BANGKINANG, GORIAU.COM - Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Karya Nyata di Kabupaten Kampar Provinsi Riau adalah salah satu siasat terbaik untuk percepatan mencapai swasembada pangan bahkan daging dan terpenting mampu meminimalisasi kemiskinan nasional, demikian pakar pertanian Dr Soemitro Arintadisastra.

"Kegiatan P4S di Kabupaten Kampar tanpa menggunakan APBD, tentunya ini sangat baik apalagi kalau seluruh daerah di Indonesia menerapkannya. Tidak hanya swasembada pangan dan daging, namun angka kemiskinan dapat dengan cepat ditekan," kata Soemitro kepada pers di Pekanbaru lewat pesan elektronik yang diterima, Minggu (15/3) siang.

Dr. Ir Soemitro Arintadisastra merupakan mantan Kepala Biro Perencanaan BP Bimas selama lima tahun (1989-1994) kemudian mantan Direktur Bina Program Tanaman Pangan dan Holtikultura selama lima tahun (1994-1997), Staf Ahli Menteri Pertanian (1997-2009) merangkap Komisaris PT Pertani (1995-2002).

Ia mengatakan telah mengunjungi P4S Kampar di Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu dan menginap di Hotel Tiga Dara yang berada di dalam kawasan itu.

Menurut dia, semuanya komplit di kawasan P4S, dimana Bupati Jefry Noer melatih ribuan masyarakat di bidang pertanian, peternakan, perikanan, jahit menjahit dan lainnya.

"Untuk pelatihan menjahit, ada ribuan wanita pedesaan yang telah dilatih dan mereka mendapatkan pinjaman mesin jahit. Ini sesuatu yang baik agar mereka bisa berkembang khususnya dalam usaha tersebut," katanya.

Di kawasan ini juga terdapat lahan percontohan Program Desa serta Rumah Tangga Mandiri Pangan dan Energi. Program tersebut merupakan program terbaru Pemkab Kampar yang masuk dalam target 3 zero "plus" target swasembada pangan dan energi.

Program ini mengedepankan pemanfaatan lahan sempit untuk menghasilkan berbagai kebutuhan rumah tangga yang lebih dari cukup.

Di atas lahan seribu meter dan 1.500 meter persegi itu, nantinya setiap rumah tangga dapat memelihara empat ekor sapi bila sapinya merupakan sapi Brahmana, namun bila yang dipelihara sapi Bali maka jumlahnya bisa enam ekor, dan untuk lahan seluas 1.500 meter persegi, maka akan bisa lebih banyak lagi.

Kemudian, dibangun pula lokasi untuk pemeliharaan ayam petelor dengan hasil lebih kurang 50 butir telor per hari. Selanjutnya juga ada kolam untuk perikanan. Sementara untuk tanaman, rumah tangga mandiri dapat menanam berbagai jenis sayuran yang menjadi kebutuhan pokok, mulai dari bawang, jamur, cabai, dan lainnya.

Selanjutnya dari sapi yang dipelihara tersebut, juga akan menghasilkan lebih kurang 40 liter urine per hari yang akan diolah menjadi biourine dimana harganya bisa mencapai Rp25 ribu per liter. Biourine dapat digunakan untuk pupuk perkebunan berkualitas tinggi, begitu juga dengan kotoran padat yang dihasilkan sapi-sapi tersebut juga dapat menghasilkan biogas sebagai alternatif bahan bakar.

Bupati Kampar Jefry Noer mengatakan, melalui program ini masyarakat benar-benar akan sejahtera jika serius melaksanakannya. Karena hasilnya tidak main-main, bisa membuat masyarakat yang tadinya miskin menjadi jutawan dan tidak kebingungan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.

"Mau masak tinggal beli garam, dan bumbu-bumbu saja. Mau bawang, cabai dan sayuran, tinggal dipanen di halaman rumah. Untuk masak, sudah ada biogas dan ikan yang dipelihara sendiri," katanya.

Jefry merincikan, jika program ini dijalankan dengan baik dan serius, maka hasilnya juga lebih dari memuaskan. Seperti biourine hasil dari kotoran cair sapi yang dipelihara, per bulannya dapat menghasilkan lebih seribu liter.

"Anggap saja yang jadi atau berhasil diolah itu 250 liter, artinya sudah menghasilkan uang lebih dari Rp6 juta. Belum lagi dari hasil pertanian dan perikanan yang jika serius dijalankan juga akan mendatangkan uang," katanya.

Pada program ini, Jefry Noer memberikan pembelajaran bagi masyarakat, bahwa banyak yang dapat dimanfaatkan dari lahan yang sempit. Bahkan inovasi yang dikedepankan memberikan pelajaran; bahwa ternyata limbah ternak memiliki harga jual yang melebihi harga dari hewan peliharaan itu.

"Dalam program ini, semuanya dibalik. Jika selama ini masyarakat menganggap sapi sebagai hewan ternak yang berharga, ternyata limbah atau kotorannya jauh lebih berharga. Bahkan air kencingnya bisa lebih mahal dari susu yang dihasilkan, bahkan lebih mahal dari minyak," katanya.

Dr Soemitro mengatakan, pihaknya juga telah menyampaikan ke Menteri Pertanian tentang kegiatan di kawasan P4S. "Saya juga mengajak Mentan untuk datang dan menginap di Hotel Tiga Dara agar mengetahui program tersebut," katanya.

Menurut dia, P4S yang diterapkan di Kampar juga bisa diterapkan di seluruh daerah di Indonesia, bahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa disalurkan untuk program tersebut.

"Kalau ini direalisasikan, maka Indinesia tidak hanya mampu swasembada pangan dan daging, tapi juga bisa zero kemiskinan seperti tujuan Pemda Kampar untuk bebas dari kemiskinan, pengangguran dna rumah kumuh," katanya. (rls)