JAKARTA, GORIAU.COM - Keinginan pimpinan DPR agar semua anggota parlemen diberikan paspor diplomatik harus dikaji dengan cermat dan hati-hati. Bahkan, disarankan dikaji ulang atau tak perlu direalisasikan.

Demikian dikatakan Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, di Jakarta, Selasa 24 Maret 2015.

''Wacana Ketua DPR yang mengapresiasi bila semua anggota DPR diberikan paspor diplomatik harus dilakukan cermat dan mempertimbangkan sejumlah aspek," kata Hikmahanto.

Menurut Hikmahanto, paspor diplomatik sangat erat berkaitan dengan masalah kekebalam diplomatik atau diplomatic immunity. Kekebalan diplomatik mendapat pengaturan secara khusus dalam Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatic 1961 yang telah Indonesia ikuti. Kekebalan diplomatik yang diberikan berdasarkan Konvensi terbatas pada para diplomat yang menjalankan fungsi kediplomatikannya.

"Pengecualiannya adalah kepala negara, kepala pemerintahan dan menteri luar negeri yang merupakan simbol dari suatu negara," kata dia.

Kekebalan para diplomat pun, kata Hikmahanto, hanya terbatas di negara, dimana ia bertugas. Selama perjalanan melewati sejumlah negara untuk mencapai negara tugas, ia tidak memiliki kekebalan diplomatik. Karena itu, pengaturan tentang penerbitan paspor diplomatik diserahkan ke masing-masing negara.

"Meskipun pengakuan kekebalan diplomatik akan bergantung pada negara yang dikunjungi oleh pemegang paspor diplomatik," katanya.

Hikmahanto mencontohkan, misalnya Agusto Pinochet, mantan Presiden yang menjadi senator di Chile ketika berobat ke Inggris di tahun 1998 menggunakan paspor diplomatik. Namun tidak dianggap memiliki kekebalan diplomatik oleh pengadilan Inggris. Alasannya karena Pinochet meski memegang paspor diplomatik tidak menjalankan fungsi kediplomatikan.

''Pinochet ketika itu diminta oleh Spanyol kepada Inggris agar ditahan untuk dihadapkan ke depan Pengadilan Spanyol,'' ujarnya.

Di Indonesia sendiri, ujar Hikmahanto, penerbitan paspor diplomatik dilakukan oleh Menteri Luar Negeri berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Dalam Pasal 37 ayat (1) disebutkan bahwa paspor diplomatik diberikan untuk warga negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan keluar wilayah Indonesia dalam rangka penempatan atau

"Dalam Pasal 37 ayat (1) disebutkan bahwa paspor diplomatik diberikan untuk warga negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan keluar wilayah Indonesia dalam rangka penempatan atau perjalanan untuk tugas yang bersifat diplomatik," kata dia.

Maka kata dia, bila seluruh anggota DPR akan mendapat paspor diplomatik belum tentu mereka melakukan tugas yang bersifat diplomatik. Belum lagi Pasal 37 ayat (2) mengatur secara limitataif siapa yang bisa mendapatkan paspor diplomatik. Memang betul pimpinan DPR berhak atas paspor diplomatik karena mereka masuk klasifikasi ketua dan wakil ketua lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Hanya saja dalam pasal ini tidak termasuk seluruh anggota lembaga negara.

"Bila seluruh anggota DPR bisa mendapatkan paspor diplomatik, tentu anggota DPD, seluruh hakim agung dan seterusnya akan juga berhak atas paspor diplomatik," katanya.

Bila itu direalisasikan, tentu jumlah pemegang paspor diplomatik pun akan tak terkendali kata Hikmahanto. Dan bila terjadi penyimpangan oleh oknum pemegang paspor diplomatik yang harus menanggung beban dan malu adalah negara Republik Indonesia. Penyimpangan yang mungkin dilakukan adalah menggunakan paspor diplomatik bukan untuk tujuan kediplomatikan, seperti berwisata atau tujuan-tujuan pribadi.

"Oleh karenanya perlu dipikirkan kembali ide untuk memberikan seluruh anggota DPR paspor diplomatik,'' katanya. (gus)