PEKANBARU, GORIAU.COM - Kerja di perusahaan minyak tak selalu indah dan ''berkilau'' seperti yang digembar-gemborkan banyak orang. Ada kalanya, perusahaan minyak justru lebih parah dari perusahaan kecil ataupun UKM. Seperti yang diungkapkan 6 orang eks karyawan PT Sumatera Persada Energi - West Kampar yang mengirim kisah duka mereka kepada GoRiau.com, Sabtu (1/2/2014).

Enam eks karyawan PT. Sumatera Persada Energi - West Kampar itu adalah Khairuddin Sitompul (welltester/pumper), Masjul Hakim (logistice), Robi Hidra Puska (welltester/pumper), M Achiarmi (weltester/pumper), Erizon (electrice/mechanice) dan Desmanto (mechanice).

Berikut kisah enam eks karyawan PT SPE - West Kampar yang mesti menjadi pelajaran untuk kita semua dan dimuat GoRiau.com dengan gaya bertutur.

Kami diterima bekerja di perusahaan minyak PT Sumatera Persada Energi - West Kampar tertanggal 1 Januari 2013 hingga 31 Desember 2013. Saat masuk, kami diinterview oleh pihak perusahaan di Hotel Mutiara Merdeka Pekanbaru.

Mulai hari pertama kedatangan kami untuk bekerja di lapangan minyak Pandalian Area (Siasam), kami telah diterima dengan muka masam oleh beberapa orang di field dan pimpinan lapangan serta suasana yang memanas. Kami sebenarnya tidak mau tahu dengan kondisi yang ada karena kami ingin bekerja secara profesional, tapi ternyata kami harus tahu karena mereka memaksa kami untuk mendengar cerita mereka. Kami dipaksa salah satu pimpinan yang menakut-nakuti kami dengan berbagai isu seperti ''di sini gajian sekali 3 bulan, tolong kasih tahu istri di rumah''.

Pada saat itu produksi 3 wells (pdl#03/ pdl#04/ pdl#05) diseputaran 150-85 bbls/days berlangsung lebih kurang 5 bulan menjelang service (Pdl#03/ pdl#05) oleh Rig GBT, setelah melalui proses service serta penambahan wells (Pdl#06/ pdl#07), produksi mulai normal 950-900 bbls/days bahkan 1100 bbls/days dengan kualitas oil yang lumayan bagus sampai sekarang. Sayangnya, banyak rintangan, cobaan yang harus kami hadapi dan jalani dengan sabar dan ikhlas, bahkan membenahi disegala bidang/aspek di Gathering Station Pandalian, yang saat kami awal masuk acak-acakan.

Bekerja di sini, membuat kami tidak bisa balik ke mess hall Ujungbatu dan harus tidur di hutan sawit karena fasilitas fitalnya ''jalan'' antah barantah yang membuat susunan tubuh rusak, yang katanya juga ''Babi'' terpuruk, tapi semua itu tinggal kenangan menyenangkan tanpa dihargai.

Pada tanggal 13 Desember 2013, setelah selsai rapat assesment di SKK Migas Sumbagut tertanggal sebelumnya, keluarlah surat pemutusan kerja dengan pemberian surat rekomendasi kerja (surat berhenti/PHK). Dengan perasaan ketar-ketir, bagi kawan yang posisi ON hari itu langsung diberi tahu, tapi yang posisinya OFF hanya dapat berita dari SMS, itu pun dari kawan kerja. Sayang sekali, HRD santai saja tidak memberi tahu kepada karyawan yang posisi OFF, malah kami yang harus kontak HRD, Yang parahnya saat itu juga diakukan inerview rekruitmen karyawan di mess Ujungbatu oleh HRD Jakarta. (Pak A).

Saat itu, kami diberi penjelasan bahwa akan mendapatkan hak yaitu:1. Gaji dari tanggal 15 November - 15 Desember, ROT (reguler over time) plus uang makan sesuai hari kerja. 2. Jamsostek 5,7 persen (5.7 persen x basic x 12 bln).Tapi sepengetahuan kami hal dibawah ada dari persetujuan SKK Migas, yakni: 3. Pesangon (2 x basic x 15 persen), 4. Uang cuti 5. Uang mandah 6. Uang perumahan 7. Uang transportasi8. Uang tunjangan sumatera basin

HRD menyatakan secara langsung/ by phone tidak ada/ tidak membayarkan dengan pernyataan tidak ada berdasarkan peraturan.

Karena itu, kami menilai dalam proses pembayaran gaji sebelumnya juga ada beberapa penyelewengan yang dnsengaja dan dipermainkan HRD, yakni:

