JAKARTA - Sehelai bulu burung huia, burung langka dari Selandia Baru, terjual USD28.400 atau sekira Rp455 juta di sebuah balai lelang.

Dikutip dari Sindonews.com, Webb's Auction House sebagaimana dilansir dari CNN, Kamis (23/5/2024), mencatat penjualan bulu burung huia ini memecahkan rekor bulu burung termahal yang pernah dijual di dunia.

GoRiau Seekor burung huia sedang bert
Seekor burung huia sedang bertengger di dahan pohon. (Newzealandbirdsonline.org.nz)

"Bulu huia yang langka ini adalah contoh indah dari sejarah alam Aotearoa dan mengingatkan kita akan kerapuhan ekosistem kita," kata Leah Morris, kepala seni dekoratif di balai lelang yang berbasis di Auckland.

Sebagai objek penting nasional, bulu burung huia tersebut hanya dapat dibeli oleh kolektor terdaftar dan tidak dapat dibawa ke luar negeri tanpa izin dari Kementerian Kebudayaan dan Warisan Selandia Baru.

Burung huia merupakan anggota keluarga burung gelatik. Bagi suku Maori, bulu burung itu adalah tanda status tinggi dan bulu yang khas berujung putih digunakan untuk hiasan kepala pada upacara.

Menurut Museum of New Zealand, hanya mereka yang berpangkat kepala suku yang diizinkan untuk memakai bulu huia. Bulu tersebut sering ditukar dengan barang berharga lainnya atau diberikan sebagai hadiah untuk menunjukkan persahabatan dan rasa hormat.

Penduduk Selandia Baru juga menganggap burung huia sebagai simbol prestise. Mereka menggunakan bulu hewan itu untuk aksesoris fesyen dan huia yang diawetkan dipasang sebagai hiasan di rumah-rumah mewah.

Pemburu Maori dan Eropa membunuh burung huia dalam jumlah besar selama abad ke-19 lalu menjual kulitnya kepada kolektor dan pedagang mode. Popularitas mematikan burung huia dilaporkan semakin meningkat setelah Duke dan Duchess of York difoto mengenakan bulu huia di topi selama perjalanan ke Selandia Baru pada 1901.

"Orang-orang menjadi heboh dan memutuskan bahwa semua orang menginginkan bulu huia," kata Morris.

Upaya yang dilakukan oleh para ilmuwan di awal 1900-an untuk melestarikan sisa-sisa burung huia gagal. Rencana pemerintah untuk mengirim burung ke pulau-pulau lepas pantai mengakibatkan mereka yang mengumpulkan burung tersebut menjualnya sebagai spesimen mati.***