Keputusan Ato Supriyadi sudah bulat untuk mengonversi sepeda motor bahan bakar minyak (BBM) ke motor listrik. Keputusan ini diambil di tengah gonjang-ganjing keberadaan motor ramah lingkungan itu.

Sebagian orang masih kebingungan dengan masa depan motor listrik ini. Terlebih belum adanya sarana pendukung. Tidak halnya dengan Ato yang langsung meneguhkan keinginannya.

Semua berawal dari sebuah selebaran yang ia temukan di motornya pada awal Oktober 2023. Ketika itu, Ato selesai melaksanakan Salat Zuhur  dan kembali ke tempat kerja. Ada selebaran di parkir motor.

Selebaran itu berisi tentang pengumuman konversi motor BBM ke motor listrik secara gratis. Semua biaya ditanggung oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Bagi karyawan yang berminat, diminta untuk segera mendaftar ke nomor yang tertera atas nama Steven Anderson.

Merasa tertarik, Ato mengeluarkan smartphone dari saku, lalu menghubungi Steven.

“Pak, betulnya ini (konversi motor listrik), ada ini, ada pendaftaran gratis, gimana sistemnya?” tanya Ato via WhatsApp.

Selaku Project Leader Konversi Sepeda Motor Listrik di RAPP, Steven pun menjelaskan prosedur konversi motor listrik, semua biaya ditanggung oleh perusahaan. Syaratnya, sepeda motor berfungsi dengan baik, ada surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB).

“Pajak motornya hidup, Mas. Itu semua (syarat-syaratnya) ada, dah kirim ajalah,” kata Steven.

“Okelah kalau begitu. Aku duluan, aku maulah nomor 10 pertama,” timpal Ato penuh semangat.

“Oke, gas,” jawab Steven.

“Baik, Pak,” jawab Ato dengan tegas.

Ato merasa sudah paham dengan motor listrik setelah mendapatkan pemaparan dari Steven. Apalagi, ia bekerja di bidang maintenance fiberline bagian instrumentasi.

Sore harinya, Ato sudah berada di rumah yang berada di Kompleks Perumahan Karyawan RAPP, tepatnya sekitar Telaga Madu Sialang. Ia sudah ditunggu oleh anak dan istri yang bernama Siti Masfuah.

Kepada sang istri, Ato menyampaikan niatnya untuk mengubah motor Honda Beat tahun 2014 menjadi motor listrik.

“Dek, gimana itu, motor mau kita konversi saja ke listrik?” tanya Ato.

“Loh, nanti kalau macet gimana, kalau ada apa-apa gimana?” ujar Siti bereaksi Siti mendengar rencana Ato. Siti khawatir karena sarana prasarana pendukung motor listrik belum ada di Pangkalankerinci.

“Sudah tenang sajalah, insya Allah tak macet-macet itu. Pokonya lancarlah. Yang jelas tak beli bensin lagi,” jawab Ato meyakinkan istrinya.

Seketika itu, Siti teringat akan pengalaman buruk sulitnya mendapatkan BBM di SPBU. Apalagi, ketika dikejar waktu untuk mengantar anak ke sekolah, ia harus berburu bensin di SPBU.

“Iya ya mas. Kemarin sulit dapatkan BBM, udah ngantri sejam, akhirnya beli ketengan juga,” celetuk Siti.

“Tenang, besok kan gak beli bensin lagi, tak ada lagi ngantri di SPBU,” kata Ato.

Ato kembali meyakinkan Siti, mengingat motor bebek sudah tergolong tua. Sepeda motor itu dibeli pada tahun 2014, tentunya akan memakan biaya perawatan yang tinggi.

“Ganti ring, ganti piston dan ngejim pasti akan terjadi. Kalau sekarang kita konversi, biaya perawatan akan terhindar,” kata Ato.

“Gak bakalan rusak. Kalau rusak, kita beli yang baru,” tambah Ato.

Yo wes lah (ya sudahlah), ikut saja,” ujar Siti.

