JEMBER - Polres Jember telah menetapkan pengasuh Pondok Pesantren Al-Djaliel 2 Kiai Muhammad Fahim Mawardi atau MF sebagai tersangka dugaan pencabulan terhadap beberapa santriwati. MF dijerat pasal berlapis dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

"Dari hasil penyidikan, penyidik menetapkan saudara MF sebagai tersangka untuk selanjutnya dilakukan penahanan. Terkait tindak pidana pencabulan dan tindak pidana kekerasan seksual," ujar Kapolres Jember AKBP Hery Purnomo, dalam jumpa pers, Jumat (20/1/2023), seperti dikutip dari Liputan6.com.

Kiai MF yang dihadirkan dalam jumpa pers tersebut, nampak tertunduk lesu dengan penutup wajah dan kepala warna hitam. Ia mengenakan baju tahanan polisi berwarna oranye dengan tangan tidak diborgol.

MF ditahan sejak Selasa (17/01/2023) dini hari setelah menjalani pemeriksaan selama hampir 12 jam.

Penjelasan Kapolres Jember membantah klaim dari tim kuasa hukum MF, Andy C Putra yang menyebut polisi hanya menjerat kliennya dengan pasal dalam UU Kekerasan Seksual dan batal menerapkan pasal UU Perlindungan Anak.

Sebab, menurut pengacara MF, kliennya tidak terbukti melakukan kekerasan seksual kepada santriwati yang di bawah umur dan hanya disangka melakukan kekerasan seksual kepada seorang ustazah yang sudah dewasa.

“Terhadap tersangka, penyidik menerapkan pasal 82 ayat 1 ayat 2 Jo pasal 76E UU No 17 Tahun 2017 tentang Penetapan Perpuu No 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas perubahan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” tambah AKBP Hery Purnomo.

Atas pelanggaran UU Perlindungan Anak ini, MF terancam hukuman 15 tahun penjara.

“Dan atau Pasal 6 huruf C Jo pasal 15 huuruf b,c , d ,g, i, UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Atau pasal 294 ayat 21 KUHP. Untuk pasal 6 UU TPKS, ancaman hukuman 12 tahun. Dan untuk pasal 294 KUHP ancaman hukuman 7 tahun,” sambung Hery.

Penerapan pasal dalam UU Perlindungan Anak ini sekaligus membantah klaim pengacara MF yang menyebut korban kejahatan dari sang kiai hanya satu orang, yakni seorang pengajar pesantren. Secara tersirat, polisi menyebut korban masih di bawah umur.

“Untuk korban ada 4 orang, kami tidak sebut nama-namanya. Saat ini penyidik telah berkoordinasi dengan DP3AKB (Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB) berkaitan dengan pendampingan anak,” ujar perwira yang pernah menjadi penyidik KPK ini.

Dugaan kekerasan seksual terjadi pada periode Desember 2022 dan Januari 2023. Modus yang digunakan, tersangka melakukan pencabulan terhadap para korban di sebuah ruangan studio yang ada di dalam ruang pondok.

Amankan CCTV

Selain tersangka dan korban serta saksi peristiwa, polisi juga telah memeriksa sejumlah saksi ahli dalam kasus ini.

“Kami juga telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak baik ahli pidana, ahli psikologi dan juga ahli agama dari MUI untuk menambah alat bukti dan memperjelas terkait perkara yang terjadi,” tutur Hery.

Penyidik juga sudah mengamankan beberapa barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana yang terjadi. Terdapat 10 item barang bukti, elektronik yang sdh diamankan penyidik. Mulai dari CCTV, handphone, laptop, juga beberapa barang yang berkaitan secara langsung yang ada di tempat kejadian perkara.

Sebelum menetapkan MF sebagai tersangka, polisi juga sudah memeriksa sejumlah santriwati dan melakukan visum terhadap para korban di rumah sakit. Adapun studio yang diduga digunakan oleh tersangka untuk melakukan kejahatan merupakan kamar yang ada di lantai 2 di gedung Ponpes Al-Djaliel 2.

Kamar tersebut digunakan tersangka MF untuk merekam ceramahnya dalam bentuk video. Selain sebagai pemimpin pesantren, MF juga dikenal sebagai youtuber dengan channel Youtube “Benteng Aqidah”.***