JAKARTA - Melihat visi dari Kantor Staf Kepresidenan untuk membangun sebuah ruang kontrol yang berbasiskan teknologi atau Situastion Room, yang berfungsi yang untuk melakukan koordinasi kepada 73 kementerian/lembaga, 34 provinsi, lebih dari 500 kab/kota seluruh Indonesia, menurut politisi PKB Lukman Eddy, perlu adanya Kontrol Room yang respresentatif.

Menurutnya itu dipandang perlu jika memang niat pemerintah serius. Apalagi kata Lukman, Pemerintah Jokowi bahkan merencanakan Situation Room ini yang fungsinya juga mengupdate perkembangan di 75000 desa seluruh Indonesia.

"Kami melihat Situation Room belum bisa mengakomodir dan menyiapakan semua kebutuhan presiden tentang koordinasi, kontrol, monitoring dan evaluasi," jelasnya kepada wartawan, Rabu (19/10/2016) di Gedung DPR Senayan, Jakarta.

Situation Room yang rencananya dibangun pemerintah ini kata Lukman, anggaranya juga dengan harga yang murah, tidak lebih dari Rp40 miliar.

"Nah ini yang perlu diperhatikan, apakah cukup dengan anggaran sebesar itu? Bahkan maintanance nya hanya Rp20 miliar. Bayangkan dengan kontrol room untuk Provinsi Jawa Barat yang mencapai Rp45 miliar dan Kontrol  room di Kemenhan itu Rp400 miliar, kan jauh betul," tukasnya.

Oleh sebab itu kata dia, Kepala Staf Kepresiden (KSP) perlu menghitung ulang, idelanya kontrol room itu dibangun seperti apa sehingga bisa memberikan supporting secara maksimal terhadap tugas-tugas kepresiden, tugas koordinasi dengan seluruh stake holder, tugas monitoring, semua pekerjaan dan analisis data, database terpusat, itu butuh perangkat teknologi yang canggih dan mahal. "Kalau tidak, ini akan menjadi mainan saja, tidak representatif untuk negara sebesar ini," paparnya.

"Kami Komisi II akan memberikan dukungan, supporting melihat KSP itu, cuma kami miris melihat anggaran yang kecil untuk maintanance dan building, untuk membangun gedung sistemnya itu," tukasnya lagi.

Berapa idealnya anggaran untuk kontrol room di KSP?

Menurut politisi asal Riau ini, paling tidak dengan memanfaatkan seluruh kontrol room yang ada di semua Kementerian Lembaga, paling tidak Rp100 miliar setiap tahun dibutuhkan sebuah ruang kontrol yang representatif dengan perangkat teknologi terbatru. "Yang sekarang saja, perangkat teknologinya ketinggalan 7 tahun. Perangkat teknologinya dibangun 7 tahun lalu padahal perkembangan teknologi dinamis," pungkasnya. ***