JAKARTA - PT Freeport Indonesia (PT FI) merumahkan sekira 3.000 karyawan saat sempat berhenti beroperasi pada Februari 2017 lalu.

Pemberhentian sementara operasi Freeport karena permasalahan mengenai izin ekspor tambang antara Freeport dan pemerintah.

Kini para pekerja yang masih dirumahkan mempertanyakan nasib mereka, pasalnya sejumlah fasilitas mulai dicabut seperti tunjangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Padahal mereka merasa belum ada pernyataan resmi mengenai pemberhentian hubungan kerja (PHK).

Menanggapi hal itu, Ketua DPD RI, Oesaman Sapta meminta jajaran direksi PT Freeport segera menyelesaikannya. Pasalnya kata dia, Freeport harus sejalan dengan keinginan pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi, yang sedang berupaya membangun Papua agar sejajar dengan daerah lain.

"Saya rasa Pak Jokowi itu sudah bekerja kerasa untuk bangun Papua secara keseluruhan. Tapi kalau tiap hari, tiap waktu selalu ribut dan gaduh seperti ini, ya repot," ujar Oesman Sapta saat menerima perwakilan PT Freeport dan sejumlah karyawan yang dirumahkan, di Gedung Nusantara III, Senin (12/3/2018).

Untuk kata Oso, dirinya akan segera menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut dan langsung akan datang ke Papua.

"Saya akan kesana langsung. Saya ingin tahu apa kemauan para karyawan, dan apa solusi yang bisa diberikan sama perusahaan," tandasnya.

Harusnya kata Oso, Freeport bukan lagi fokus soal ekspor impor di satu bidang usaha saja. "Perusahaan besar harusnya bisa bermanfaat bagi warga sekitarnya. Coba bayangkan, disana belum ada pabrik semen. Padahal sumber daya nya cukup banyak, kalau bisa dibuat kan bisa juga mengakomodir warga disana untuk bekerja, apa harus saya yang buat pabrik," ujar Oso.

"Jadi saya minta sudahilah keributan ini. Mari kita bicara bersama, cari solusinya. Dan ingat, Papua dengan SDM yang melimpah, harus bisa maju seperti daerah lain," pungkasnya.

Sementara itu, Deddy Muklis, Komisaris, Pengurus Serikat Kerja PTFI, mengatakan, pihaknya BPJS Ketenagakerjaan maih mengklaim mereka tidak ada hubungan dengan Freeport.

"Sehingga kami dihentikan. Hanya karena Freeport kirim surat ke BPJS Ketenagakerjaan bahwa kami sudah mengundurkan diri," ungkapnya.

Karena dicabutnya fasilitas tersebut ada pekerja yang harus pergi ke pengobatan tradisional guna menghemat pembiayaan.

"Alhasil, kami harus keluarkan biaya sendiri, bahkan ada yang tadinya pengobatan tradisional dan meninggal. Ada 16 orang yang sudah meninggal," papar Deddy.

Deddy menuturkan para karyawan mendesak status mereka karena mereka merasa belum ada juga keputusan dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

"Kami belum di PHK di Kemenaker, harus dicatatkan juga," pungkas Deddy. ***