SIAK - Berbagai faktor memungkinkan bagi anak untuk melakukan kenakalan dan kegiatan kriminal yang dapat membuat mereka terpaksa berhadapan dengan hukum dan sistem peradilan. Anak yang melakukan tindak pidana ini bisa disebut pula dengan anak yang berhadapan dengan hukum.

Ketua Pengadilan Negeri Siak, Bambang Trikoro menyebutkan terkait upaya memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, sistem peradilan pidana anak harus dimaknai secara luas. Ini tidak hanya dimaknai sekedar penanganan anak yang berhadapan dengan hukum semata.

"Namun sistem peradilan pidana anak harus juga dimaknai mencakup akar permasalahan mengapa anak melakukan perbuatan pidana dan upaya pencegahannya," katanya saat menghadiri acara seminar ABH di Ruang Rapat Indra Pahlawan Kantor Bupati Siak, Rabu (5/12/2018) pagi tadi.

Lebih jauh, ruang lingkup sistem peradilan pidana anak mencakup banyak ragam dan kompleksitas isu mulai dari anak melakukan kontak pertama dengan polisi, proses peradilan, kondisi tahanan, dan reintegrasi sosial, termasuk pelaku-pelaku dalam proses tersebut.

Perlindungan terhadap anak ini juga mencakup kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Perlindungan anak-anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), merupakan tanggung jawab bersama aparat penegak hukum. Tidak hanya anak sebagai pelaku, namun mencakup juga anak yang sebagai korban dan saksi.

"Aparat penegak hukum yang terlibat dalam penanganan ABH agar tidak hanya mengacu pada Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Sistem Peradilan Pidana Anak atau peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penanganan ABH, namun lebih mengutamakan perdamaian daripada proses hukum formal," katanya.

Selain itu juga diversi atau penyelesaian perkara secara informal diatur dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak tahun 2012.

Dengan diversi, anak yang berhadapan dengan hukum akan diupayakan untuk menyelesaikan persoalan hukumnya secara musyawarah, dan dengan demikian tidak dikenai sanksi pidana pemenjaraan, melainkan lebih kepada pembinaan.

Penerapan diversi didasarkan pada pertimbangan masa depan dari si anak. Dalam prosesnya, akan dilibatkan psikolog, polisi, advokat, jaksa, hakim, petugas Bapas, petugas Lapas dan warga masyarakat.

Namun diversi hanya bisa diterapkan kepada anak yang bukan resedivis dan tindak kejahatan yang dilakukan ancamannya tidak di atas tujuh tahun penjara.

Pasal 8 ( 1 ) Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orangtua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.***