PADANG - Pemecatan Hayati Syafri sebagai dosen ASN di IAIN Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar) karena dianggap melanggar disiplin pegawai cukup menyita perhatian banyak pihak. Salah satunya datang dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar.

Bahkan, Buya yang juga mantan dosen IAIN Bukittinggi ini menantang Kementerian Agama (Kemenag) RI untuk memeriksa semua absensi dosen-dosen yang mengajar di IAIN seluruh Indonesia.

Menurutnya, dalam menegakkan aturan, Kemenag tidak boleh tebang pilih. Sebab, persoalan absensi dosen nyaris terjadi di seluruh kampus. "Kalau absen yang jadi masalah, jangan tebang pilih. Periksa semuanya. Bukan hanya IAIN Bukittinggi yang bermasalah soal kehadiran dosen, semua IAIN dan semua kampus," kata Gusrizal, Rabu (27/2/2019) seperti dilansir JawaPos.com.

Banyak dosen-dosen yang melanjutkan pendidikan S3 di kampus yang jauh dari tempatnya mengajar. Ada yang kuliah di luar provinsi, luar Pulau Sumatera, bahkan hingga luar negeri.

"Dosen yang kuliah di luar pulau, apalagi luar negeri tidak akan bisa mengisi absen yang memakai sistem finger print," katanya.

Menurut alumni Al Azhar Mesir ini, pemecatan Hayati Syafri dari status PNS Kemenag berkaitan erat dengan keteguhannya mengenakan cadar yang dilarang digunakan dalam pekarangan kampus IAIN Bukittinggi beberapa waktu lalu. Hal ini juga yang mengundang Inspektorat Jenderal Kemenag turun melakukan investigasi dan mempersoalkan absensi Hayati.

Jika masalah absensi yang jadi masalah utama, terang Gusrizal, harusnya Kemenag dan pihak kampus sudah memproses persoalan ini sejak Hayati menjalani masa peruliahan. Namun, masalah justru timbul setelah yang bersangkutan selesai wisuda doktor.

Gusrizal menegaskan, dengan delik disiplin ini, Kemenag harus membuktikan jika mereka tidak tebang pilih memproses pegawai bermasalah. Kemenag dan kampus harus adil menerapkan hukum.

"Yang adil itu tidak hanya hukum. Tapi orang-orang yang menggunakan hukum itu juga harus adil," ujar Gusrizal.

Di sisi lain, tahun lalu, Gusrizal mengaku juga pernah akan diperiksa Inspektorat Jenderal Kemenag RI. Saat itu, dirinya masih berstatus dosen dan akan diperiksa terkait absensinya mengajar di kampus IAIN Bukittinggi. Namun, pemeriksaan tidak jadi lantaran Gusrizal sudah lebih dahulu mengajukan surat pengunduran diri dari PNS.

"Saya diperiksa karena pemicunya soal cadar. Saya melihat ada tendensi terhadap cadar, makanya saya lawan. Kemudian sengaja dicari-carikan pasal. Mereka menganggap keberadaan saya di situ hanya sebagai dosen biasa (tidak sebagai Ketua MUI)," kata Gusrizal.

Gusrizal juga pernah mengajak rektorat IAIN Bukittinggi mendudukan masalah cadar sebelum meluas di tengah masyarakat. Namun, pihak kampus mencoba membungkam dan menganggapnya melawan institusi.

Buya Gusrizal tidak mau tunduk dengan tindakan sewenang-wenang kampus. Sebab, sebagai ketua MUI Sumbar, dirinya bertanggung jawab membuat umat percaya dengan kebenaran. Akhirnya, Gusrizal mundur dari dosen IAIN Bukittinggi sejak Agustus 2018.

"Saya dihadapkan pada pilihan, tunduk atau mengikuti kehenda batin. Memangnya kalau saya digaji (Kemenag) lalu saya harus tunduk, bungkam melihat ketidakbenaran," ujar Gusrizal.

MUI Sumbar sambung Gusrizal, sudah pernah mengeluarkan maklumat tentang penggunaan cadar. Maklumat itu, di antaranya menjelaskan cadar bagi perempuan tidak wajib. Tapi, dianjurkan bila ada kepentingan demi menjaga kehormatan. Kemudian mengimbau seluruh pihak agar menghormati mereka yang menggunakan cadar.

MUI Sumbar meminta, pihak yang bercadar tidak merasa lebih salihah dari yang tidak bercadar. Keempat, maklumat MUI Sumbar ketika itu meminta institusi yang berlabel Islam agar tidak melarang cadar. Namun maklumat MUI Sumbar ini tidak diindahkan pihak kampus. Malahan Gusrizal mendapat cibiran karena dianggap melawan institusi.

Sebelumnya, Hayati Syafri dipecat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) oleh Kementerian Agama RI. Pemberhentian tersebut tertuang dalam surat keputusan (SK) Menteri Agam nomor B.II/3/PDH/03178 yang dikeluarkan tanggal 18 Februari 2019. Sedangkan Hayati baru menerima surat tersebut pada Rabu (20/2).

Hayati Syafri mengaku kaget saat menerima salinan SK Kemenag tersebut. Menurutnya, poin SK pemberhentian itu tidak lagi menyinggung persoalan dirinya mengenakan cadar. Namun, dengan dakwaan tentang pelanggaran disiplin karena tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah secara yang diakumulasikan sebanyak 67 hari kerja.

"Masih terkejut sebenarnya. Kok bisa diberhentikan untuk hal yang sudah dijelaskan alasannya," kata Hayati, Selasa (26/2). ***

Artikel ini telah tayang pada JawaPos.com dengan judul: Pemecatan Dosen Bercadar, Buya Gusrizal Tantang Kemenag Periksa Absensi Seluruh Dosen