Motor putih biru itu digunakan Siti untuk antar jemput anak ke sekolah. Anaknya yang paling kecil sedang duduk di kelas V SDIT Al-Bayan Pangkalan Kerinci, 7 KM dari rumah.

Sebulan kemudian, mesin motor listrik tiba sebanyak 10 unit. Steven menghubungi Ato bersama delapan orang karyawan lainnya. Mereka semua telah terdaftar sebagai peserta konversi motor listrik.

“Mas, motornya tolong dibawa ya, ada pekerjaan dua hari sebelum kick off convertion. Motornya akan dipublikasikan,” kata Steven.

“Baik, Pak. Besok pagi saya antar,” jawab Ato.

Hari yang ditunggu telah tiba, tepat tanggal 23 November 2023, Ato bersama rekan-rekannya membawa sepeda motor ke Lapangan Merdeka. Lapangan Merdeka masih berada di dalam kompleks RAPP, persisnya seberang rumah Ato.

Mereka sudah ditunggu oleh tiga orang mekanik dari Jakarta dan beberapa siswa SMKN 5 Pekanbaru bersama guru pembimbing.

Hari itu, Ato mengambil cuti. Ia memperhatikan dengan saksama proses konversi yang sedang berlangsung, sembari mencecar mekanik tentang perangkat yang dipasang. Ia ingin tahu perangkat yang diubah.

Setelah semua perangkat terpasang, mekanik menguji kecepatan. Motor diletakkan di atas sebuah meja, lalu digas secara maksimal. Untuk motor Ato, kecepatan yang didapat adalah 55 KM per jam.

Proses konversi lima unit motor listrik ini selesai hingga tengah malam. Karena itu, tiga unit lainnya dibawa ke Pekanbaru, dikerjakan di SMKN 5 Pekanbaru.

“Sedap betul, enjoy,” ucap Ato bahagia, setelah mengendarai motor listrik tanpa asap itu.

Keesokan harinya, RAPP bersama Kementerian ESDM meluncurkan program konversi motor listrik. Ato bersama tujuh karyawan lainnya didaulat sebagai pelopor motor listrik di Riau Kompleks.

GoRiau Ato didaulat sebagai pelopor s
Ato didaulat sebagai pelopor sepeda motor listrik di Riau. (foto: pt rapp)

Sebagai pelopor, Ato bersama teman-temannya membentuk Komunitas Motor Listrik Riau Kompleks disingkat Kami Rileks. Ia pun mulai mengampanyekan konversi motor listrik di Pangkalankerinci.

Kampanye konversi motor listrik tidak hanya dilakukan melalui media sosial, tapi juga secara langsung kepada rekan sejawat.

Menurut Ato, dengan mengonversi motor BBM ke motor listrik berarti ikut andil mengurangi emisi karbon. Selain melestarikan lingkungan, juga mendukung program perusahaan dan pemerintah.

Ato pun membandingkan pengeluarannya ketika menggunakan motor BBM dan setelah motor listrik. Ketika motor BBM, dirinya menghabiskan paling sedikit Rp300 ribu untuk bahan bakar. Belum lagi biaya ganti oli dan servis bulanan.

“Kalau sekarang (motor listrik), cuma Rp250 ribu untuk swap baterai,” kata Ato.

Seketika, karyawan RAPP lainnya juga berminat untuk konversi motor listrik. Ato menyarankan agar motor yang dikonversi adalah motor tua. Alasannya, motor tua berpotensi sering rusak.

Perasaan senang memiliki motor listrik juga menyelimuti hati Siti. Ia lebih sering menggunakan motor Beat listrik itu, ketimbang sang suami.

“Ternyata enak ya mas. Tak ada lagi ngantri bensin,” ujar Siti.

“Ya iyalah, apa juga aku bilang dulu. Mas pun tak khawatir, karena kecepatan motornya standar,” kata Ato.

Pria yang sudah 13 tahun menjadi karyawan RAPP ini semakin yakin dengan keberlangsungan motor listrik. Apalagi, keberadaannya didukung penuh oleh RAPP, dengan menyediakan sarana pendukung. Seperti stasiun penggantian baterai atau swap station.

