PEKANBARU, GORIAU.COM - Konflik sumber daya alam (SDA) di Provinsi Riau cukup sering terjadi. Masyarakat mengklaim sebuah lahan adalah miliknya secara turun temurun, sementara pihak perusahaan berpegang pada surat keputusan Menteri Kehutanan atas hak pengelolaan lahan. Sementara Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) belum dapat mengakomodir kepentingan kedua pihak.

Scale Up mencatat, tahun 2013 sebanyak 62 konflik terjadi di Riau dengan luasan lahan 171.645 hektar. Sedangkan di tahun 2014 jumlahnya menurun menjadi 60 konflik namun luasannya meningkat menjadi 464.085 hektar.

Menurut Direktur Eksekutif Scale Up, Harry Oktavian, konflik SDA di Riau ini menimbulkan banyak korban. "Tahun 2008, satu korban meninggal dan 76 orang ditangkap lalu dipenjarakan. Tahun 2009, ada tiga korban meninggal dan 16 orang luka-luka. Pada 2010, satu korban meninggal. Tahun 2011, dua korban meninggal. Tahun 2012, satu orang meninggal. Tahun 2013, lima korban meninggal dan di tahun 2014 sebanyak tiga korban meninggal," paparnya.

Penyelesaian konflik SDA tidak perlu dilakukan di pengadilan atau litigasi, lanjut Harry. Proses non litigasi atau diluar jalur pengadilan dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) adalah pilihan yang lebih baik untuk para pihak.

Untuk memperkuat peran dan kapasitas masyarakat agar bisa mengatasi konflik, Scale Up menggelar Lokalatih Penguatan Peran Para Pihak dalam Resolusi Konflik di KPHP (Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi-red) Model Tasik Besar Serkap (TBS), Selasa dan Rabu, 17-18 Februari 2015, di Hotel Alpha, Pekanbaru.

Lokalatih ini melibatkan para pemangku kepentingan yang meliputi perusahaan, pemerintah, masyarakat, akademisi/universitas, LSM serta wartawan. Perusahaan yang hadir adalah utusan dari PT RAPP (APRIL Group) dan Sinar Mas Forestry. Pihak Pemerintah dari KPH TBS Riau, Dishut Pelalawan, dan Dishut Siak. Sedangkan masyarakat berasal dari desa-desa di sekitar TBS, Semenanjung Kampar.

Materi yang dibahas seperti Resolusi Konflik, Analisis Konflik, Eskalasi Konflik, Bentuk Penyelesaian Konflik, dan Merancang Kesepakatan. Usai pembahasan materi, peserta diajak melakukan simulasi resolusi konflik dan cara mengatasi konflik tersebut. Dan di akhir pelatihan peserta mempresentasikan hasil simulasi tersebut. Lokalatih ini diakhiri dengan lokakarya dan pembuatan kesepakatan penyelesain konflik SDA.

Harry berharap, setelah mengikuti lokalatih ini, masyarakat maupun perusahaan lebih mengutamakan penyelesaian konflik lewat proses-proses dialogis. "Ketika masyarakat ingin memperjuangkan haknya, seringkali berujung di pengadilan karena mereka melakukan tindak pidana. Padahal, rakyat pasti kalah di pengadilan," katanya.

Dia juga mengharapkan, dengan lokalatih ini, ke depan masyarakat bisa mengetahui cara-cara penyelesaian konflik yang aman. "Dan Scale Up siap menjadi mitra KPH dalam penyelesaian konflik SDA," tegas Harry.

Pada pembukaan lokalatih, Kepala Seksi Perencanaan KPHP Model Tasik Besar Serkap, Jamhuruddin Mya, SHut MT MSc yang mewakili Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau mengatakan, pihaknya mengakui hutan di Riau makin menurun kualitas dan kuantitasnya.

"Untuk mengatasi itu, diupayakan pembentukan KPH. Ada 4 KPH di Riau, salah satunya KPHP Tasik Besar Serkap di Semenanjung Kampar," ujar Jamhur.

Di dalam perkembangan hutan, sambungnya, konflik kerap terjadi antar perusahaan, antara masyarakat dengan perusahaan, pemerintah dengan perusahaan, dan masyarakat dengan pemerintah. wdu