PANGKALAN KERINCI - Ketua Umum Sentral GerakanPemuda Pelalawan (SGP-P), Jaka Endang mengkritisi kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pelalawan dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pelalawan, pasca Pemilu 2019.

Menurut dia, sebagai penyelenggara KPU tidak tidak memahami tentang tata cara dan aturan pemilu. Bahkan ada persepesi berbeda antara Komisioner KPU, PPK, PPS dan KPPS.

Menurut Jaka Endang, sejauh ini banyak terjadi pelanggaran pemilu. Namun tindakan konkrit atas pelanggaran tersebut justru menimbulkan persoalan akibat kurang tegasnya KPU dan Bawaslu.

"Seperti yang terjadi di TPS 02 Kelurahan Pangkalan Bunut, Kecamatan Bunut dimana pada awal penghitungan kotak suara sebanyak 5 kotak jumlah kertas suara 253 disetiap kotak suara. Namun setelah dihitung usai pencoblosan pada empat kotak suara (Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD dan DPRD Provinci) ada kertas suara sisa 40 lembar namun tak ditemukan pada kotak suara DPRD Kabupaten/Kota," bebernya.

Hal ini, kata Jaka Endang, memicu pertanyaan besar bagi masyarakat yang melihat kejadian tersebut pada 17 April lalu. "Salah satu saksi marah dan mempertanyakan kemana kertas suara yang sisa tadi?," terang dia.

Disampaikannya, penyelenggara terkesan tidak memahami tentang tata cara dan aturan pemilu. Terjadi pemahaman yang berbeda antara Komisioner KPU, PPK, PPS dan KPPS.

"Tentu ini merugikan banyak pihak, sementara uang negara cukup besar dikucurkan untuk menciptakan penyelenggara yang bijaksana dan pintar," ujarnya.

Jaka Endang mengingatkan KPU Pelalawa agar segera melakukan evaluasi internal terhadap PPK-PPS dan KPPS. Tak hanya itu, netralitas Bawaslu lelalawan juga dipertanyakan.

"Kalau sudah dilakukan Bimtek, mengapa mereka tidak paham. Demikian juga dengan PTPS, banyak yang tidak netral. Ada bukti autentik mereka adalah pendukung salah satu Paslon Presiden, banyak bukti-buktinya kenapa mereka direkrut," tegasnya, kepada GoRiau.*