PEKANBARU, GORIAU.COM - Kekhawatiran petani kelapa sawit terhadap pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen kepada produk pertanian khususnya hasil perkebunan kelapa sawit seperti TBS, CPO, PKO dibantah oleh Kasi Penyuluhan dan Bimbingan Direktorat Jenderal Pajak wilayah Riau, Indra Wardhana.

Menurut Indra, PPN 10 persen hanya dikenakan kepada pelaku usaha perkebunan yang mempunyai penghasilan per tahunnya diatas Rp 4,8 miliar.

Indra menjelaskan, ihwal dikenakannya PPN 10% kepada produk TBS, PKO dan CPO merupakan hasil dari keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Gugatan Kadin terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2007 tentang impor dan atau penyerahan barang kena pajak tertentu bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kini setelah dikabulkannya gugatan tersebut hasil pertanian dikenakan PPN 10 persen.

''Penerapan PPN 10% ini merupakan implementasi dari Keputusan Mahkamah Agung (MA) No 70/HUM/2013 yang juga merupakan pembatalan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2007. Dari keputusan MA ini Dirjen Pajak mengeluarkan Surat Edaran No SE-24/PJ/2014 yang menjabarkan perintah MA tersebut tentang pengaturan pajak PPN 10 persen untuk produk pertanian. Namun jangan khawatir, petani yang memiliki penghasilan per tahunnya tidak mencapai Rp 4,8 miliar tidak akan dikenakan PPN 10 persen ini,'' ujar Indra pada saat sosialisasi kepada peserta Tim Penetapan Harga TBS Disbun Riau, Aula Disbun Riau, Selasa (23/9/2014).

Kepada kelompok tani seperti Koperasi untuk sektor kelapa sawit yang memiliki penghasilan diatas Rp 4,8 miliar per tahun, Indra juga menyarankan agar Koperasi tersebut mendaftarkan diri menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan dikenakan PPN 10 persen dari setiap penjualannya. Indra menerangkan bahwa koperasi tersebut jangan khawatir bahwa bukan berarti beban PPN 10 persen tersebut akan memberatkan petani karena PPN 10 persen tersebut justru dapat merestitusi pengenaan beban pajak dari beberapa produk yang mereka beli.

Indra mencontohkan jika koperasi membeli pupuk atau kendaraan kepada pihak lainnya. Tentu pada pembelian tersebut koperasi akan dikenakan pajak PPN. Dengan adanya PPN 10 persen sektor pertanian ini, maka pajak dari pembelian pupuk atau kendaraan tersebut akan dapat direstitusi (dikurangi) dari PPN 10 persen produk pertanian ini.

''jadi jangan khawatir, Wajib Pajak tidak bakalan kena pajak ganda. Namun memang sedikit rumit dalam hal administrasi yaitu pelaporan pajak,'' terang Indra.

Kedatangan Tim sosialisasi DJP wilayah Riau pada rapat Tim Harga TBS ini merupakan undangan Dinas Perkebunan Provinsi Riau. Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Drs H Zulher MS menerangkan bahwa mereka sengaja mengundang perwakilan DJP wilayah Riau ini karena banyaknya pertanyaan dari petani tentang pengenaaan PPN 10 persen ini.

''Alhamdulillah, dari sosialisasi ini diketahui bahwa petani tidak dikenakan PPN 10 persen ini. Yang dikenakan PPN 10 persen merupakan petani atau kelompok tani yang memiliki penghasilan 4,8 milyar per tahun ataupun pengusaha perkebunan. Pada umumnya petani di Riau memiliki lahan pertania di kisaran 2 hektar. tentu mereka tidak akan kena pajak tersebut,'' terang Zulher.

Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR (ASPEKPIR) Riau, Setiono, menyambut gembira penjelasan tersebut. Namun dia sangat berharap penerapan PPN 10% ini harus didukung oleh semua pihak termasuk Disbun Riau. ''Penerapan PPN 10 persen ini termasuk rumit. Ditakutkan bagi beberapa petani atau kelompok tani yang tidak tahu aturan akan dikenakan aturan ini atau para pelaku usaha seperti PKS akan mempermainkan harga dengan cara memasukkan pajak yang seharusnya mereka bayar akan dibebankan kepada petani yang menjual buahnya. Untuk itu kami berharap Dirjen Pajak dan juga Disbun Riau ikut mengawal penerapan aturan terbaru ini,'' harap Setiono. (rls)