PEKANBARU - Produsen Vaksin AstraZeneca menegaskan bahwa vaksin yang dibuatnya tidak mengandung produk hewani, termasuk produk turunan babi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris.

"Semua tahapan proses produksinya, vaksin vektor virus ini tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya," ujar AstraZeneca Indonesia dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (20/3).

Pernyataan tersebut mengklarifikasi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), terkait adanya enzim hewan babi dalam kandungan vaksinnya. Sehingga disimpulkan haram, meski tetap boleh digunakan.

AstraZeneca memaparkan, vaksin Covid-19 ini telah digunakan oleh 70 negara, dimana sebagian dari negara-negara tersebut berpenduduk muslim.

"Vaksin ini telah disetujui di lebih dari 70 negara di seluruh dunia termasuk Arab Saudi, UEA, Kuwait, Bahrain, Oman, Mesir, Aljazair dan Maroko dan banyak Dewan Islam di seluruh dunia telah telah menyatakan sikap bahwa vaksin ini diperbolehkan untuk digunakan oleh para Muslim," jelas AstraZeneca Indonesia.

Sebelumnya diberitakan bahwa MUI menetapkan vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca haram. Sebab, vaksin Covid-19 yang diproduksi di Korea Selatan itu mengandung enzim babi.

"Vaksin produk AstraZeneca ini hukumnya haram karena dalam tahapan proses produksinya memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi," ungkap Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorum Ni'am Sholeh dalam konferensi pers, Jumat (19/3).

Keputusan MUI menetapkan vaksin Covid-19 AstraZeneca haram berdasarkan hasil rapat komisi fatwa. Dalam rapat tersebut, MUI mendengarkan penjelasan pemerintah pusat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta PT Bio Farma.

Meskipun telah dicap haram, MUI tidak melarang penggunaannya karena lima alasan. Pertama, kondisi Indonesia yang sedang darurat kesehatan dalam pandemi Covid-19. Kedua, keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya bahwa terdapat bahaya atau risiko fatal jika tidak segera dilakukan vaksinasi Covid-19. Ketiga, ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 guna mewujudkan kekebalan kelompok atau herd immunity.

Keempat, ada jaminan keamanan penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca oleh pemerintah. Serta kelima pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia baik di Indonesia maupun tingkat global. ***