PEKANBARU – Penyelidikan kasus ilegal Mining yang dilakukan oleh PT BTP dan PT BBM di wilayah Rokan Hilir (Rohil) terus dilakukan Polda Riau. Dalam waktu dekat akan dilakukan gelar perkara.

Gelar perkara dilakukan terkait dugaan tindak pidana pertambangan mineral dan batubara berupa kegiatan pertambangan jenis tanah timbun menggunakan IUP eksplorasi di Kecamatan Tanah Putih Rokan Hilir.

Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto menjelaskan, sejak Januari (11/1/2022) lalu, pihaknya telah berkoordinasi dengan Inspektur Tambang ESDM RI Provinsi Riau sebagai Pengawas izin IUP kedua perusahaan terkait kegiatan pertambangan galian C yg dilakukan oleh PT BTP dan PT BBM.

“Dari hasil rapat tersebut, dihadapan Koordinator Inspektur Tambang Riau, kedua PT membuat pernyataan tertulis menyatakan menghentikan kegiatan menambang tanah urug yang dibeli oleh PT RDP untuk kebutuhan wellpad PT Pertamina Hulu Rokan di wilayah Rokan Hilir,” jelas Narto, Senin (16/5/2022).

Selanjutnya kata Narto, Tim Ditreskrimsus Polda Riau bersama tim dari Inspektur Tambang Kementerian ESDM sudah melakukan penyelidikan, pengecekan dan pemeriksaan di lokasi wilayah izin usaha pertambangan tanah urug yang dilakukan oleh PT. BTP seluas 5 Ha di Desa Manggala Sakti Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rohil.

“Perusahaan ini memiliki IUP Eksplorasi namun belum di tingkatkan ke IUP Operasi Produksi, sehingga belum bisa melakukan trading. Di lokasi ini tidak ditemukan aktifitas pertambangan dan seluruh lokasi kosong serta tidak ada peralatan kegiatan pertambangan atau karyawan. Tim hanya menemukan adanya bekas aktifitas kegiatan pertambangan tanah urug yang telah ditinggalkan, “ ujarnya.

Selain itu, pengecekan di lokasi milik PT BBM di Kecamatan Tanah Putih seluas 3,69 HA, tim juga tidak menemukan aktifitas pertambangan.

“Di lokasi kedua ini juga tidak ada aktifitas, kosong tidak terdapat peralatan kegiatan pertambangan maupun karyawan, namun memang ditemukan bekas aktifitas kegiatan pertambangan tanah urug yang ditinggalkan,” lanjut Narto.

Mendasari hasil pengecekan di lapangan tersebut, Narto mengaku pihaknya telah memanggil 8 orang saksi dari beberapa pihak untuk dimintai keterangannya.

“Iya, petugas Ditkrimsus telah meminta keterangan 8 saksi diantaranya masing masing 1 orang saksi dari pihak PT BTP, dan PT BBM, 4 saksi dari PT RDP, 1 saksi dari PT PHR dan 1 saksi dari pihak Inspektorat Tambang ESDM Provinsi Riau. Kami juga telah bersurat meminta bantuan Saksi Ahli dari Dirjen Minerba Kementrian ESDM di Jakarta,” papar Narto.

Narto menegaskan bahwa kasus tersebut ditangani dan saat ini tahap penyelidikan oleh Ditreskrimsus Polda Riau.

Direktur Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Ferry Irawan, juga mengatakan pihaknya akan melakukan gelar perkara setelah mendapatkan keterangan saksi ahli.

“Keterangan saksi ahli sangat dibutuhkan dalam kasus ini, untuk melihat arahnya ini menjadi bagian saksi administrasi atau saksi lain. Setelah pemeriksaan saksi ahli, akan kami gelar perkaranya untuk menentukan pelanggarannya apakah ada indikasi pidana atau sanksi administrasi. Keterangan ahli ini akan kita jadikan pijakannya,” terang Ferry.

Kombes Ferry mengatakan, menurut Undang Undang Minerba jika kegiatan yang tertangkap tangan melakukan aktifitas, baru bisa masuk unsur pidananya.

“Akan saya dalami lagi kasus ini. Mereka baru melakukan aktifitas sekitar semingguan sebelum akhirnya mereka hentikan. Perbuatan melawan hukumnya kita perhatikan betul dan keterangan saksi ahli nantinya akan sangat membantu dalam kita menangani kasus ini secara profesional dan proporsional,” tutupnya. ***