SELATPANJANG - Pakar Lingkungan Elviriadi melihat, konflik lahan di kabupaten kota di Riau terus meningkat hingga awal 2018. Hal itu disebabkan tumpang tindihnya izin pengelolaan hutan dan lahan dari Pemerintah dengan hak milik masyarakat lokal maupun hak ulayat adat.

Dampaknya, kata Elviriadi, selain ancaman bencana, yang menakutkan adalah makin terkikisnya budaya Melayu. Menurutnya, bencana itu ada dua. Yaitu bencana alam seperti banjir dan bencana sosial seperti kemiskinan, kekerasan penanganan konflik, sampai menimbulkan korban jiwa.

"Tapi yang sangat riskan bagi masa depan Riau adalah dampak terkikisnya budaya Melayu akibat konflik lahan," ungkap Ketua Dewan Pembina Gerakan Masa Depan Indonesia (GMDI), Sabtu (13/1/2018).

Dijelaskan Dosen UIN Suska itu lagi, hutan tanah di tangan orang Melayu dijadikan tempat menyusun norma budaya dan aktivitas kesenian. Sedangkan gemuruh investasi dan penguasaan lahan dari 'orang luar' mensifati hutan tanah hanya sebatas uang.

Dicontohkan laki-laki bertubuh tambun ini, dari satu pohon Meranti, dapat dibuat 19 alat musik tradisional Melayu. Alat musik itu menciptakan tarian, nyanyian, dan ritual adat. Bagi orang Melayu, alam dan hutan menjamu kehidupan untuk mengajarkan ikhwal saling berbagi, saling memuliakan, interdependensi, dan perwujudan ayat-ayat ilahiah yang penuh hikmah.

"Kalau pokok kayu dah gundul, maka hilanglah khazanah budaya Melayu itu," ujar Elviriadi.

"Nah, dengan berpindah tangan kepemilikan lahan itu, maka budaya dan kreasi seni melayu makin pudar. Berganti musik jazz, bethoven, mozart, dan gaya barat lainnya," tambah Elv.

Elv juga menyayangkan kegiatan Bokor Rivera di Kabupaten Meranti dengan latar ekosistem bakau. Bakau belum lesap, seni barat dah menggelegar di kampung-kampung. Elv mengusulkan adanya lembaga mediasi konflik agraria yang mengerti tamadun dunia Melayu sehingga tak hilang jejak sejarah ke masa depan.

"Kemarin saya sampaikan dalam Seminar di Hotel Ovo, bagaimana konflik lahan di Riau telah meredupkan sosial budaya masyarakat Melayu," kata Elv. ***