BENGKALIS - Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 878/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Riau sangat absurd dan melukai rasa keadilan masyarakat. Siapapun orang yang berpikiran sehat, pasti menilai keputusan Menteri Kehutanan yang ditandatangani Zulkifli Hasan tanggal 29 September 2014, tidak bijaksana, tidak bernilai kemanusiaan dan juga tidak mencerminkan sebuah keputusan negara yang melindungi segenap rakyat Indonesia.

Anggota DPRD Kabupaten Bengkalis, H Azmi Rozali asal daerah pemilihan Kecamatan Bukit Batu dan Siak Kecil mengkritik keras kebijakan Menteri Kehutanan yang menetapkan lebih dari 65 % wilayah Kabupaten Bengkalis termasuk kawasan hutan.

''Dua kecamatan yang saya wakili kondisinya lebih menyeramkan. Karena kecuali area HGU, area yang sudah dilepaskan untuk perkebunan dan sebagian area transmigrasi, seluruhnya termasuk kawasan hutan. Artinya, seluruh perkampungan penduduk, desa dan kelurahan, bahkan kantor pemerintahan yang ada di daerah pemilihan saya, termasuk kawasan hutan," ujarnya.

Itulah sebabnya, beberapa hari lalu, anggota DPRD Kabupaten Bengkalis tiga periode ini mengajak seluruh aktivis LSM, mahasiswa, cendikiawan, tokoh masyarakat untuk bersatu merapatkan barisan, menentang Keputusan Menteri Kehutanan dengan cara menggugat di PTUN ataupun Mahkamah Konstitusi.

''Mengapa harus melalui gugatan? Karena keputusan Menteri Kehutanan tersebut baru dapat diubah setelah 5 tahun diberlakukan. Itu pengakuan pejabat Menteri Kehutanan di pengadilan tipikor Bandung, saat mengadili mantan Gubernur Riau, Annas Maamun,'' ujar mantan aktivis mahasiswa tahun 1994-1996 ini.

Menurut anggota DPRD dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, ada dua SK Menteri Kehutanan yang harus disoroti. Pertama SK. 673 Menhut-II/2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektar; Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas 717.543 hektar; Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 hektar, di Provinsi Riau, sebagaimana diungkapkannya tiga hari yang lalu. Yang kedua adalah SK. 878/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Riau.

''Inilah dua SK Menhut yang dapat mendatangkan bencana kemanusiaan bagi masyarakat Riau, termasuk di Kabupaten Bengkalis,'' ujarnya.

Ketika ditanya, apakah sampai sejauh itu? Azmi memaparkan beberapa konflik masyarakat yang pernah terjadi di Riau, seperti yang terjadi di Kabupaten Kampar, Kuantan Singingi, Rokan Hilir, Rokan Hulu, Bengkalis, Indragiri Hulu, semuanya berawal dari lahan hutan yang selama ini dimiliki oleh masyarakat, tapi diberikan izin pengelolaannya kepada perusahaan oleh Menteri Kehutanan.

''Jadi kalau ingin mengajak saya berjuang, harus saat ini, sebelum pecah api konflik masyarakat dengan perusahaan yang memperoleh izin. Tapi kalau sudah terjadi konflik, jangan ajak saya lagi. Sebab saya bukan pemadam kebakaran. Kita berjuang di tataran peraturan perundang-undangan sebelum konflik pecah di masyarakat,'' ujarnya.

Selain dari Kecamatan Bukitbatu dan Siak Kecil, SK Menteri Kehutanan tersebut juga berpotensi menimbulkan masalah di kecamatan Mandau dan Pinggir.

''Setahu saya ada 5 desa lama (sebelum pemekaran), yang arealnya masuk dalam kawasan hutan, seperti Tasik Serai, Serai Wangi, Bagan Melibur. Juga desa Kesumbo Ampai,'' ujar kandidat doktor ilmu politik Universitas Nasional, Jakarta, ini. Sedangkan di kecamatan Rupat dan Rupat Utara, 65 persen wilayahnya masih termasuk kawasan hutan.(ail)