JAKARTA - Shalat Tarawih 23 rakaat di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Quraniyah, di Indramayu, Jawa Barat, selesai dilaksanakan dalam waktu sekitar 7 menit. Menanggapi hal itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, mengatakan, ibadah shalat Tarawih tak bisa dinilai dari cepat atau lama pelaksanaannya.

Asrorun menjelaskan, harus dilihat dari aspek syariahnya dulu, kemudian dari aspek maqosid syariah. Aspek syariahnya, kata Asrorun, pelaksanaan shalat itu merupakan bagian dari ibadah mahdhah atau ibadah yang syarat, rukun dan tata caranya sudah ditetapkan dan harus dipenuhi.

"Jadi isunya bukan soal cepat atau lama. Bisa jadi cepat dia terpenuhi syarat rukunnya, itu sah. Atau sebaliknya, dia lama tetapi tidak terpenuhi syarat dan rukunnya, dia tidak sah. Artinya, memang secara syar'i, isu soal lama atau cepat itu tidak begitu relevan ketika membincangkan soal aktivitas ibadah mahdhah ini," kata Asrorun, Senin (18/3/2024), seperti dikutip dari Viva.co.id.

Asrorun mengingatkan, jika ibadah dilakukan terlalu cepat atau terlalu lama maka dikhawatirkan bisa kehilangan 'ruh' disyariatkannya pelaksanaan ibadah ini.

"Yang pertama yang harus diperhatikan adalah terpenuhi syarat rukun shalat," ujarnya.

Syarat sahnya shalat, salah satu yang harus diperhatikan dalam aktivitas shalat itu adalah soal terpenuhinya kewajiban dari pelaksanaan shalat.

"Jadi di situ ada syaratnya, di situ ada rukunnya, nah rukunnya salah satunya adalah pergerakan dilakukan secara tuma'ninah. Tuma’ninah Itu apa indikasinya, yaitu ketenangan dalam situasi gerakan, ada jeda yang menunjukkan keterpisahan," kata Asrorun.

"Misalnya ketika rukuk dengan i'tidal itu ada keterpisahan. Rukuk jelas, sujud jelas, duduk diantara dua sujud jelas, sehingga ada keterpisahan, ini yang harus tercapai," tambahnya.

Selanjutnya, dia juga mengingatkan terkait dengan bacaan dimana pembacaan Surat Al Fatiha harus dilakukan secara sempurna.

"Kemudian kalau toh membaca surah, surah itu tidak menjadi rukun, tetapi dalam hal ini sunnah. Bisa surah pendek, bisa salah satu ayat diantara ayat Al Quran," ujar Asrorun.

Tetapi, ayat pun juga harus yang tidak terpotong maknanya.

"Misalnya 'Fawailul lilmusholliin' itu kan satu ayat, tetapi artinya ‘celakalah orang yang shalat’, jadi harus disempurnakan," kata Asrorun.

Asrorun juga mengungkapkan terkait tuntunan Nabi Muhammad SAW yang memerintahkan Imam meringankan shalat apabila makmumnya dalam kondisi yang beragam.

"Apabila kamu mengimami masyarakat yang plural yang jamaahnya dari mana saja itu peringan. Karena apa? Karena di dalam makmum jamaah-mu itu bisa ada anak kecil, ada yang dewasa, ada yang senior, kemudian ada yang punya kebutuhan dan sebagainya. Kalau shalat sendiri boleh dilamain," ujar Asrorun.

Namun Asrorun mengatakan, imam boleh mempercepat ataupun memperlama shalat apabila memimpin shalat yang jamaahnya khusus. Misal seperti di Ponpes Al Quraniyah yang mayoritas meminta imam melaksanakan shalat Tarawih secara cepat.

"Cuma kita harus pahami juga konteksnya. Kalau bersifat khusus, seperti yang di Ponpes Al Fatah Temboro, itu jamaahnya khusus, boleh nggak lama? Ya boleh. Kemudian yang di Al Quraniyah, boleh nggak cepet? Ya boleh. Tapi asal syarat rukunnya tetap terpenuhi," kata Asrorun.

Tarawih 7 Menit

Sebelumnya diberitakan, pelaksanaan shalat Tarawih di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Quraniyah, di Indramayu Jawa Barat, mungkin merupakan yang tercepat di dunia. Sebab, shalat Tarawih 20 rakaat ditambah shalat Witir 3 rakaat (total 23 rakaat) selesai dilaksanakan hanya dalam waktu sekitar 7 menit.

Dikutip dari Republika.ck.id, Pengasuh Pondok Pesantren Al Quraniyah, Ustaz Azun Mauzun, mengatakan, shalat Tarawih secara cepat itu sudah menjadi tradisi di Ponpes Al Quraniyah. Menurutnya, Tarawih 'kilat' itu sudah dilakukan selama 15 tahun.

"Jadi Tarawih di pesantren kita ini sudah 15 tahun ini karena permintaan masyarakat sekitar dan para santri untuk mempercepat gerakan shalat yang ada di pesantren kita ini," kata Azun dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, 18 Maret 2024.

Jika dirincikan, satu rakaat pada Tarawih kilat tersebut hanya membutuhkan 18 detik. Tiap rakaatnya, menurut Azun, imam juga membaca surat Al Fatiha, lengkap dengan surat-surat pendek.

Meski dilakukan dengan sangat cepat, namun Azun mengklaim bahwa bacaan dari imam shalat Tarawih dapat didengar dengan sangat jelas. Bahkan pelafalan huruf dan tajwidnya juga dapat didengar dengan jelas.

"Bacaannya sangat jelas, makhrajnya sangat jelas, tajwidnya juga sangat jelas," kata Azun.

Menurut Azun, Tarawih secara cepat tersebut telah menjadi permintaan masyarakat sekitar dan juga santri di pondok pesantren tersebut. Sehingga, sampai dengan saat ini tidak pernah ada yang komplain.

Azun mengatakan, shalat Tarawih 23 rakaat selesai dalam 7 menit merupakan hal yang biasa. Malah menurutnya pernah salat tarawih selesai lebih cepat, yakni hanya sekitar 6,5 menit, yaitu pada waktu pandemi Covid-19.

"Tidak pernah ada komplain. Malah waktu saat pandemi 6 menit setengah sudah selesai," ujarnya.

Azun juga mengungkapkan, Tarawih dilakukan dengan dua rakaat sekali salam. Dia juga menambahkan, bahwa setelah Al Fatiha, Imam hanya membaca satu atau dua ayat bagian dari surat pendek, sehingga bisa selesai dengan cepat.

"Jadi surat pendek semua, misalnya Yaa Siin, Allahu Akbar, ruku," sambungnya.***