PEKANBARU - Meski tengah sakit-sakitan di ranjang tempat tidurnya, Nursiah (72) hingga saat ini masih harus dihantui dengan permasalahan lahan. Lahan yang telah dijual kepada Umar dan Yap Lingli, justru tiba-tiba hendak dibatalkan keabsahan suratnya oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kampar, tanpa ada alasan yang jelas.

Hal tersebut diungkapkan oleh tim kuasa hukum Umar, Adi Karma, Dewi Septryani, beserta kuasa hukum Nursiah, Poltak, bahwa pada tahun 2015 Nursiah telah menjual dua bidang tanah yang berada di Desa Kubang Jaya, Kabupaten Kampar, sesuai SHM NO 7029 &.7030, kepada Umar dan Yap Lingli.

"Tiga bulan setelah tanah tersebut dijual oleh Nursiah, dan tanah telah dikuasai oleh pihak pembeli, tiba-tiba seorang bernama Yulhaizar Harun, komplain terhadap penguasaan tanah yang dilakukan oleh klien kami itu," kata Adi Karma kepada GoRiau.com, Selasa (14/4/2020) pagi.

Selanjutnya atas komplain tersebut, Adi Karma selaku kuasa hukum Umar dan Yap Lingli mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Bangkinang, dengan nomor 111/ pdt.g/ 2016/PN Bangkinang. Dalam perkara itu pihak Adi Karma sebagai pemohon dimenangkan oleh pengadilan dengan menyatakan surat hak milik no 346 & 347 ats nama Azrul harun (Orang tua Yulhaizar Harun) tidak sah. Begitupun pada Mahkamah Agung Republik Indonesia, juga membatalkan surat milik Yulhaizar Harun.

"Itu kan sudah jelas putusan terhadap kepemilikan tanah atas nama klien kami sah dan sudah inkracht, jadi tidak ada yang bisa mengganggu gugat lagi sebenarnya sudah di eksekusi juga. Namun BPN Kampar bukannya melaksanakan putusan pengadilan, tapi malah mau membatalkan SHM dengan nomor 7028 dan 7030 milik klien kami, atas rekomendasi dari Irjen Agraria," lanjut Adi Karma.

Padahal menurut Adi Karma, sesuai PERKABAN NO.11/ 2016, Irjend Agraria tidak punya wewenang untuk minta pembatalan surat hak milik. Maka dari itu Adi Karma melakukan upaya hukum, dengan menggugat BPN Kampar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) - Pekanbaru.

Pantauan GoRiau pada sidang di PTUN Pekanbaru, hari Selasa (7/4/2020). Dengan agenda sidang penyerahan bukti oleh para pihak. Pihak penggugat Adi Karma, Dewi Septryani, Poltak dan pihak tergugat dalam hal ini BPN Kampar, Kanwil, dari Dirjen Agraria yang turut hadir saat persidangan.

Tampak hakim meminta surat perintah dari Mentri Agraria, terhadap kehadiran pihak Dirjen Agraria dalam perkara itu, namun pihak tergugat tidak dapat memberikan surat tersebut.

Peta proyek yang diajukan BPN Kampar juga dinilai bukan produk BPN karena tidak dilengkapi dengan stempel BPN dan tidak sesuai standar peta BPN.

"Ini kan perkaranya sudah di eksekusi jaksa perkara pidananya, kenapa dalam hal ini BPN ikut lagi membatalkan BPN melaksanakan perkara TUN dan Perdata," tandas Adi Karma bersama Poltak.

Hingga akhirnya Hakim menutup persidangan, dan hari ini Selasa (14/4/2020) sidang dilanjutkan dengan agenda bukti tambahan dari tergugat yang sebelumnya diminta hakim agar membawa surat perintah dari Mentri Agraria, surat peta lahan yang sesuai standar BPN dan saksi ahli dari penggugat.

Untuk diketahui, hingga saat ini Nursiah yang tengah sakit-sakitan dan terbaring di tempat tidurnya hingga saat ini masih menyandang status tersangka, padahal pada praperadilan yang di ajukan kuasa hukum Nursiah di Pengadilan Negri Pekanbaru telah memutuskan Nursiah tidak bersalah dan memerintahkan Polda Riau sebagai tergugat untuk melakukan SP3 terhadap kasus Nursiah.

Dimana penetapan tersangka terhadap Nursiah dilakukan oleh Subdit II Ditreskrimum Polda Riau pada tanggal 16 Februari 2016 lalu.

Dalam perkara itu Nursiah diduga melakukan tindak pidana secara bersama-sama membuat surat palsu, yang dilaporkan oleh H Yulhizar Haroen, dengan laporan No : LP/48/I/2016/Riau tabggal 29 Januari 2016.

Penyidikan terus berlanjut, hingga pada akhirnya penyidik melengkapi berkas perkara Nursiah dan dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Namun, sejak berkas perkara dinyatakan P21, penyidik dari Subdit II Ditreskrimum Polda Riau tidak dapat melanjutkan ke tahap II, atau penyerahan barang bukti dan tersangka, kepada pihak Kejaksaan karena Nursiah mengalami sakit.

Karena tidak dapat melanjutkan ke tahap II, pada tanggal 13 Januari 2017, Jaksa Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara dan SPDP atas nama Nursiah ke Polda Riau, melalui melalui Surat No.B-39/N.4.1/ep1/01/2017.

Permohonan praperadilan diajukan di Pengadilan Negri Pekanbaru dalam nomor perkara 2/Pid.Pra/2020/PN.Pbr sebagai Pemohon Nursiah dan Kapolda Riau sebagai Termohon dan Kajati Riau sebagai turut termohon.

Proses praperadilan berlangsung, dengan pemohon menghadirkan 2 saksi dan 1 saksi ahli Dr Muhammad Nurul Huda. Sedangkan pihak termohon dan turut termohon tidak ada menghadirkan saksi.

Selanjutnya, pada tanggal 17 Februari 2020 dengan agenda sidang putusan, majelis hakim yang diketuai hakim ketua, Sarudi, SH, menyatakan:

1. Penetapan tersangka Nursiah berdasarkan surat perintah penyidikan No.SP/sidik/37/II/2016/Reskrimum tgl 16 Februari 2016 atas LP No.49/I/2016/Riau Tgl.29 Januari 2016 dari pelapor atas nama H.Yulhizar Haroen, oleh Polda Riau tidak sah.

2. Memerintahkan kepada Termohon dalam hal ini Polda Riau untuk menghentikan penyidikan dalam perkara termohon

3.Dan Memerintahkan turut termohon dalam hal ini Kejati Riau untuk tunduk dan menaati putusan ini.

Berdasarkan putusan pengadilan itu, Poltak sebagai penasehat hukum Nursiah, pada tanggal 24 Februari 2020 mengajukan surat ke Polda Riau agar melaksanakan Putusan tersebut dan mengeluarkan surat SP3.

Hingga pada tanggal 18 Maret 2020, penasehat hukum Nursiah kembali mengajukan surat kedua agar Polda Riau mengeluarkan Surat SP3 tetapi hingga saat ini Polda Riau belum juga melaksanakan putusan pengadilan itu.***