SELATPANJANG - Ahmadi, Kepala Desa Mengkopot, Kecamatan Tasik Putripuyu, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau yang dilaporkan ke pihak kepolisian atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat berupa ijazah paket A (setara SD) untuk persyaratan mencalonkan diri menjadi kepala desa beberapa waktu lalu membantah adanya pemalsuan tersebut.

Menurutnya, berawal dari tahun 2013 bahkan pernah mengikuti pilkades tiga kali. Namun baru sekarang dinyatakan palsu dengan unsur-unsur masih diragukan keabsahan dokumen yang didapatkan.

"Aturannya kepala dinas (Dinas Pendidikan Kepulauan Meranti) harus lebih profesional, kenapa ini dilegis, 2013 dilegis, 2018 dilegis dan 2019 dilegis. Tiga ganti kepala dinas dan tiga kali pula ijazahnya dilegis. Bukan langsung dapat ijazahnya saya langsung jadi penghulu," ungkap Ahmadi saat berbincang-bincang dengan sejumlah wartawan, Senin (9/11/2020) siang.

Dijelaskan Ahmadi, setelah ijazah paket A keluar tahun 2007, ia pun sempat ikut ujian paket B di Mayangsari dan salahsatu persyaratan yakni ijazah paket A tersebut.

"Mengikuti paket B juga diterima saat itu, jadi bagaimana mau mengatakan bahwa ijazah itu palsu," ujarnya.

Diperjelaskannya lagi bahwa, kalau memang ijazah tersebut bermasalah, pada saat pemilihan kepala desa saat itu ada 3 orang calon dan sama-sama dibuka berkas ketiganya. Masing-masing tidak ada komen dan tidak ada pula yang protes.

Bahkan, tambahnya, pada tahun 2013 saat dirinya melawan salahsatu calon dan dia gugur saat itu, dan salahsatu calon yang ikut pilkades di tahun 2020 sempat menjadi panitia Pilkades di tahun 2013 tersebut.

"Kenapa dia (calon yang kalah dan pernah jadi panitia pilkades 2013) tak protes saat itu dan kenapa diprotes saat ini setelah saya menang," sesalnya.

Ahmadi juga menegaskan bahwa jika pun ada kesalahan bukan murni dari dirinya sehingga ia pun tidak akan pernah mundur untuk menghadapi persoalan tersebut.

"Aku macam mane pun kasus ini, walau berlanjut sampai kemanapun aku tak akan mundur jadi penghulu (kades) walau macam manapun akan tetap belawan sampai habis, jangankan selangkah sejengkalpun tidak. Dan tidak perlu pakai pengacara sebab aku yakin dan seyakinnya apa yang aku buat itu betul," tegasnya.

Terkait persoalan menjanjikan seragam Satpol PP, Ahmadi mengakui jika dirinya akan membantu Bambang (pelapor) untuk masuk menjadi anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) jika kasus pelaporan terhadap dirinya bisa diselesaikan.

"Saya cuma bilang sama Bambang kalau mau cepat, tempahlah baju Satpol PP itu dulu tapi selesaikan dulu kasus di Polres dan waktu itu saya cuma bisa bantu Rp200 ribu, selebihnya pak Nuriman yang bayarkan. Saya tidak menjanjikan dia masuk Satpol PP, tapi saya cuma bantu karena kasihan dan keinginan dia kuat mau jadi Satpol PP, lalu saya ketemu bupati, tapi dia tidak sabar dan buat ulah dengan memakai baju itu dan mempostingnya di medsos, padahal dia kan belum ada SKnya," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, kasus tersebut sempat akan dicabut laporannya, karena sang pelapor diiming-imingi oleh kepala desa tersebut untuk dimasukkan menjadi tenaga honorer di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP). Namun karena merasa dibohongi, pelapor batal untuk mencabut laporannya.

Sang pelapor, BI (31) mengungkapkan bahwa dirinya sempat ditawari oleh kepala desa untuk masuk menjadi personil di Satpol PP dengan syarat laporan kasusnya dicabut. Bahkan permohonan lamaran sudah disampaikan langsung ke kepala desa pada bulan Mei lalu.

