SIAK SRI INDRAPURA, GORIAU.COM - Sidang lanjutan terdakwa DP (16), dengan agenda pledoi atau pembelaan dari orangtua DP, Amral dan penasehat hukum Arwin Temimi SH, hanya berlangsung sekitar 10 menit di Pengadilan Negeri Siak, Rabu (3/9/14).

Sementara, Ibu korban FM (10), Aliminah Hule didampingi Alwi Zalukhu (paman FM) terlihat berada di luar ruang sidang. "Maunya pelaku dihukum mati, anak ku dah mati, semua pelaku juga harus dihukum mati, itu baru adil," kata Aliminah Hule kepada GoRiau.com dengan suara terbata-bata.

Paman FM, Alwi Zalukhu mengatakan, Aliminah Hule tidak mampu berbahasa Indonesia dengan baik. Dengan logat bahasa daerah, Alwi kembali menyampaikan apa yang dikatakan Hule kepada GoRiau.com.

"Setelah mengetahui anaknya dibunuh, Hule sempat stres beberapa hari, bahkan dia mencari kedai tuak tempat tersangka MD,S dan DP menjual daging anaknya di daerah Perawang," kata Alwi.

Bagi Hule, lanjut Alwi, kehadiran FM merupakan karunia terbesar dari Tuhan dalam hidupnya, karena FM adalah anak semata wayang. Saat FM baru berumur tiga bulan, Ayah FM dipanggil Sang Pencipta. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Hule harus banting tulang untuk membesarkan FM.

"Saat kejadian, Hule baru tiga minggu pindah ke Bunut, Kecamatan Tualang. Dia bekerja sebagai buruh lepas di kebun sawit milik salah satu perusahaan besar di Perawang," kata Alwi.

"Coba renungkan kesedihan yang dialami Hule, selama ini dia banting tulang hanya untuk membesarkan FM, bahkan pergi merantau ke Bunut sebagai buruh kasar. Peristiwa ini sempat menguncang jiwanya, lihat saja, sekarang kondisinya belum sepenuhnya sehat," tambah Alwi.

Alwi berharap semua pelaku pembunuhan FM harus dihukum mati. "Mau kita harus dihukum seberat-beratnya, termasuk DP yang ikut terlibat. Meski di bawah umur, DP itu udah besar dan mengerti apa yang dilakukan MD dan S melawan hukum. Tapi kenapa dibiarkan saja," jelasnya.

Sementara, Amral (42), Ayah terdakwa DP berharap agar majelis hakim memberi keringanan hukuman kepada anaknya. Dia beralasan, anaknya bukanlah pelaku utama pembunuhan dan mutilasi terhadap korban FM. Tersangka MD (berkas terpisah), yang merupakan otak pelaku, kata Amral, mengancam anaknya untuk tidak melaporkan kejadian pembunuhan yang dilihatnya. Bahkan, MD ancam membunuh anaknya kalau tetap melaporkan kejadian itu kepada polisi dan orang lain.

"Dia (DP), dipaksa MD, kalau tak diikuti dia diancam akan dibunuh MD. Saya hanya mohon keringanan hukuman dari hakim, DP masih sekolah, dia hanya korban," ujar Amral dengan mata berkaca-kaca.

Pantauan GoRiau.com, sidang dipimpin Hakim Ketua, Sorta Ria Neva, SH, MHum, didampingi hakim anggota, Des Bertua Naibaho SH dan Rudy Wibowo SH, MH yang dimulai sekitar pukul 12.30 WIB. Sidang juga diikuti JPU Binsar SH dan penasehat hukum Alwi Zalukhu SH serta orangtua DP, Amral. Sama seperti sebelumnya, sidang tertutup, sementara hakim, JPU serta penasehat hukum menggunakan baju bebas dan tidak memakai toga.

"Iya, cuma bacakan pledoi, mungkin besok vonis dari hakim," kata Alwi.

Seperti dirilis GoRiau.com, terdakwa DP bukanlah pelaku utama kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap korban Femasili Madeva (10), dimana barang bukti ditemukan pihak Kepolisian Siak 23 Juli 2014, atau lima hari setelah kejadian, yakni 18 Juli 2014. Sedangkan pelapor adalah Aliminah Hule di Polsek Tualang, Siak.

Sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa DP (16) 9 tahun penjara, karena dinilai tidak melaporkan kejadian pembunuhan yang dilihatnya langsung yang dilakukan tersangka MD dan S.

"Berdasarkan pasal 340 KUHP junto pasal 56 ke satu KUHP junto pasal 1 ke tiga Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, dengan ini terdakwa dituntut 9 tahun penjara. Hal yang memberatkan, terdakwa tidak melaporkan kejadian pembunuhan yang dilihatnya, sedangkan hal meringankan, terdakwa masih di bawah umur," kata JPU M Airlangga membacakan tuntutannya dihadapan majelis hakim, Selasa (2/9/14) lalu.(nal)