PEKANBARU - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau mengatakan bahwa pajak yang diterapkannya masih mengacu kepada kebijakan lama yakni 10 persen. Sehingga, kenaikan harga Pertalite bukan karena pajak naik, tetapi harga pokok Pertalite dari Pertamina yang naik.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Riau, Indra Putra Yana pun membantah kalau kenaikan harga Partalite menjadi Rp8.000 dipengaruhi kebijakan Pemprov Riau menaikan pajak BBM non subsidi.

"Pajak Partalite tidak ada naik, masih kebijakan lama sepuluh persen. Namun karena harga Partalite dari Pertamina naik, tentu naik pula perhitungan harga jualnya," kata Indra didampingi Kabid Pajak, Ispan di Pekanbaru, Selasa (23/1/2018).

Ia menguraikan, bahwa di dalam Partalite yang masuk komponen harga jual yakni Pajak Bahan Bajak Kenderaan Bermotor (PBBKB) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditetapkan maksimal sepuluh persen.

"Jadi kalau pajak Partalite tetap, tak ada kenaikan. Untuk non subsidi tetap 10 persen pajaknya dan subsidi 5 persen. Kalau sebelum harga Partalite Rp7.900 per liter naik menjadi Rp8.000," terangnya.

Ditanya harga dasar Partalite sebelum masuk pajak, Indra mengatakan bahwa yang mengetahui harga dasar hanya Pertamina, karena Partalite bukan BBM subsidi.

"Silahkan konfirmasi ke Pertamina. Yang jelas pajak BBM non subsidi di Riau tidak ada kenaikan dan tetap 10 persen," pungkasnya.

Menurut data dari Pertamina, harga dasar Pertalite di Riau paling mahal kedua se-Indonesia setelah Batam. Pertamina menetapkan harga dasar Rp6.666,67. Harga ini sama dengan Kepulauan Riau. Namun harga dasar tertinggi adalah Batam, yakni Rp7.272,73.

Di Sumatera Barat, Pertamina hanya menetapkan harga dasar Rp6.608,70. Harga dasar yang sama juga ditetapkan untuk Samatera Utara, Aceh, Bengkulu dan beberapa daerah lainnya di pulau Jawa.***