JAKARTA, GORIAU.COM - Lembaga Survei Independen Nusanatara (LSIN) kembali melakukan Survei nasional tentang Solusi Perpecahan Parpol di Indonesia. Survei nasional LSIN ini dilakukan rentang waktu 18-29 Januari 2015, melibatkan 1.260 responden dari 34 Provinsi di Indonesia dengan maksud untuk menjajaki aspirasi publik terhadap Solusi Perpecahan Parpol di Indonesia.

Hasil survei LSIN menunjukkan bahwa berlarut-larutnya perpecahan internal Golkar menggugah publik agar para petinggi partai Golkar segera melakukan penyelesaian konflik di internal partai. Sebab konflik di internal partai Golkar tentu saja memberi dampak besar terhadap kondisi iklim perpolitikan tanah air mengingat partai Golkar adalah partai pemenang kedua pada Pemilu 2014 dan memiliki wakil yang sangat besar di parlemen.

Demi menyelamatkan partai partai Golkar, publik berharap agar para tokoh senior partai Golkar turut berperan aktif dalam menyelesaikan kisruh di internal partai partai Golkar. Ketika responden diajukan pertanyaan siapakah tokoh partai Golkar yang dapat menjadi dewa penyelamat perpecahan internal partai Golkar?, mayoritas responden yaitu sebesar 32,3 persen merekomendasikan sosok Akbar Tandjung.

Akbar Tandjung dinilai oleh publik sebagai tokoh partai Golkar yang bisa menyelamatkan partai Golkar dari konflik internal yang berkepanjangan hingga kini. Kesenioran Akbar Tandjung dan kemampuan lobbying-nya dinilai oleh publik bisa menjadi solusi rumitnya perpecahan internal partai Golkar yang sejatinya bersumber dari ambisi perebutan ketua umum partai Golkar antara Agung Laksono dengan Abu Rizal Bakrie.

Abu Rizal Bakrie ingin mempertahankan posisi ketum partai Golkar dengan berbagai pertimbangan dan cenderung mengambil segala cara bahkan menggunakan cara-cara yang tidak lazim dan tidak mencerminkan praktik-praktik demokrasi di internal partai. Kepemimpinan ARB di partai Golkar tidak bisa menjaga sistem demokrasi di internal partai dengan memaksakan dan mengkondisikan terjadinya aklamasi dalam proses pemilihan ketum partai Golkar sebagaimana yang terlaksana di munas Bali.

Hal ini sekaligus juga memperburuk proses kaderisasi internal partai dengan menutup peluang bagi kader-kader muda partai Golkar untuk maju berkompetisi sebagai calon ketua umum. Kondisi yang demikian mamantik kubu Agung Laksono untuk melakukan perlawanan dengan membentuk tim penyelamat partai Golkar, melakukan pendudukan kantor partai Golkar, dan melaksanakan Munas tandingan yang dislelenggarakan di Jakarta. Kedua tokoh partai Golkar tersebut sama-sama bermbisi merebut ketua umum partai Golkar dengan menggunakan segala cara hingga terjadi perseteruan panjang sampai paa gugatan di pengadilan. Kondisi yang demikian (perseteruan ARB vs AL) adalah preseden buruk bagi partai partai Golkar sebagai partai besar di Indonesia.

Mantan Presiden ketiga BJ Habibie juga direkomendasikan oleh publik sebagai sosok sesepuh yang bisa membantu menyelesaikan perpecahan internal Partai Golkar yaitu sebesar 21,1 persen resonden. Berikutnya adalah Wapres Jusuf Kalla dengan 16,2 persen, nama mantan menteri perindustrian di era Kabinet Indonesia bersatu jilid pertama Fahmi Idris juga direkomendasikan dengan 9,7 persen, kemudian terakhir ada nama mantan menteri di era orde baru Siswono Yuso Husodo dengan 2,1 persen. Sedangkan tokoh-tokoh senior partai Golkar lainnya, termasuk di dalamnya keluarga besar mantan presiden Suharto juga diharapkan oleh para responden untuk dapat membantu menyelesaikan kisruh di internal partai Golkar dengan presentase 10,5 persen.

Direktur Eksekutif LSIN, Yasin Mohammad melalui siaran resminya kepada GoRiau.com, Selasa (24/2/2015) mengatakan bahwa ketika responden diajukan pertanyaan bagaimana pendapat anda terkait perpecahan Partai Golkar? 16,3 persen responden sangat menyayangkan terjadinya perpecahan yang terjadi di partai yang berlambang pohon beringin tersebut, mayoritas responden mengatakan bahwa penyebab utama perpecahan di partai Golkar adalah perebutan kekuasan di pucuk pimpinan partai Golkar dengan 36,6 persen, sementara hanya 13,8 persen responden yang tidak peduli terhadap perpecahan di tubuh partai Golkar dan 33,3 persen responden memilih untuk tidak menjawab atau tidak tahu.

Lalu sejauh mana publik melihat dinamika yang terjadi di partai Golkar pada saat ini, dan apa penyebab utama terjadinya konflik di internal Partai Golkar. Ketika para responden diajukan pertanyaan apa penyebab utama konflik di internal partai Golkar? 30,6 persen responden berpandangan bahwa perebutan posisi ketua umum adalah penyebab utama konflik yang terjadi di partai pemenang kedua pemilu 2014 tersebut. Kemudian 16,1 persen responden berpendapat bahwa perseteruan antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan kubu Koalisi Merah Putih (KMP) adalah penyebab perpecahan internal partai Golkar. Berikutnya 14,5 persen responden menilai bahwa perpecahan di internal partai Golkar adalah karena perseteruan demi perebutan kekuasaan semata, kekuasaan baik di internal partai maupun kekuasaan ke pemerintahan karena partai.

Praktik politik uang juga dinilai publik menjadi penyebab perpecahan internal partai Golkar dimana 12,9 persen responden. Apalagi selama ini praktek politik uang telah merasuki ke seluruh aspek termasuk di dalam partai-partai politik di tanah air, politik uang dinilai menjadi bumbu bagi perpecahan internal partai Golkar saat ini. Kemudian 4,1 persen responden berpandangan bahwa praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadi penyebab perpecahan partai Golkar. 21,8 persen responden memilih untuk tidak mau menjawab atau menjawab tidak tahu terhadap pertanyaan yang diajukan LSIN.

Survei LSIN ini mengambil sampel sepenuhnya secara acak (probability sampling), menggunakan metoda penarikan sampel acak bertingkat (multistage random sampling), dengan memperhatikan urban/rural dan proporsi antara jumlah sampel dengan jumlah penduduk di setiap Provinsi. Responden adalah penduduk Indonesia yang berumur minimal 17 tahun. Tingkat kepercayaan survei ini adalah 95% dengan Margin of error sebesar ± 2,9%. Pengumpulan data dilakukan melalui dua cara yaitu melalui telpon dengan panduan kuesioner dan wawancara langsung dengan panduan kuesioner oleh surveyor yang tersebar di masing-masing Provinsi. (rls)