1. ROT karyawan yang sedianya 3 jam universal, menjadi 2 jam siang, 3 jam malam, sedangkan kami posisi remove area (mandah) yang semestinya 4 jam (tempat tinggal 80 km dari area kerja).2. Adanya perubahan mendadak pembayaran field allowance seorang staff baru yang pada akhirnya mengurangi pendapatan dan tanpa ada konfirmasi/penjelasan sebelum dilakukan perubahan pembayarn terhadap staff tersebut.3. Tidak ada slip gaji yang jelas yang dibagikan kepada karyawan.4. Terdapatnya pengelompokan dalam team work antara orang lama dan orang baru rekruktan tahun 20135. Terdapatnya pembunuhan karakter terhadap orang baru yang apapun dilakukan tetap saja dianggap jelek laporannya ke Jakarta.6. Habis manis sepah dibuang, begitulah yang kami rasakan, midle manajemen ke kami tetap memandang sebelah mata.7. Produksi yang tidak ramah lingkungan.8. Kurangnya Divisi/Departemen dari perusahaan, satu orang karyawan memegang multi jabatan dan akhirnya pekerjaannya tidak effektif.9. Tidak menggunakan prosedur kerja dan keselamatan K3L yang benar.10. Pembelian material dilakukan yang tidak sesuai standard dan dilakukan oleh orang yang tidak terkait dengan jabatannya.11. Pimpinan lapangan tidak melakukan pembinaan menjalin komunikasi yang baik berkesinambungan antar karyawan (malah kami selalu dicurigai dan dimata-matai), memakai system belanda ''the vide it invera''.12. Masih adanya karyawan SKK migas yang berijazahkan SMP/palsu yang telah dibackup oleh supertendent lapangan.13. Pimpinan lapangan menyampingkan pengalaman kerja apalagi eks Chevron/BOB.14. Pimpinan selalu mengkultuskan diri.

Pada dasarnya kami bekerja di PT Sumatera Persada Energi mempunyai dan membawa ''Visi Misi'' mengembangkan, memajukan perusahaan sesuai request stake holder. Kami berharap perusahan mempelajari (Review) hal diatas kembali.

Kondisi Operasional

Hampir 1 tahun kami dibawah kepemimpinan yang tak jelas setelah terjadi transisi pimpinan level senior operasional manager mengundurkan diri, akibatnya ketidakadanya keselarasan dengan system operasional yang dikeluarkan management serta yang terreaisasi di lapangan.

Makin parahnya situasi terjadi posisi area manager setelah dipegang A Cs, yang menerapkan system Belanda ''the vide it invera'' yang telah mendarah daging dari sebelum kami berada disana, bergonta ganti tiap tahun kepemimpinan operasional serta karyawan lapangan, tapi perusahaan tidak menyadari hal diatas dapat mengakibatkan struktural/system kerja rusak total yang saling menjerumuskan, terjadilah yang namanya meniadakan ''Team Work Building'' yang seharusnya saling cover pada kurang dan lebih.

Sementara disatu sisi kami dituntut dan diminta system ''kepala di kaki, kaki di kepala'' ternyata hal diatas hanya berlaku buat kami yang 6 orang, yang sisanya hanya santai menikmati hasil kerja kami, tapi semua itu masih juga dipandang sebelah mata tanpa dihargai dan berterimakasih oleh pimpinan lapangan.

Disini tidak ada yang namanya disiplin ilmu dan disiplin kerja (SOP/JSA), yang ada system ''Disini yang berkuasa Saya'' jadi ikuti aturan main saya, jika tidak silahkan keluar dan siap keluar” apalagi kami rata-rata eks Chevron dan BOB yang sangat mereka ''Antipati'', karena apa? Kami sangat menerapkan hal-hal yang positif untuk menunjang operasional lapangan yang berujung hasil produksi.

Setelah kami pelajari dan analysa ternyata kehadiran kami dianggap menghambat visi dan misi mereka yang didalam banyak kecurangan yang berujung untuk kepentingan diri dan memperkaya diri, yang nota benenya biaya operasioanal adalah ''Cost Recovery'' besar termasuk gaji karyawan, tapi kita masih maklum karena bisa tergolong area masih merintis.

Sayangnya, sampai penerapan SOP wells (sumur minyak) juga acak-acakan, tak karuan yang berakibat sumur rusak (reservoir/ formasi/pumping unit-pump barrel), misalnya instruksi penggantian polly juga harus jelas dan teratur, dsini bisa terjadi 2 x dalam sebulan, yang parahnya tidak ada penerapan pengambilan sonolog (WFL/SFL/FAP) sebelum/sesudah penggantian polly, yang berkibat sumur FNS dan Stuck berujung Lost Produksi.

Untuk standar/unit dibawah migas seharus pakai/ada standarnya bukan asal beli dan pasang yang berakibat pemborosan biaya operasioanal dan meniadakan keselamatan kerja dan units.

Semua hal diatas entah diketahui management atau tidak, kami juga tak tahu, yang jelas diketahui pimpinan lapangan langsung (supertendent), tapi tidak bisa berkata dan berbuat, akhirnya kamilah yang disalahkan dan dipojokkan dan berakhir dengan tepuk tangan pemecatan yang tidak sistematik,

Kami berharap dari berbagai pihak agar memperhatikan, menganalisa serta menindak lanjuti hal tersebut, jika asset negara/daerah mau selamat, kebetulan yang mengoperasikan di lapangan bukanlah orang daerah yang mempunyai kemampuan, bahkan tidak mempunyai sertificate kualifikasi Migas/ Wakatex, yang nota benenya juga tamatan SMA yang bermodal nekat.

Semoga hal yang kami perbuat ini ada manfaatnya bagi perusahaan, negara, daerah, orang disana, sesudah kami, walau kami tak dipakai lagi bekerja disana. ***