***

Investasi yang dilakukan RAPP dalam mewujudkan ekosistem motor listrik tidak terlepas dari visi APRIL 2030,  perusahaan Sukanto Tanoto ini berkomitmen untuk mewujudkan iklim positif. Langkah itu juga mengikutsertakan karyawannya.

“Yang bisa dilakukan karyawan adalah konversi motor BBM ke motor listrik,” ujar Steven. Menurutnya, dengan ikut serta program konversi motor listrik sudah berpartisipasi dalam menurunkan emisi karbon.

Konversi motor listrik merupakan program Kementerian ESDM dalam mengurangi emisi karbon. Sebagai perusahaan berbasis kehutanan, RAPP menyambut baik program ini. Hal itu pula menjadikan RAPP sebagai perusahaan pelopor pertama di luar Jawa yang melaksanakannya.

Tak tanggung-tanggung, RAPP berencana mengonversi 200 unit motor karyawannya. Untuk tahap awal sudah dilaksanakan 10 unit dan sisanya akan dilakukan pada tahun 2024.

“Dari pemerintah ada subsidi untuk konversi motor listrik ini, sedangkan sisanya ditanggung perusahaan. Untuk 100 motor pertama itu gratis dan 50 persen untuk 100 unit selanjutnya,” terang Steven.

Ketika menawarkan program ini kepada karyawan, kata Steven, pihaknya dihadapkan dengan tantangan sarana pendukung. Karena itu, RAPP menciptakan ekosistem motor listrik.

Sejalan dengan pelaksanaan konversi motor listrik, RAPP meningkatkan sumber daya manusia (SDM) bengkel mitra. Caranya, RAPP mengundang teknisi dari Pulau Jawa untuk melatih bengkel mitra, termasuk SMKN 5 Pekanbaru.

“Kalau ada yang rusak atau perlu cek berkala, kita sudah bisa. Karyawan tidak pusing lagi,” kata Steven.

RAPP sengaja mengonversi motor listrik dengan sistem swap baterai, tidak dengan sistem cas. Motor listrik dengan sistem swap baterai dinilai lebih efektif dan efisien.

“Kalau habis baterai, tinggal ganti dan lanjutkan perjalanan. Tak perlu menunggu seperti baterai dicas. Misalnya mau ke Pekanbaru, sampai di Seikijang tunggu dulu dua jam ngecas baterai,” kata Steven sambil tertawa.

Oleh sebab itu, RAPP berkomitmen untuk membangun swap station guna mengkaver perjalanan jauh. Swap station akan dibangun setiap 30 Km.

Untuk saat ini, RAPP baru membangun satu swap station yang berlokasi di Food Court Riau Kompleks. Sebelumnya, RAPP juga menggratiskan pergantian baterai hingga akhir 2023. Memasuki 2024, terdapat dua pilihan tarif, yakni Rp8 ribu per swap dan paket unlimited Rp250 ribu per bulan.

“Dengan adanya ekosistem ini, kita berharap akan terbentuk komunitas motor ramah lingkungan di Riau, khususnya di Pangkalankerinci ini,” ujar Steven.

Bus Listrik Jadi Moda Transportasi Andalan di Riau Kompleks

GoRiau Karyawan APRIL Group sedang me
Karyawan APRIL Group sedang memasuki bus listrik. (foto: pt rapp)

Sebelum dilaksanakannya konversi motor listrik, RAPP sudah berangsur-angsur mengganti moda transportasi karyawan, dari bus konvensional ke bus listrik. Penggunaan bus listrik ini merupakan implementasi dari komitmen APRIL 2030.

Komitmen APRIL 2030 diluncurkan pada tahun 2020 berfokus pada empat hal, yakni iklim positif, lanskap yang berkembang, kemajuan inklusif dan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Sejak tahun 2021, bus listrik mulai beroperasi di Riau Kompleks. Awalnya, RAPP membeli dua unit bus listrik dengan harga mencapai Rp4 miliar lebih. Tahun berikutnya, anak perusahaan Royal Golden Eagle (RGE) menambah armada bus listrik sebanyak empat unit. Hingga awal Januari 2024, RAPP sudah membeli 18 unit bus listrik.