"Waktu itu kepala desa minta laporan kasusnya dicabut dan dia menjanjikan bisa memasukkan saya menjadi honorer di Satpol PP dan dia juga bilang bupati sudah Acc dan surat lamaran serta persyaratan lainnya sudah saya serahkan ke dia," ujar pria yang biasa dipanggil Bambang, Sabtu (7/11/2020) siang. 

Untuk meyakinkan bahwa dirinya tidak berbohong, kepala desa tersebut meminta kepada Bambang untuk segera mengukur baju PDH dan PDL Satpol PP.

"Waktu itu saya diminta mengukur baju ke tukang jahit oleh kepala desa dan dia yang membayarkan uang mukanya sebesar Rp200 ribu," kata Bambang.

Menurut pengakuan Bambang, setelah sekian lama menunggu, ternyata kepala desa tidak menepati janjinya, bahkan angsuran untuk menjahit baju tersebut pun tidak dilunasinya, padahal tukang jahit mendesak untuk segera dibayarkan.

Sementara itu, Nuriman Khair yang sempat dikaitkan dengan permasalahan ini merasa bingung, karena dirinya tidak tahu menahu dan mengetahui persis seperti apa permasalahan ini.

Mantan Kepala Dinas Pendidikan ini bercerita awalnya dirinya dipanggil Bupati Kepulauan Meranti untuk membantu menyelesaikan kasus ini dengan mengurus sang pelapor untuk menjadi Satpol PP seperti yang dijanjikan oleh kepala desa. Namun ia mengatakan tidak sanggup karena merasa bukan menjadi wewenangnya.

"Saya diminta untuk membantu menyelesaikan permasalahan ini, namun saya tidak bisa karena selain bukan wewenang, saya juga tidak tau seperti apa kasus ini. Kemudian kepala desa minta dipinjamkan uang untuk melunasi sisa hutang baju yang dipesannya karena waktu itu dia mengaku belum memiliki uang. Lalu saya lunasi hutang itu, namun bukan berarti saya pula yang menjanjikan bisa memasukkan seseorang menjadi Satpol PP," kata Nuriman.

Sementara dari pihak kepolisian sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP Eko Wimpiyanto Hardjito SIK, mengungkapkan bahwa kasus tersebut sempat akan dicabut laporannya, namun pelapor batal untuk mencabut laporannya.

"Dari hasil gelar perkara yang telah dilaksanakan masih ada item yang harus dipenuhi untuk dapat ditingkatkan statusnya ke penyidikan. InsyaAllah minggu depan, bila kekurangan alat bukti hasil sudah dipenuhi akan kami tingkatkan statusnya ke penyidikan. Intinya proses masih berjalan," ungkap Kapolres Eko Wimpiyanto, Senin (19/10/2020).

Ditambahkan Kasat Reskrim Polres Kepulauan Meranti, AKP Prihadi Tri Saputra SH MH bahwa pihaknya telah menggelar perkara kasus tersebut, namun dalam perkara itu ada beberapa hal atau item yang menurut pihaknya masih kurang dalam pembuktiannya.

"Sehingga saya meminta anggota yamg menangani untuk menambahkan unsur-unsur yang kurang sebelum kita benar-benar yakin untuk meningkatkan status perkaranya," ujarnya.

Selanjutnya dijelaskan AKP Prihadi, terkait target menurutnya lebih cepat lebih bagus, namun ada kendala-kendala di lapangan, karena keterangannya pula dalam kasus penyelidikan berbeda dengan penyidikan.

"Dimana penyelidikan kita memang upayanya masih soft semua, memang butuh waktu tetapi kami berupaya untuk semaksimal mungkin untuk bisa secepatnya. Sebagaimana kita ketahui di Meranti sedang ada pemilihan juga, itu juga menjadi salah satu faktor yang tidak menghambat tapi memang terasa efeknya, karena memang personil kita banyak terterap juga untuk kegiatan-kegiatan, namun tentunya dalam rangka memberikan kepastian hukum secepatnya akan kita lakukan upaya itu," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, kasus dugaan pemalsuan ijazah palsu tersebut telah berlangsung sejak pimpinan Polres Kepulauan Meranti masih dijabat oleh Kapolres AKBP Taufiq Lukman Nurhidayat SIK MH dan Kasat Reskrimnya AKP Ario Damar SH SIK.***