JAKARTA – Jusuf Hamka mengucapkan dua kalimat syahadat dipandu ulama besar Buya Hamka. Prosesi ikrar mualafnya Jusuf Hamka tersebut berlangsung di Masjid Al-Azhar, Kebayoran, Jakarta Selatan, pada 1981, saat ia berusia 24 tahun.

Dikutip dari Viva.co.id, pengusaha jalan tol itu menceritakan, sebelum memutuskan bersyahadat, ia sempat membaca majalah yang mengangkat kisah seorang mualaf di masjid Al Azhar. Setelah membaca majalah itu, Jusuf Hamka kemudian pergi ke masjid tersebut. Kala itu ia bertemu dengan sekretaris masjid Al-Azhar, yakni Ustaz Zaelani. Ustaz Zaelani kemudian membawanya menemui Buya Hamka.

Saat bertemu dengan Buya Hamka, Jusuf Hamka sempat meminta waktu satu hari untuk bisa mengucapkan kalimat syahadat. Namun, saat itu Buya Hamka memberikan penjelasan yang berisikan nasihat untuk tidak menunda hal tersebut.

''Saya bilang besok saya belajar dulu, Buya Hamka bilang 'kalau kamu pulang belum Muslim, tapi kamu niat masuk Islam, kamu kenapa-kenapa, kecelakaan, meninggal sebagai non Muslim, dosanya di Buya'. Oke deh saya masuk Islam, saya baca dua kalimat syahadat,'' kata Jusuf Hamka seperti dikutip dari tayangan YouTube Helmi Yahya berbicara.

Tiga bulan setelah menjadi seorang mualaf, Jusuf Hamka kemudian diminta untuk datang menghadiri syukuran yang dibuat Buya Hamka di kediamannya. Saa itu, suasana di rumah Buya Hamka telah diisi oleh 300-400 orang. Siapa sangka, di momen itu, Jusuf Hamka diangkat oleh Buya Hamka sebagai anak angkatnya.

''Saya dikasih cincin blue sapphire, 'engkau, aku angkat engkau jadi anak ideologisku dan kuberikan nama Hamka. Kau kuberi tugas adalah membawa saudara teman Tionghoa bawa ke agama leluhurmu Islam, selanjutnya kau harus harumkan nama Islam'. Saya bilang, 'saya enggak bisa ngaji', dia bilang, 'mengharumkan Islam gak harus menghafalkan ayat-ayat. Dengan caramu'. Alhamdulillah, sekarang mengharumkan nama Islam dengan membuat nasi kuning, bikin masjid, itu lillahitaala. Alhamdulillah dari keluarga kami, dari situ,'' tuturnya.

Jusuf Hamka menceritakan awal mula alasan untuk menjadi mualaf. Ia bergaul dengan teman-temannya yang Muslim. Dia pun melihat besarnya toleransi umat Muslim kepadanya yang kala itu masih belum beragama Islam. Waktu itu ia masih tinggal di Pasar Baru. Ia memiliki rumah yang berhadapan langsung dengan masjid. Toa masjid mengarah ke rumahnya.

''Depan rumah saya masjid, toanya nyaris ke tempat kami. Waktu itu ibu saya sakit nyaris stroke. Saya kemudian berbicara ke pengurus masjid bilang 'pak kyai, ibu saya sakit, ibu saya suka kebangun malam kalau denger suara adzan, boleh enggak bantu saya tolong deh tiga hari dikecilin volumenya sampai ibu saya sembuh, atau nanti saya cari saudaranya kami pindahin','' kata dia mengingat cerita itu.

Mendengar permintaaan Jusuf Hamka yang kala itu masih bernama Alun, pengurus masjid mengabulkannya. Bukan tiga hari melainkan tujuh hari hingga sang ibu sembuh.

''Dia bilang 'Alun kamu enggak usah khawatir, kita enggak pakai speaker luar, pakai speaker dalem aja. Kamu minta 3 hari saya kasih seminggu'. Akhirnya seminggu sampai, ibu saya enggak stroke. Dari situ saya liat toleransinya luar biasa. Ini salah satu yang buat saya masuk Islam,'' kata dia menjelaskan.

Jusuf Hamka juga tidak memaksa istri dan anak-anaknnya untuk mengikuti jejaknya menjadi mualaf. Dia membebaskan istri dan anak-anaknya memilih jalan kepercayaannya masing-masing. Hingga akhirnya istri dan anak-anaknya memilih untuk jadi Muslim.

''Anak tiga tadinya semua non Muslim, ikut istri. Sekarang slow but sure, mereka became a Muslim. Tidak pernah paksa, saya bebaskan, waktu istri saya belum Muslim waktu bulan puasa dia yang masakin saya, bangunkan saya untuk sahur. Waktu mau Natal, dia bilang, 'saya mau buat acara Natal boleh ya? Tapi pakai rumah yang satu lagi'. Ya saya bilang, 'kamu sama temen kamu?' Alhamdulillah sekarang dia sudah Muslim,'' kata Jusuf Hamka.***