“Targetnya, di tahun 2025 kita punya 43 unit bus listrik,” ujar Vouke C Kalangi, HRGA Manager RAPP pada 16 Januari 2024 di Pangkalan Kerinci.

Komitmen yang ditunjukkan RAPP ini menjadikannya sebagai perusahaan pelopor bus listrik di Indonesia. RAPP perusahaan pertama di Sumatera yang menggunakan bus listrik dan nomor dua di Indonesia.

Vouke menyatakan APRIL mendukung komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi karbon. Salah satunya melalui cara penggunaan bus listrik.

Selain berdampak positif terhadap lingkungan, ternyata penggunaan bus listrik juga berdampak terhadap anggaran. RAPP bisa menghemat anggaran hingga Rp45 juta per bulan.

Vouke bersama timnya sudah mengukur perbandingan pemakaian bus konvensional berbahan bakar solar dengan bus listrik. Indikatornya mulai dari jarak tempuh, rute yang dilewati dan hari yang sama.

“Dari situ, ternyata kita bisa menghemat anggaran jika dirupiahkan sekitar Rp45 juta sebulan. Itu baru 10 unit bus listrik selama setahun. Kalau sudah banyak, tentu lebih besar lagi saving cost-nya,” kata Vouke.

Dikatakan Vouke, dari segi perawatan bus listrik sangat berbeda dengan bus konvensional. Bus BBM akan menjalani servis berkala setiap 10 ribu KM. “Bus listrik tanpa servis berkala.”

“Pembersihan dengan kompresor. Kemudian, sama seperti bus konvensional ada oli gardan dan minyak rem. Palingan itu yang diperhatikan,” tambah Vouke.

RAPP juga diuntungkan dengan adanya garansi dari pabrik, untuk mesin selama lima tahun dan delapan tahun untuk baterai.

Bus konvensional yang beroperasi di RAPP dipasok oleh vendor. Seiring dengan datangnya gelombang bus listrik, RAPP memastikan tetap akan memperhatikan kelangsungan hidup pengusaha binaannya.

“Awalnya kita sudah tawarkan ke semua vendor, tapi tidak ada yang berani. Karena ini (bus listrik) baru, orang belum berani investasi, apalagi harganya mencapai Rp4 miliar sampai Rp5 miliar,” kata Vouke. Karena tidak ada yang berminat, akhirnya RAPP membeli sendiri.

Dikatakan Vouke, bus listrik akan beroperasi di Riau Komplek untuk antar jemput karyawan. Selain itu, bus listrik juga memiliki trayek ke Pekanbaru setiap akhir pekan.

“Selain tidak berasap, bus ini juga aman dan nyaman. Kecepatannya tidak lebih dari 65 KM per jam,” kata Vouke.

Komitmen APRIL 2030 Menuju Pembangunan Berkelanjutan

GoRiau Penampakan Riau Kompleks dari
Penampakan Riau Kompleks dari udara. (foto: pt rapp)

Berangkat dari pemikiran bahwa bisnis yang baik harus membawa kebaikan bagi masyarakat, negara, iklim, pelanggan dan perusahaan, Sukanto Tanoto membangun Royal Golden Eagle (RGE) Group dengan prinsip keberlanjutan.

Bahkan, Sukanto telah mengaplikasikan pembangunan berkelanjutan jauh sebelum munculnya istilah SDGs (Sustainable Development Goals). Melalui PT Asia Pacific Resources International Limited (APRIL), anggota RGE yang bergerak di bidang perkebunan dan kehutanan, Sukanto mendirikan unit usaha pabrik plywood di Pangkalankerinci, Riau.

Unit usaha APRIL tersebut berdiri pada 1993 dengan nama PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang mulai memproduksi bubur kertas komersil pada tahun 1995, diikuti produksi kertas komersil pada 1998.

