PADA suatu ketika, seorang pria datang menemui Nabi Muhammad SAW. Di hadapan Rasulullah, pria itu berkata, ''Celaka aku. Aku bersetubuh dengan istriku pada siang hari Ramadhan.''

''Jika begitu, bebaskan hamba sahaya,'' sabda Nabi Muhammad.

''Aku tidak sanggup,'' jawab orang itu.

''Jika tidak bisa, berpuasalah selama dua bulan berturut-turut,'' kata Nabi.

''Aku juga tidak bisa,'' kata orang itu.

Saat itu, ada seorang sahabat yang datang membawakan sekeranjang kurma untuk Nabi. Setelah beliau menerimanya, beliau bertanya, ''Di mana orang yang bertanya tadi?''

''Saya di sini, Rasulullah,'' katanya.

''Sedekahkanlah ini,'' kata Nabi.

''Aku sedekahkan kepada orang yang lebih miskin dariku?'' tanyanya.

''Demi Allah di sini tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku,'' sambung orang tersebut.

Mendengar hal itu, Nabi tertawa hingga geraham beliau terlihat.

Dikutip dari republika.co.id, Syekh Abdul Aziz Asy-Syinawi dalam bukunya yang berjudul Saat-Saat Berkesan Bersama Rasulullah menjelaskan, Nabi Muhammad adalah manusia biasa yang juga memerlukan makanan, minuman, tidur, tertawa, sedih, dan seterusnya.

Nabi pernah bersabda, ''Tertawa itu ada dua macam, tertawa yang disenangi Allah dan tertawa yang dibenci Allah. Yang disenangi Allah adalah tertawa seorang lelaki kepada saudaranya (teman sesama Muslim) karena sangat rindu bertemu. Sedangkan tertawa yang dimurkai Allah adalah jika seseorang mengucapkan kalimat yang tidak benar atau batil agar ia atau orang lain tertawa, padahal ucapannya itu membuatnya dilemparkan ke dalam neraka jahanam tujuh puluh tahun.'' (hadis mursal).

Nabi juga pernah bersabda, ''Tertawa terbahak-bahak itu dari setan. Sedang tersenyum adalah dari Allah.'' (HR Thabrani)

Dalam Alquran surat Annajm (53) ayat 43, dijelaskan bahwasanya tertawa dan menangis adalah fitrah yang Allah SWT anugerahkan pada manusia. Rasulullah SAW pun meyebutkan bahwa membuat orang lain senang dapat disebut sebagai kebajikan, ''Senyummu untuk saudaramu adalah kebajikan (sedekah).'' (HR Imam Ahmad).***