PEKANBARU, GORIAU.COM - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang akan berlangsung di sembilan kabupaten dan kota di Riau, yakni Rokan Hulu, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Pelalawan, Siak, Bengkalis, Kepulauan Meranti, Dumai dan Rokan Hilir, pada Desember 2015 nanti, dipastikan diwarnai kecurangan.

Hal itu diungkapkan pengamat hukum dari Universitas Riau Dr Mexsasai Indra, SH MH, saat menjadi narasumber pada diskusi bertajuk ''Peran Pemerintah, Masyarakat dan Pers Menyongsong Pilkada Serentak Tahun 2015 di Riau'' yang digelar Forum Diskusi Publik bekerja sama dengan Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas di Riau, di Kampus Fakultas Hukum Universitas Riau, di Jalan Pattimura, Pekanbaru, Selasa (22/9/2015).

Pada diskusi yang dibuka Dekan Fakultas Hukum Universitas Riau Dodi Harjono, SH MH tersebut juga hadir sebagai narasumber Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Riau Dr Nurhamin, MH, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Riau Rusidi Rusdan, Kepala Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) Provinsi Riau Ardi Basuki dan Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau Eka Putra Nazir. Diskusi yang dipandu Pemimpin Redaksi GoRiau.com Hasan Basril itu dihadiri ratusan akademisi, mahasiswa, jurnalis dan pengurus organisasi kemasyarakatan.

Mexsasai menjelaskan, kecurangan pada Pilkada serentak nanti, diantaranya akan dilakukan tim sukses pasangan calon kepala daerah. Bentuknya, kata Mexsasai, bisa saja dalam bentuk membagi-bagikan uang kepada masyarakat menjelang pemungutan suara dilakukan.

Kecurangan dengan cara menyuap para pemilih ini, menurut Mexsasai, masih 'ampuh' untuk meraup suara, mengingat sebagian masyarakat masih irasional dalam menentukan pilihannya. "Bagi mereka yang irasional ini, tidaklah begitu penting untuk mempertimbangkan, apakah calon yang akan dipilih berkualitas atau tidak. Yang penting bagi mereka adalah, berapa besar jumlah uang yang akan mereka terima bila memilih calon tertentu," ujar Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Riau tersebut.

Tingkat kecurangan di masing-masing daerah, lanjut Mexsasai, akan berbeda, tergantung pada besarnya upaya pasangan calon bersama tim suksesnya melakukan kecurangan dan besarnya jumlah pemilih irasional. "Jadi bisa dipastikan, Pilkada serentak di Riau pada Desember mendatang tidak akan bersih dari kecurangan," tegasnya.

Ketua KPU Riau Nurhamin mengungkapkan, pihaknya sudah menemukan indikasi kecurangan dalam bentuk pengurangan jumlah pemilih di berbagai daerah. Nurhamin menduga para pemilih ini sengaja dihilangkan karena diperkirakan tidak akan memberikan suaranya kepada pasangan calon tertentu. ''Yang dihilangkan itu jumlahnya sangat banyak. Kita sudah minta penjelasan kepada pihak terkait dan meminta nama-nama pemilih yang dihilangkan tersebut dimasukkan kembali,'' kata Nurhamin.

Kecurangan, kata Nurhamin, juga rawan terjadi pada saat pencoblosan dan penghitungan suara. "Hasil penghitungan suara di tingkat PPS dan KPPS memang rawan dimanipulasi. Karena itu, kita sangat mengharapkan teman-teman di Bawaslu bisa melakukan pengawasan dengat ketat, sehingga mempersempit peluang petugas PPS dan KPPS nakal melakukan kecurangan," ujarnya.

Komisioner Bawaslu Riau, Rusidi Rusdan mengatakan, dalam melakukan pengawasan pihaknya harus mengacu kepada peraturan yang berlaku, sehingga tidak semua dugaan pelanggaran yang dilaporkan masyarakat ke Bawaslu bisa ditindaklanjuti. Selain itu, laporan yang diberikan masyarakat terkadang tidak dilengkapi dengan bukti-bukti yang kuat. ''Mungkin memang terjadi pelanggaran di lapangan, sesuai dengan yang dilaporkan masyarakat, namun karena tidak ada bukti, kita tak bisa proses,'' kata Rusidi.

Sementara Sekretaris PWI Riau Eka Putra Nazir mengingatkan pers agar selalu menjaga independensi dalam perhelatan Pilkada serentak. "Ada tidaknya aturan KPU melarang pers mempromosikan pasangan calon kepala daerah, pers tetap harus independen dan berlaku adil terhadap semua pasangan calon," kata Pemimpin Redaksi Harian Vokal tersebut.

Staf pengajar di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Riau itu menambahkan, peranan pers sangat diperlukan menyukseskan Pilkada serentak. Namun sebaliknya, pers juga bisa memicu terjadinya kegaduhan politik, bila media memosisikan diri sebagai alat pemenangan pasangan calon kepala daerah. ''Kita berharap kekeliruan yang dilakukan media pada pemilihan presiden yang lalu tidak terulang pada Pilkada serentak ini," harapnya.

Kepala Kesbangpolinmas Riau Ardi Basuki, mengatakan, kecurangan berupa mobilisasi pegawai negeri sipil (PNS) mendukung pasangan calon kepala daerah tertentu, kemungkinannya akan kecil pada Pilkada serentak, sebab risiko yang akan ditanggung PNS yang terbukti terlibat politik praktis tersebut sangat berat. "Bahkan ancamannya bisa dipecat sebagai PNS. Hal ini tentunya akan membuat para PNS jadi takut melibatkan dirinya mendukung calon tertentu,'' sebutnya.

Diskusi ditutup moderator Hasan Basril dengan mengutip doa Rasulullah SAW. "Ya Allah, bila seseorang diberi kekuasaan, lalu dia menyengsarakan orang-orang yang dipimpinnya, maka berilah dia kesulitan. Dan bila seseorang diberi kekuasaan, lalu dia memberikan kemudahan kepada orang-orang yang dipimpinnya, maka berilah dia kemudahan".(***)