SELATPANJANG, GORIAU.COM - Sebanyak 18 orang ibu-ibu dari sejumlah desa di Kecamatan Tebingtinggi Timur, Kabupaten Meranti, Riau, unjuk kebolehan membuat atap dari daun rumbia. Ini merupakan perlombaan dalam memeriahkan Hari Jadi Ke-3 Kecamatan Tebingtinggi Timur.

Demikian disampaikan Camat Tebingtinggi Timur Helfandi SE, Rabu (22/1/2014) melalui selulernya. Menurut Helfandi, kegiatan membuat atap atau bagi masyarakat setempat lebih dikenal dengan sebutan mencucuk atap merupakan rutinitas bagi sebagian warga di Kecamatan Tebingtinggi Timur. Kerajinan tangan ini juga menjadi salah satu mata pencarian bagi warga, meskipun hanya sebagai sampingan saja. Dan kegiatan seperti itu menjadi luar biasa dan menarik karena dikemas dalam bentuk perlombaan.

"Ada nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Hanya dalam satu jam mereka bisa membuat sebanyak 10 keping atap rumbia dengan harga Rp20 ribu, bila dihargai Rp2000 per keeping. Inilah alasan kita tertarik agar dalam Festival Sagu kali ini juga dimasukkan lomba membuat atap," kata Helfandi.

Ternyata kegiatan tersebut mendapat perhatian yang cukup tinggi dari masyarakat setempat. Setidaknya ada sembilan tim yang keseluruhannya berjumlah 18 orang turut ambil bagian dalam lomba membuat atap. Mereka unjuk kebolahan di tangah keramaian penontondan terbatasnya waktu.

"Satu tim terdiri dari dua orang dan setiap tim diwajibkan membuat atap minimal 20 keping. Artinya, satu orang harus menyiapkan 10 keping atap rumbia.

Panitia juga tidak menyediakan bahan/material membuat atap. Setiap peserta diwajibkan membawa bahan yang diperlukan untuk jumlah 20 keping atap. Jika atap sudah jadi, maka atap tersebut menjadi milik panitia. Dan panitia hanya menggantikan biaya material tersebut sesuai dengan biaya atap yang disiapkan peserta.

"Kita juga menyiapkan hadiah uang tunai, tropi untuk pemenang 1, 2, 3 dan 4 dan diberikan pada saat puncak Hari Jadi Kecamatan Tebingtinggi Timur dan 5 tahun Kepulauan Meranti," ucap Helfandi.

Helfandi menghimbau kepada masyarakatnya yang memang berprofesi sebagai pembuat atap agar jangan malu menggeluti pekerjaan tersebut karena kerajinan itu bisa menghasilkan uang yang banyak. Apalagi pangsa pasarnya jelas dan setidaknya mampu memenuhi kebutuhan lokal.

Kalau dulu, kata Helfandi, setiap rumah tangga pandai membuat atap dan rata-rata rumah masyarakat pakai atap rumbia. Sekarang zaman berubah, sehingga masyarakat sudah berangsur meninggalkan atap daun rumbia dan beralih ke atap seng, genteng, atau multiroof. Padahal di kota-kota, baik itu warung rumah makan, saung atau gazebo menggunakan atap unsur alam seperti daun rumbia/sagu, lalang, daun nipah, dan lainnya.

"Untuk itu, kita kembali mengingatkan dan membangkitkan tradisi itu kembali dalam bentuk loma, karena di tempat kita bahan bakunya berlimpah ruah.  Tentunya melalui event ini kedepan akan kita dorong terus pengrajin pembuat atap ini agar bisa melanjutkan profesi mereka. Melalui profesi ini terus kita kembangkan dengan tujuan memperbaiki ekonomi keluarga atau peningkatan pendapatan keluarga yang dpt dikerjakan oleh kaum ibu-ibu pada umumnya," sebut Helfandi.***