PEKANBARU - Dugaan tindak pidana korupsi berjamaah 40 anggota DPRD Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau ditangani Kejaksaan Negeri setempat. Modusnya, para anggota dewan tersebut menerima kelebihan bayar dari Sekretariat Dewan Inhu.

Kasi Pidana Khusus Kejari Indragiri Hulu, Ostar Al Pansri mengatakan, seluruh anggota dewan tersebut telah mengembalikan uang APBD yang menjadi kelebihan bayar tersebut. Namun, dari Rp1,3 Miliar, belum semua uang kelebihan bayar itu yang dikembalikan.

"Belum semua yang diperiksa, tapi mereka sudah mengembalikan uang kelebihan bayar tersebut. Tapi belum semua dari Rp1,3 M itu," kata Ostar saat dihubungi Goriau.com, Senin (22/7/2019).

Saat ditanya apakah kasus tersebut akan dihentikan jika uang kelebihan bayar sudah dikembalikan semuanya, Ostar enggan menjelaskan.

"Kalau soal sudah dikembalikan semuanya, dihentikan atau tidak, saya belum bisa menjawab. Nantinya saya kordinasi dulu ke pimpinan di Kejati Riau," kata Ostar.

Bahkan, kata Ostar, ada surat kebijakan dari Sekwan DPRD Inhu, yang membolehkan para anggota dewan itu mengembalikan uang kelebihan bayar dengan cara diangsur. Waktunya hingga sampai masa jabatan selesai.

"Surat itu kita terima dan diteliti dulu, nanti akan kita bawa ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), apakah surat itu boleh atau tidak," tegas Ostar.

Dugaan korupsi berjamaah di DPRD Inhu, ada dua kasus yang ditangani. Pertama, temuan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK terjadi kelebihan bayar anggota dewan sebesar Rp1,3 miliar. Kasus ini ditangani Kejari Indragiri Hulu.

Kedua, kasus dugaan korupsi perjalanan dinas fiktif dan penyelewengan anggaran lainnya oleh 40 anggota Dewan. Kerugian Negara akibat perjalanan dinas fiktif dan penyelewengan anggaran lainnya mencapai lebih dari Rp45 Miliar. Kasus ini ditangani Polisi.

Sudah 40 anggota DPRD dipanggil. Namun belum ada kelanjutan dari dua kasus ini. Sehingga mahasiswa dari berbagai universitas melakukan aksi unjuk rasa ke Kantor Kejati dan Polda Riau, Senin (22/7). Peserta aksi secara bergantian berorasi. Mereka menuntut polisi ikut mengawasi penanganan perkara Tipikor Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif anggota DPRD Indragiri Hulu.

Koordinator Lapangan Aksi, Beni Andalas Putra menjelaskan, perkara tindakan korupsi SPPD fiktif ini diduga melibatkan 40 orang anggota DPRD Inhu dan tengah ditangani oleh pihak Polres Inhu dan Kejaksaan Negeri Inhu. Mereka berharap penegakan hukum di Kabupaten Inhu dilaksanakan secara bersih dan tuntas.

"Kita ingin Polda Riau turut mengawasi penanganan dugaan Kasus Korupsi SPPD Fiktif anggota DPRD lnhu yang ditangani Polres Inhu, dan memerintahkan Kapolres inhu untuk segera menuntaskan penangan kasus tersebut," kata Beni.

Selain menggelar aksi di Polda Riau, massa juga melakukan aksi di Kejaksaan Tinggi Riau yang berlokasi di jalan Sudirman Pekanbaru.

Massa juga meminta Kejaksaan Tinggi Riau ikut mengawasi penanganan kasus dugaan korupsi kelebihan bayar di Sekwa Inhu, dan memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri lnhu untuk segera menaikkan status penyelidikan menjadi penyidikan.

"Kita juga meminta Kejaksaan Negeri Inhu segera menetapkan tersangka dalam kasus ini. Kita minta Kajati Riau memerintahkan Kajari Inhu untuk bersikap sebagai penegak hukum bukan penagih utang. Karena kasus korupsi bukan sama dengan utang piutang yang harus ditagih," ucap Beni.

Kejaksaan Inhu saat ini telah memeriksa sekitar 30 anggota DPRD Inhu tentang dugaan korupsi berdasarkan audit BPK RI tersebut. Namun dia menyayangkan Kejari Inhu lamban dalam menangani kasus tersebut.

"Kami harap Kejari Inhu benar benar menjadi lembaga Penegak Hukum yang menindak para Koruptor di Inhu, dan kami tidak menginginkan Kejaksaan lnhu menjadi lembaga penagih butang pada Anggota DPRD Inhu, karena tentang kerugian Negara yang telah ditemukan oleh BPK RI dalam audit harus ditindak secara hukum," kata Beni. (gs1)