluruh Kepala Sekolah SMA dan SMK di Kecamatan Mandau dan Pinggir untuk menyamaikan keluhan serta kendala apa yang dihadapi pihak sekolah sejak pengalihan kewenangan SMA/ SMK ke Provinsi.

Pertama mengenai status lahan sekolah yang menjadi syarat mutlak dalam mengajukan permohonan pembangunan fisik atau sarana baru di SMK/SMA. Jika statusnya masih pinjam pakai, tipis kemungkinan terwujud permohonan sekolah tersebut.

"Kendala kita, bantuan fisik dari Kemendikbud itu pastikan akan mempertanyakan soal status lahan. Kami sudah mencoba kordinasi, apakah bisa menggunakan surat rekomendasi dari pemerintah setempat atau bagaimana," kata Kabid SMA/SMK Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Yefri.

Kedua, kepada Gubernur Riau, bapak Arsyadjuliandi Rachman, kira-kira kapan kepastian status guru honor ini keluar dan soal kapan para guru honor ini menerima honornya, karena ini sudah mulai dekat bulan April.

"Sampai saat ini para guru honor masih menunggu status mereka. Dan kapan mereka akan gajian. Para guru honor ini juga perlu biaya hidup, semoga bapak Gubri dapat mendengar ini dan segera menjawab pertanyaan guru honor ini," ujar Hj Mira Roza dalam kesempatan tersebut seperti yang dikutip GoRiau.com (GoNews Grup).

Soal status dan penggajian guru honor ini, Kabid SMA/SMK Disdik Provinsi Riau juga ikut menanggapi. Dikatakannya, Gubernur Riau itu sangat peduli dengan jeritan para guru. Perhatiannya pada guru sangat luar biasa hingga tidak kenal waktu untuk berdiskusi terkait status guru ini.

"Tidak peduli sudah larut malam, ketika ada masalah guru ini beliau langsung menghubungi kami. Hanya dia sangat hati-hati dalam melangkah dalam membuat kebijakan. Bahkan kata beliau, kalau dibenarkan oleh aturan, kepsek mengeluarkan sk, silahkan," kata Yefri lagi menanggapi.

Permasalahan ketiga itu adalah lambatnya pencairan bana bos karena para kepala sekolah juga belum mendapat SK nya. Jika SK belum ada Kepala Sekolah juga tidak boleh menggunakan dana bos tersebut.

"Anggota Dewan tolong juga bersuara. Karena kami di Disdik ini sejak awal Januari 2017 ini sudah ingin menyelesaikan masalah guru dan aset pendidikan ini. Kalau bisa guru honor ini digaji sesuai dengan UMR, karena saya tahu masih ada yang digaji Rp 300 ribu," imbuh Yefri lagi.

Selanjutnya soal pungutan atau sumbangan yang kini masih menjadi polemik baik di lingkungan sekolah maupun di tengah masyarakat juga dipertanyakan oleh perwakilan SMK Negeri di Mandau.

Seperti yang diutarakan Kepsek SMKN 1 Mandau, Dzulfikar. Setiap bulannya, sekolahnya harus menyediakan dana cash sebesar Rp 11 juta untuk pembayaran listrik yang mencapai Rp 9 jutaan dan sampah Rp 3 jutaan.

"Dana bos belum cair juga, sementara listrik dan sampah tidak bisa menunggak. Bahkan pihak PLN sudah datang untuk memutuskan jaringan listrik sekolah, itu akan mengganggu kegiatan belajar mengajar," kata Dzulfikar.

Untuk itu, menurut Dzulfikar, pemerintah provinsi Riau harus membuat kesepakatan dengan pihak PLN untuk memberikan toleransi kepada sekolah terkait keterlambatan pembayaran tagihan listrik dari dana bos belum turun.

"Sebab kalau dilakukan sumbangan atau iuran, nanti dibilang pungli. Sekolah akan disalahkan lagi. Ini dilema yang kami hadapi beberapa bulan terakhir ini. Harus mencari pinjaman untuk membayar listrik ini," katanya menambahkan.

Hal itu pun dijawab oleh Kabid Disdik Provinsi Riau. Sumbangan itu diperbolehkan asalkan sifatnya tidak memaksa. Artinya jika ada yang tidak bisa membayar tidak perlu dipaksakan juga.

"Jadi sekolah tidak usah takut selagi prosedur yang dilakukan sudah benar. Seperti sumbangan itu tidak dilakukan oleh pihak sekolah, melainkan dari Komite atau pihak lainnya sesuai dengan hasil kesepakatan bersama. Penggunaan dananya bisa transparan dan bisa dipertanggung jawabkan," tuturnya.

Dari itu semua, Mira Roza berharap agar Gubernur Riau membuat surat edaran kriteria sumbangan atau iuran mana yang diperbolehkan sesuai dengan aturan Kementrian Pendidikan. Dan kemudian membagikannya kepada seluruh sekolah untuk menjadi acuan dalam penerapan.

"Reses ini menjadi dasar saya saat hearing nanti di komisi E. Kami juga mengharapkan kepada sekolah untuk lebih peduli dengan peningkatan mutu pendidikan. Kalau hasil Un kita rendah, maka akan sulit memperjuangkan kenaikan intensif dan lain-lainnya. Perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan tenaga pendidik ini harus berbanding lurus dengan kualitas pendidikan," imbuh Mira Roza mengakhiri kegiatan resesnya. ***