Pada tahun 2002, APRIL Group menerapkan sistem legalitas kayu secara menyeluruh untuk mencegah kayu ilegal memasuki rantai pasokan dan produksi. Sistem ini memverifikasi dan melacak kayu dari perkebunan serat perusahaan sampai ke pabrik.

Menurut Mulia Nauli, Direktur PT RAPP, APRIL Group menerbitkan laporan berkelanjutan perusahaan yang pertama pada tahun 2003. Laporan ini berisi tentang inisiatif pengembangan masyarakat dan komitmen operasional kehutanan berkelanjutan.

Komitmen keberlanjutan terus dilakukan APRIL dengan peningkatan sertifikasi di tahun 2012. Tahun 2014, APRIL Group meluncurkan kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan.

“Ini komitmen bagaimana menyeimbangkan penyelamatan lingkungan dan kepentingan masyarakat dengan tetap menjalankan bisnis berkelanjutan,” ujar Mulia Nauli pada 16 Januari 2024.

Agar program ini berjalan dengan baik, APRIL Group memperkenalkan Komite Penasihat Pemangku Kepentingan atau SAC (Stakeholder Advisory Committee). Komite independen ini memberikan masukan terhadap pelaksanaan kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan.

“Setelah adanya masukan dari SAC, kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan ini kita kembangkan lagi. Ini memperkuat upaya perlindungan dan komitmen konservasi termasuk penghapusan deforestasi,” ujar Mulia Nauli.

Adanya masukan dari SAC dan ahli gambut, APRIL 2030 diluncurkan. Visi APRIL 2030 terdiri atas empat pilar, yakni iklim positif, lanskap yang berkembang, kemajuan inklusif dan pertumbuhan berkelanjutan.

Senada dengan Mulia Nauli, Addriyanus Tantra selaku Sustainability Ops Fiber Manager menyatakan APRIL 2030 disusun berdasarkan komitmen yang termuat dalam kebijakan manajemen hutan berkelanjutan atau SFMP (Sustainable Forest Management Policy).

Komitmen ini, lanjut Addriyanus, dijabarkan dalam sejumlah aksi untuk memberikan dampak positif pada iklim, alam, dan masyarakat dengan tetap tumbuh sebagai penghasil serat terbarukan serta produk berbasis pulp, yang senantiasa memperhatikan aspek keberlanjutan.

Di tahun 2030, APRIL Group bertekad untuk mencapai nol emisi karbon bersih dari penggunaan lahan dan mengurangi emisi karbon dalam proses produksi,  mencapai perbaikan yang terukur nyata di bidang lingkungan dan menghapus kemiskinan ekstrem pada masyarakat di sekitar wilayah operasional.

“Tentunya, sembari melakukan upaya transformasi bisnis demi mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan,” kata Addriyanus.

Berbicara mengenai pilar pertama, yakni iklim positif, Addriyanus menyatakan APRIL Group melakukan tindakan berkaitan dengan iklim melalui berbagai sasaran guna menurunkan emisi karbon. Dimulai dari nol emisi bersih pemanfaatan lahan, menurunkan kadar emisi produk sebesar 25 persen hingga penggunaan energi bersih dan terbarukan.

“Mengenai kebutuhan energi, kami akan memenuhi 90 persen energi bersumber dari energi bersih dan terbarukan,” kata Addriyanus.

Kemudian, Addriyanus juga menyatakan 50 persen kebutuhan energi pada kegiatan operasional serat dipenuhi dari sumber-sumber terbarukan.

Mengenai lanskap yang berkembang, Addriyanus menyatakan APRIL Group mendorong upaya konservasi sebagai bagian dari pendekatan proteksi produksi dalam pengelolaan lanskap. Ia memastikan lanskap APRIL Group berada dalam kondisi terpelihara, terlindungi dan memiliki keanekaragaman hayati. Sehingga tidak ada kawasan hutan lindung yang hilang.

