Larut benar aku pada kekhawatiran ini, Tuan. Basah telah mengering disisa airmata yang tumpah. Tapi mata masih mengerjap resah.

Bukan perkara mudah nona. Resah matamu kekhawatiran air matamu itu. Ada maksud lain dari sisi lain. Ada kesedihan yang tangkap.

Semalaman ini, Tuan.Entah perkara apa hingga isak tak tertahankan.Takut yang kian mencekam karena ragu untuk mempertahankan.Jangan ragu nona.Jika air mata yang begitu langka kau lepaskan.Kenapa yang lain tak bisa. Adakah hal yang lebih berharga lain.

Ada percaya dan ketulusan yg sempat ku titipkan, Tuan.Tapi waktu tak menjaganya dengan begitu baik.Haruskah aku menariknya kembali?

Pada siapa kau titipkan nona?. Bukankah waktu adalah yang paling jujur di dunia. Jangan salahkan waktu. Waktu hanya bicara jujur.

Mungkin ini saat dimana aku membenci kejujuran. Aku yang mendamba dengan hebatnya terkalahkan oleh ragu yg datang tiba-tiba.

Mungkin begitulah kinerja ragu. Bagaikan krikil krikil yang begitu terasa dari pada batu besar batu besar. Dan kejujuran dibenci.

Lalu katakan, Tuan.Apa yg dpat dilakukan hati agar ragu segera pergi dan kejujuran tetap dijunjung tinggi tanpa merasa tersakiti?

Menjujurkan diri, meragukan kejujuran waktu. Meyakini kebenaran air mata.

Terimakasih, Tuan.Semoga takdir sedang tidak mempermainkan perasaanSemoga perasaan kita tak merubah takdir. ***