SIAK SRI INDRAPURA, GORIAU.COM - Warga suku Sakai di Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, mengakui lahannya seluas 800 hektare di Desa Rantau Bertuah, Kecamatan Minas dijual kepada Andre alias Heri. Proses pembelian lahan itu berlangsung sepanjang tahun 2004-2007 diwakilkan kepada Ketua Koperasi Sakai Lestari, Tarmizi Langso dan mendapat kuasa dari Kepala Bathin Limo Baromban Minas, H Mhd Bungsu.

Lahan seluas 800 hektare itu memiliki 4 Surat Keterangan Tanah (SKT) atas nama M Yusuf (almarhum), Bomo, Motik dan Kapo. Setelah proses ganti rugi kemudian status ke 4 SKT ditingkatkan  menjadi Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR). Tahun 2007, lahan itu resmi menjadi milik Andre, sesuai proses jual beli yang sah dengan pemilik lahan.

Persoalan muncul di tahun 2008, dimana mantan sekretaris desa (Sekdes) Minas Timur, Ernawati mengklaim lahan yang sudah dibeli Andre alias Heri dari warga Sakai tidak sah, dan menuding dari 438 SKGR yang digugat, 173 SKGR adalah miliknya yang dibeli dari Wan Achmad Syaiful, Doba, Ayum, Rustam Efendi dan Syahrun Harahap. Bahkan, saat proses persidangan, Ernawati menagkui juga membeli lahan seluas 454 ha dari Antoni alias Acong seharga Rp 15.890.000.000.- ( lima belas miliar delapan ratus sembilan puluh juta rupiah).

Proses hukum terkait laporan Ernawati yang menuding Andre alias Heri telah merampas lahannya, saat ini tinggal menunggu tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang digelar di Pengadilan Negeri Siak.

Fakta persidangan, dari 20 lebih saksi yang dihadirkan, tidak ada bukti yang kuat disampaikan saksi-saksi bahwa lahan di Rantau Bertuah itu milik Ernawati yang direbut Ketua Koperasi Sakai Lestari, Tarmizi Langso, lalu dijual kepada Andre alias Heri. Bahkan, sebagai penggugat, Ernawati tidak pernah menunjukkan kepemilikan SKT atau SKGR yang asli kepada majelis hakim selama sidang yang sudah berlangsung sekitar 3 bulan. Saksi Wan Achmad Syaiful dan Doba membantah pernah menjual lahan kepada Ernawati terkait objek sengketa.

Saksi Syahrin Harahap menjelaskan tidak pernah menjual lahan kepada Rustam Efendi, Ernawati maupun Antoni alias Acong dan menjelaskan bahwa abangnya (Syahrun Harahap) sepengetahuannya tidak ada memiliki lahan seluas ratusan hektare dan Syahrun Harahap telah meninggal dunia tahun 2001.

Anak kandung M Yusuf, Kaharuddin dan Firman mengakui, lahan milik ayahnya sekitar 120 hektare di Desa Rantau Bertuah dijual kepada Andre alias Heri. Dia mengaku heran, tiba-tiba muncul Ernawati mengklaim lahan itu miliknya tanpa dasar yang jelas.

Hal senada juga dikatakan cucu Almarhum M .Yusuf, Safinar. Mantan Ketua BPD Minas Barat periode 2002-2012 itu menegaskan, lahan milik kakeknya sah secara hukum yang dibeli Andre alias Heri, bukan Ernawati.

"Ernawati itu kan mantan sekdes, darimana dia punya uang membeli lahan ratusan hektare. Saya tahu dibelakang dia itu Acong, yang menjadi biang keroknya," tegasnya.

Safinar juga mengaku heran dengan sikap Jaksa, karena tidak pernah menghadirkan Antoni alias Acong ke persidangan untuk menjelaskan asal-usul lahan yang dijualnya kepada Ernawati."Nama Antoni alias Acong sering disebut-sebut selama persidangan, tapi kok tak pernah dihadirkan di pengadilan, saya curiga kasus ini sarat dengan kepentingan," ujar Safinar.  

Motik, pemilik lahan sekitar 200 hektare lebih juga mengakui Andre alias Heri sudah membeli kebunnya secara sah. Hal itu dibuktikan, pemilik lahan dan Andre alias Heri sebagai pembeli telah melakukan jual beli di hadapan Notaris, Mhd Bungsu (Ketua Adat), Muslim (Kepala Desa) dan Tarmizi sebagai saksi di Notaris. Bahkan, setelah kebunnya dijual, Andre mengajak dirinya ikut mengelola kebun sawit itu dengan sistem bapak angkat.

"Kalau ada orang lain yang ngaku selain Andre yang juga membeli lahan saya itu, jelas dia pembohong," tegas Motik.

