WUHAN - Ahli biologi molekuler Richard Ebright dari Rutgers University, Piscataway, mengungkapkan kekhawatiran tentang infeksi yang tidak disengaja, yang dia perhatikan berulang kali terjadi dengan pekerja laboratorium yang menangani SARS di Beijing.

Dikutip dari sindonews.com, Ebright merupakan ilmuwan yang memiliki sejarah panjang mengibarkan bendera merah tentang studi dengan patogen berbahaya, bahkan dia pada tahun 2015 mengkritik percobaan di mana modifikasi dibuat untuk virus mirip SARS yang beredar di kelelawar China untuk melihat apakah itu berpotensi menyebabkan penyakit pada manusia.

Ebright mempertanyakan keakuratan perhitungan Bedford bahwa setidaknya ada 25 tahun jarak evolusi antara RaTG13 dan virus yang disimpan di lembaga virologi Wuhan dan meneror pada tahun 2019 itu jenis nCoV, dengan alasan bahwa tingkat mutasi mungkin berbeda ketika dilewatkan melalui host yang berbeda sebelum manusia.

''Data Virus Corona 2019-nCoV adalah konsisten dengan masuk ke populasi manusia baik sebagai kecelakaan alami atau kecelakaan laboratorium,'' tutur Ebright kepada ScienceInsider.

Bahkan Ebright menuding tim peneliti dari Institut Virologi Wuhan dan Aliansi EcoHealth telah menjebak kelelawar di gua-gua di seluruh China, seperti yang ada di Guangdong, untuk mengambil sampel virus Corona.

''Kelompok ini selama 8 tahun telah menjebak kelelawar di gua-gua di sekitar China untuk mencicipi kotoran dan darah mereka dari virus. 10.000 kelelawar dan 2.000 spesies lainnya,'' tutur Ebright

Menurut Ebright, mereka telah menemukan sekitar 500 coronavirus baru, sekitar 50 di antaranya jatuh relatif dekat dengan virus SARS pada silsilah keluarga, termasuk RaTG13.

Bahkan kelompok ini telah mengambil sampel kotoran kelelawar yang mereka kumpulkan pada 2013 dari sebuah gua di Moglang di Provinsi Yunnan," tegas Ebright.***