“Sebagian pendapatan dari hutan tanaman industri, kami gunakan untuk upaya restorasi dan konservasi hutan. Kami menyisihkan $1 USD per ton serat hutan tanaman industri yang dipanen setiap tahun,” katanya.

APRIL Group juga terus melakukan inovasi teknologi dan penelitian terkait budidaya hutan. Hal ini dilakukan guna mencapai kenaikan 50 persen produktivitas serat hutan tanaman industri dengan meminimalkan luas lahannya.

“Kami akan mengembangkan ilmu pengetahuan lahan gambut tropis dan akan berkontribusi pada pengetahuan dan praktik global,” kata Addriyanus.

Pilar ketiga yakni kemajuan inklusif. Menurut Addriyanus, ada beberapa sasaran yang akan dicapai pada tahun 2030. Sasaran itu untuk memberdayakan masyarakat melalui prakarsa transformatif di bidang layanan kesehatan, pendidikan, dan kesetaraan gender.

“Bagian pentingnya ialah sasaran kami untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem di masyarakat yang berada dalam radius 50 Km dari wilayah operasional kami,” kata Addriyanus. Sembari itu, APRIL meningkatkan pendidikan dan akses universal pada layanan kesehatan dasar.

Secara khusus, kata Addriyanus, pihaknya akan berfokus pada upaya menurunkan prevalensi stunting pada balita di Riau hingga 50 persen.

“Kemudian, kami juga akan mengupayakan mendorong partisipasi efektif perempuan di bidang sosial dan ekonomi serta memberikan kesetaraan peluang untuk pengembangan,” kata Addriyanus.

Pilar keempat adalah pertumbuhan berkelanjutan. APRIL Group mengembangkan bisnis melalui diversifikasi, sirkularitas, dan produksi yang bertanggung jawab.

Caranya dengan meningkatkan efisiensi dan sirkularitas penggunaan bahan, guna mencapai pemulihan bahan-bahan kimia hingga 98 persen dan pengolahan dengan pemakaian air yang lebih sedikit per ton produk hingga 25 persen.

“Kami juga mengurangi limbah padat yang dibuang ke tempat pembuangan akhir hingga 80 persen,” kata Addriyanus.

Dengan adanya kemajuan teknologi, APRIL Group mampu memenuhi pasokan serat dari limbah tekstil. Menurut Addriyanus, ada 20 persen limbah tekstil yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan serat selulosa dalam produksi viskosa.

Panel Surya, Proyek Ambisius Energi Bersih

GoRiau Tigor Sardison sedang berbinca
Tigor Sardison sedang berbincang dengan rekan kerjanya dalam mengawal proyek panel surya. (foto: pt rapp)

Perjuangan PT RAPP untuk iklim positif tidak hanya sebatas penggunaan bus listrik dan konversi motor listrik. Guna memenuhi kebutuhan energi, APRIL Group memproduksi energi sendiri.

Sejak pabrik kertas beroperasi, kebutuhan energi APRIL bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)  berbahan bakar batu bara. Tidak hanya batu bara, APRIL Group juga memanfaatkan limbah organik dari proses produksi sebagai sumber energi terbarukan.

Dengan komitmen yang tinggi dalam mewujudkan iklim positif, Sukanto Tanoto berupaya untuk mengurangi energi fosil. Karena itu, melalui APRIL 2030 dimulailah proyek panel surya. Targetnya, penggunaan energi bersih dan terbarukan mencapai 90 persen sebelum tahun 2030.

Menurut Tigor Sardison, Solar Panel Manager, pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) merupakan aksi nyata komitmen APRIL 2030. Tidak tanggung-tanggung, APRIL menargetkan 20 MW panel surya sebelum tahun 2025.

Tidak mudah untuk membangun solar panel ini. Dimulai dari besarnya biaya hingga luasnya kebutuhan lahan. Untuk 1 MW, kata Tigor, dibutuhkan lahan seluas 1,1 hektare.

Mengingat luasnya lahan yang dibutuhkan untuk membangun panel surya, RAPP mengajukan izin ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk pemanfaatan LandfillLandfill merupakan area limbah padat dengan luas 34 hektare yang berada di Riau Kompleks.