Pernyataan itu diamini sejumlah tokoh masyarakat Sakai, diantaranya, Badi, Muslim dan Chandra. Bahkan, tokoh masyarakat Batak di Minas, Ginonggom Simanjuntak ikut menyaksikan proses jual beli lahan warga Sakai kepada Andre alias Heri. Mantan anggota DPRD Siak periode 2000-2004 itu yakin, Andre merupakan pemilik yang sah kebun seluas 800 hektare di Desa Rantau Bertuah.

"Saya dengar sendiri kesaksian langsung dari pemilik kebun, mereka sampai saat ini bekerja dengan Andre alias Heri yang begitu baik kepada masyarakat Sakai. Wajar saja, kalau ada pihak yang mengklaim lahan itu miliknya, tentu mereka akan marah. Selama proses hukum, ratusan warga dengan kesadaran sendiri datang ke Siak menyaksikan sidang sengketa lahan itu. Ini bukti kesetian mereka kepada Andre," ujar Simanjuntak.  

Sementara, Kades Rantau Bertuah, Kecamatan Minas periode 2002-2007, Muslim, menjelaskan, dirinya pernah mengeluarkan surat keterangan pada 8 Januari 2003, dimana Kapo, Motik, Bomo dan M Yusuf memiliki sebidang tanah berdasarkan surat keterangan Kepala Desa Minas Mhd Bungsu.

"SKT Kapo, Motik dan Bomo awalnya dikeluarkan Kades Minas tahun 1984, khusus M Yusuf dikeluarkan tahun 1981. Dengan adanya pemekaran Desa Rantau Bertuah dan sesuai penentuan tata batas dengan Desa Minas Barat 27 Juli 2002, maka setelah ditinjau ulang ke lapangan, maka lahan mereka itu berada di Desa Rantau Bertuah," kata Muslim sembari memperlihatkan surat keterangan itu kepada wartawan. Bahkan surat keterangan itu juga diteken Kepala Desa Minas Barat Mhd Bungsu dan diketahui Camat Minas waktu itu, Said Arif Fadillah.

"Dari legalitas itu, cukup jelas siapa pemilik lahan di Desa Rantau Bertuah. Kalau ada oknum yang mengklaim punya lahan juga di sana, jelas itu mengada-ngada. Saya ikut sebagai saksi ketika membuat surat keterangan tahun 2003 lalu," jelasnya.

Muslim menceritakan, sekitar tahun 1992, PT Arara Abadi (AA) menguasai lahan warga Sakai itu dan membabat habis ladang warga untuk ditanam pohon Akasia di atas lahan seluas 1.000 hektare. PT AA beralasan, lahan di Desa Rantau Bertuah masuk areal konsesi yang memiliki izin sementara hingga dilakukan pengukuran tata batas, berdasarkan SK Menteri Kehutanan.

"Tahun 1994, PT AA melakukan tata batas, ternyata lahan seluas 1.000 itu berada di Red Zone PT.Caltex Pasific Indonesia dan di luar areal konsesinya, tapi sudah terlanjur ditanam Akasia. Sekitar 2003, PT AA mengirim surat kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Kampar yang diteken Rudi Desmond sebagai District Manager, agar dijelaskan tata batas konsesi HPHTI PT AA Distrik Tapung, karena lahan diakui warga Sakai Minas atas nama Kapo, Motik, M Yusuf, Bomo dan Tarmizi Laso yang dikuatkan dengan SKT dari Kepala Desa," jelasnya.

Bahkan, pada Maret 2005, Bupati Siak waktu itu Arwin AS SH mengirim surat kepada Direktur PT AA terkait hasil temuan tim terpadu Pemkab Siak-PT AA. Intinya, Bupati Siak menyarankan PT AA membuat tata batas yang mengelilingi area konsesi dengan pembuatan parit yang dikoordinasikan dengan camat. Camata Minas, Abdul Razak menindaklanjuti surat Bupati Siak itu dengan menyurati kepala desa terkait perihal pemberitahuan pembuatan batas permanen areal HPH/HTI PT Arara Abadi.

"Setelah bermusyawarah dengan warga Sakai dan pemilik lahan, akhirnya kebun Akasia yang sudah ditanam PT AA tidak termasuk areal konsesinya. Sehingga pengelolaan Akasia itu dikerjasamakan dengan Koperasi Perhimpunan Sakai Lestari yang diketuai Tarmizi Laso," jelas Muslim.

"Kendati PT AA kerjasama dengan PT Chevron untuk mengelola Akasia itu, namun pada intinya persoalan lahan dengan warga suku Sakai sudah diselelaikan dengan cara baik-baik. Saya ceritakan ini, agar kita semua tahu, PT AA saja mengakui lahan itu milik warga Sakai sesuai nama tertera tadi, tapi kok aneh saja rasanya kalau Ernawati Cs tiba-tiba menuding Andre alias Heri merampas lahannya di Desa Rantau Bertuah," pungkasnya.(nal)