SELATPANJANG - Sejak sebulan ini, masyarakat Pelalawan dan Inhil dihebohkan dengan tewasnya warga akibat diterkam harimau. Masuknya Harimau Sumatera (Phantera Tigris Sumaterae) ke pemukiman masyarakat disebabkan kompetisi ruang dan ekologi dengan manusia yang meluluhlantakkan lingkungan hidup.

Dua warga Pelalawan dan Inhil yang tewas diterkam harimau adalah Jumiati dan Yusri. Harimau yang menerkam ini diberi nama Bonita.

Pakar lingkungan DR Elviriadi mengatakan, masuknya Harimau Sumatera ke pemukiman masyarakat disebabkan kompetisi ruang dan ekologi dengan manusia yang meluluh lantakkan lingkungan hidup.

Menurutnya, ada 3 tiga penyebab  konflik satwa liar versus manusia. Termasuk yang terkini, harimau menerkam Jumiati dan Yusri.

Pertama, habitat harimau di Riau sudah terfragmentasi (terputus) oleh perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Koridor (jalan khusus) harimau antara tutupan lahan di Hutan Lindung maupun Suaka Margasatwa tidak boleh terputus oleh perkebunan.

"Harimau memerlukan lansekap alam yang luas, vegetasi bawah yang rimbun, dan pakan (mangsa) yang cukup," kata Elviriadi, Rabu (14/3/2018).

Kedua, kata Elviriadi lagi, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau sudah berupaya serius mengkonservasi harimau secara in situ di Rimbang Baling, Bukit Suligi, Kerumutan, Cagar Biosfer Giam Siak Kecil dan SM Bukit Batu. Malah, BBKSDA juga membikin Sanctuary (habitat model) untuk kelestarian satwa liar itu.

Tapi semua kawasan konservasi itu terus merosot dan berkurang sehingga harimau tak 'betah' lagi tinggal di sana," ujar anak Watan Kepulauan Meranti itu.

"Ketiga, fakta miris ini sebenarnya adalah pengumuman bagi para pengganas hutan, bahwa deforestasi di Riau warisan Orde Baru (Orba) telah menghasilkan kebakaran gambut dan amukan harimau," kata Ketua Departemen Perubahan Iklim Mejelis Nasional KAHMI ini lagi.

Ditanya soal tudingan oknum anggota DPRD Riau bahwa BBKSDA tidak bekerja, Elv menjawab tidak juga. Menurutnya, BBKSDA kan tugasnya justru menyelamatkan hutan, menolong harimau jangan sampai punah dan tidak keluar habitat. Hanya saja, perusakan hutan tak terbendung.

Jadi, menurut Elv, masalah ini harus dilihat secara komprehensif dari hulu ke hilir. Hanya saja Tim Rescue Gabungan Konflik Harimau harus bertindak sigap dan tegas. 'Bonita' dan 'Boni' harus dievakuasi dengan hati-hati, lalu dilepas liarkan.

"Tetapi gejolak masyarakat harus dipertimbangkan untuk menghindari konflik baru yang makin merugikan daerah Riau," katanya. ***