JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengritik wacana Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk tidak memroses hukum pelaku korupsi di bawah Rp50 juta, melainkan hanya diminta mengembalikan kerugian negara.

Dikutip dari Kompas.com, peneliti ICW Kurnia Ramadhana, mengingatkan, pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin itu akan menambah keinginan seseorang melakukan tindak pidana korupsi.

''Pernyataan Jaksa Agung itu akan semakin menambah semangat para pelaku untuk melancarkan praktik korupsi karena dijamin oleh Kejaksaan Agung tifak akan di proses hukum,'' ujar Kurnia Ramadhana kepada Kompas.com, Jumat (28/1/2022).

Kurnia menambahkan, pernyataan Burhanuddin itu tidak berdasarkan hukum. Sebab, tidak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

''ICW tidak memahami apa argumentasi hukum yang mendasari pernyataan Jaksa Agung perihal penghapusan pidana pelaku korupsi di bawah Rp50 juta jika kemudian dananya dikembalikan,'' tuturnya.

''Sebab sampai saat ini Pasal 4 UU Tipikor masih berlaku,'' sambung Kurnia.

Adapun Pasal 4 UU Tipikor menyebut, pengembalian kerugian negara tidak lantas menghentikan proses pidana pelaku korupsi.

Di sisi lain, ucap Kurnia, pengembalian kerugian negara hanya mempengaruhi pemberian tuntutan dan hukuman pada seorang koruptor.

''Bukan (berarti) malah tidak ditindak,'' katanya.

Adapun pernyataan Burhanuddin itu disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kamis (27/1/2022).

Pernyataan itu lantas mendapat kritik dari berbagai pihak, tak terkecuali anggota Komisi III DPR fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani.

Ia menyampaikan pernyataan Burhanuddin harus dikaji dengan hati-hati.

''Tidak semata-mata terkait jumlahnya saja,'' katanya.

Sementara itu peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai pernyataan Burhanuddin berpotensi membuat tindak pidana korupsi semakin merajalela, khususnya di tingkat daerah.

Sebab, jika wacana Burhanuddin benar-benar direalisasikan, maka tidak ada hukuman yang memberi efek jera untuk para pelaku korupsi.

Senada dengan itu Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalan, Feri Amsari menegaskan, bahwa tindak pidana korupsi tidak bisa dilihat hanya dari kerugian materi.

"Ini bukan soal uang yang dicuri saja, tapi juga soal akibat lain yang ditimbulkan. Misalnya, ada kehidupan sosial dengan budaya korupsi akibat dari kejahatan itu. Sistem pemerintahan yang buruk juga akibat dari praktik yang koruptif,'' imbuh Feri.***