PEKANBARU, GORIAU.COM - Dugaan korupsi proyek Pemasangan Pipa Transmisi PE 100 DN 500 MM di Kota Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, senilai Rp3.415.618.000, memasuki babak baru. Kejaksaan Tinggi Riau tengah mendalami dugaan tindak pidana korupsi proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Riau tahun 2013 itu.

''Saat ini kita lakukan penyelidikan terlebih dahulu, kemudian pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan) guna melanjutkan kasus ini. Belum ada pemanggilan saksi terkait kasus ini,'' ujar Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau, Mukhzan, kepada wartawan, akhir pekan lalu.

Seperti diberitakan, proyek pipa transmisi ini telah dilaporkan oleh LSM Indonesian Monitoring Development (IMD) ke Kejati Riau pada akhir September 2014. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi yang mengakibatkan potensi kerugian negara Rp1 miliar lebih.

Dalam laporan tersebut, Muhammad ST MT selaku Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013 diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran terkait proyek pipa tersebut. ''Terkait laporan dari masyarakat itu, ada beberapa nama yang disebutkan, dan mereka akan kita panggil jika diperlukan kesaksiannya,'' terang Mukhzan.

Data di Kejaksaan, beberapa orang yang dilaporkan IMD ke Kejati Riau antara lain Muhammad ST MT, Sabar Stavanus P. Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, PPK Edi Mufti BE, dan Ir SF Hariyanto MT selaku mantan Kadis PU Riau, dan sejumlah nama lain.

Dalam kontrak pada RAB tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00, ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.

Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.

Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.

Namun anehnya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Dan lebih tragisnya lagi, Dinas PU Riau merekayasa serah terima pertama pekerjaan/provisional hand over (PHO) sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.

Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah/pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta.

Denda keterlambatan 5 % dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800.

Dalam kasus ini, juga diduga adanya peran SF Hariyanto selaku Pengguna Anggaran, telah lalai menjalankan tupoksinya. Bahkan dari banyak informasi, SF Hariyanto diduga melakukan intervensi dan memaksakan perusahaan pemenang yang berlamat di Jalan M Nawi Harahap No. 151 Medan, Sumatera Utara.

Setelah ditelusuri alamat perusahaan tersebut seperti tertera di kop surat, diduga alamat perusahaan tersebut hanyalah fiktif belaka. ***