Melihat komitmen APRIL dan kepentingan energi bersih dan terbarukan, Menteri LHK memberikan izin. Seharusnya Landfill ini baru bisa ditinjau ulang pemanfaatannya setelah 30 tahun.

“Sebenarnya ini sudah ada fungsi, sekarang double fungsi, di bawah limbah padat, di atas solar panel,” ujar Tigor.

Pada tahun 2021, APRIL secara resmi memproduksi 1 MW energi listrik yang bersumber dari energi matahari. Kemudian, APRIL melanjutkan proyek tahap dua dengan produksi energi listrik 10 MW.

Tidak hanya memanfaatkan Landfill, APRIL Group juga sedang membangun solar panel di atas gedung pabrik. PLTS di atas atap gedung pabrik mampu menghasilkan energi listrik sebesar 24 MW.

“Dalam bulan ini akan tuntas,” kata Tigor.

Berbicara mengenai anggaran, APRIL Group menggelontorkan dana mencapai miliaran rupiah. Menurut Tigor, pembangunan solar panel tahap satu mencapai 800 ribu dolar AS.

Sedangkan pada tahap kedua, biaya yang dikeluarkan oleh APRIL mencapai 540 ribu dolar AS per MW dan tahap tiga sebesar 480 ribu dolar AS per MW.

“Butuh waktu 6 sampai 7 tahun baru balik modal. Dalam segi bisnis, pengusaha menanamkan modal dengan perkiraan dua tahun balik modal, baru dieksekusi,” kata Tigor.

Sukanto Tanoto tidak mempersoalkan besarnya anggaran dalam membangun panel surya. Demi mendapatkan energi bersih dan terbarukan, ia sama sekali tidak ragu menginvestasikan uangnya.

Chairman kita tidak mempersoalkan cost. Tidak masalah duitnya tertanam di situ, demi memikirkan iklim positif. Ia hanya memikirkan apa yang bisa saya perbuat baik untuk bangsa ini,” kata Tigor.

Adanya solar panel telah mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Menurut Tigor, APRIL mampu menghemat 300 Kg batu bara setiap 1 MW-nya.

Pengembangan solar panel tidak hanya dilakukan di Riau Kompleks, tapi juga di seluruh estate PT RAPP. Mengingat biaya yang cukup besar, pembangunan solar panel akan dilakukan secara bertahap. Targetnya, tahun 2027 seluruh estate sudah terpasang solar panel.

Sejauh ini, setiap estate menggunakan energi listrik yang bersumber dari diesel. Dengan adanya solar panel, tentu mengurangi penggunaan diesel oil.

“Begitulah visi dari Chairman kita. Ini berat, tapi efektivitasnya long time. Ini demi sustainable, meninggalkan bahan bakar fosil dan membangun kompleks hijau di wilayah operasional,” kata Tigor.

GoRiau APRIL Group beroperasi dengan
APRIL Group beroperasi dengan menggunakan energi bersih dan terbarukan. (foto: pt rapp)

Tigor pun menjelaskan cara kerja dari solar panel dalam mengubah radiasi sinar matahari menjadi energi listrik. Proses ini dimulai dari sinar matahari masuk ke panel surya kemudian diteruskan ke sel surya.

Partikel cahaya mengenai lapisan semi konduktor, sehingga elektron di dalamnya terlepas dan bergerak ke arah konduktor negatif. Kemudian, elektron diarahkan ke dalam sirkuit listrik dan menghasilkan energi listrik.

Arus listrik yang dihasilkan ini didistribusikan untuk kebutuhan operasional perusahaan. Mulai dari mesin yang mengolah tual kayu menjadi kertas hingga rayon.

Kemudian, arus listrik ini juga untuk mengisi daya bus listrik yang mengangkut ribuan karyawan setiap harinya. Energi bersih ini juga mengalir ke swap station, tempat penggantian baterai motor Ato bersama komunitasnya.***