BAGANSIAPIAPI - Rokan Hilir memiliki Pulau Jemur yang mempesona. Banyak orang ingin kesana karena daya tariknya yang luar biasa. Namun dibalik keindahan alamnya, Pulau Jemur juga menyimpan ribuan misteri. Berikut, laporan perjalanan jurnalistik wartawan GoRiau.com, Amrial dari Pulau Jemur, Rokan Hilir, Riau.

Dari ufuk timur sudah mulai terlihat bias-bias samar matahari pagi. Saya bergegas menuju kapal yang sudah sejak subuh berlabuh di Pelabuhan Bagansiapiapi. Matahari bangun terlalu pagi, rasanya baru beberapa menit tidur terlelap. Apa daya, terpaksa harus bangun cepat mengingat kapal yang kami tumpangi harus berangkat sebelum air laut kembali surut.

Menuju ke pulau Jemur, tidak harus merogoh kantong terlalu dalam. Untuk ongkos pulang dan pergi naik kapal ferry menuju ke pulau seluas 3,5 Hektar itu, cukup dengan membayar tiket sebesar Rp 260 ribu. Jika belum sempat sarapan, tidak perlu khawatir. Karena didalam kapal, penumpang akan disuguhkan secangkir kopi dan menikmati mie instant. Tapi dengan catatan, harus membayar... he.. he..

Menyusuri muara sungai Rokan, kapal yang kami tumpangi mulai menuju ke laut lepas. Ombak laut berloncatan seakan menggapai langit biru. Kebetulan, saat itu angin berhembus dari arah utara. Artinya, seluruh nelayan tidak ada yang berani melaut. Selang tidak beberapa lama, kapal mulai bergejolak terombang ambing dihantam gelombang. Akibatnya, satu persatu penumpang mulai mabuk laut. Ombak tinggi menerjang geladak kapal bagian bawah. Tak seorang pun penumpang bersuara dan yang terdengar hanyalah lirih suara serta bait doa.

Kondisi seperti itu tidak berlangsung lama. Haluan kapal dan ombak saling kejar kejaran menghampiri tepi laut. Daun pohon kelapa dipantai tampak dari kejauhan seakan melambai lambai menyambut kedatangan kami. Baru sekian meter, kapal mulai merapat setelah melalui alur melewati batu karang dalam laut. Dipulau jemur, dermaga tempat berlabuh adalah ponton dengan kubus apung. Selain praktis, juga ramah lingkungan.

Kedatangan kami disambut personil angkatan laut yang berasal dari Mabes TNI. Mereka menyambut kami dengan penuh kehangatan bagaikan sahabat yang tidak berjumpa puluhan tahun. Diketahui, personil angkatan laut menjaga pulau serta batas teritorial agar tidak diklaim negara lain. Apalagi, jarak antara pulau Jemur dengan Malaysia hanya sejauh 30 mil laut. Lebih jauh dari jarak Bagansiapiapi dengan Pulau Jemur berkisar 60 Mil laut.

"Jika sedang berada di pulau ini, hati hati dengan ular merah. Disini juga banyak terdapat biawak liar ," kata salah satu prajurit TNI AL mencoba mengingatkan kami.

Hermanto, SH, sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Rokan Hilir yang merupakan bagian dalam rombongan kami menyebutkan, di Pulau Jemur ada beberapa situs yang masih terjaga kelestariannya hingga saat ini. Diantaranya rumah peninggalan Belanda, situs telapak kaki kiri Panglima Layar, makam tidak bernama, batu petir, dan gua peninggalan panglima layar. Dan yang lebih menyeramkan adalah situs peninggalan perigi tulang. Menurut cerita, perigi atau sumur tersebut dijadikan tempat pembuangan mayat tentara Jepang yang ditanam dalam satu lobang.

https://www.goriau.com/assets/imgbank/23082017/jemur2jpg-6182.jpg

"Hingga saat ini, orang yang datang kesini hanya dapat menjumpai tulang tulang dalam lobang tersebut,'' ujar Hermanto. Dia juga menyebutkan telapak kaki sebelah kanan Panglima Layar berada di kota Melaka. Mereka yakin kaki tersebut milik panglima layar karena ukuran kakinya hampir sama dengan situs telapak kaki kiri yang ada di pulau Jemur.

Dipulau ini, kita juga bisa menemukan bekas tapak meriam tentara Jepang. Kita tidak lagi menemukan meriam karena sudah dipotong menjadi beberapa bagian.

Dekat tapak meriam, terdapat lorong seperti gua tempat amunisi. Walaupun dilorong itu tumbuh pepohonan besar, namun daunnya tidak pernah masuk kedalam lorong sehingga tampak bersih. Didekat lorong terdapat sumur yang sudah berusia ratusan tahun. Uniknya, air dalam sumur tersebut tetap sebanyak itu walaupun didera kemarau panjang maupun hujan lebat. Yang lebih aneh lagi, dinding sumur seukuran meja bulat tersebut tidak pernah runtuh karena erosi.

Diatas tanah pulau Jemur, terdapat tanaman yang tumbuh subur seperti pohon mangga, ketapang dan pohon kelapa. Padahal ditahun 1980 an, pulau jemur pernah dijadikan daerah tertutup untuk menghindari tempat bermukimnya para penyamun. Seluruh tanaman diratakan dengan tujuan agar tidak ada lagi tempat persembunyian.

Bagi pecinta kehidupan bawah laut dan pendamba keheningan nampaknya wajib datang ke Pulau ini. Menurut Rusli, guide yang setia mendampingi kami, Pulau Jemur adalah tempat favorite bagi pemburu pantai pasir yang warnanya agak kemerah merahan. Bagi yang ingin kabur dari penatnya rutinitas pekerjaan, disini juga bisa melihat kehidupan bawah laut dengan bersnorkling maupun diving.

"Untuk sementara waktu, lebih baik membawa alat selam sendiri karena kami baru menyediakan sewa menyewa alat diving bulan depan," tutur Rusli.

Bagi pengunjung yang ingin mendirikan tenda, kata Rusli, sangat bagus jika berada dipinggir pantai. Apalagi, akhir tahun ini, pihaknya akan mengadakan pesta bakar ikan di Pulau Jemur. Dipulau ini juga sudah tersedia penginapan yang dibangun pemerintah sebanyak 11 unit rumah yang bisa dihuni 5 sampai 10 orang. Pemerintah sengaja tidak menarik biaya menginap asalkan membayar uang kebersihan sebesar Rp 100 ribu.

Pulau Jemur belum terlalu banyak dikunjungi wisatawan jadi suasananya masih terjaga dan perawan. Suasana alami benar-benar terasa di pulau ini. Selain menikmati keindahan panorama bawah laut, duduk-duduk manis di gedung Mess Pemda bergaya Vintage, juga bisa kamu gunakan untuk bermalam. Jika siang, pemandangan gedung yang dibangun diatas bukit tersebut seakan menantang langit luas.

https://www.goriau.com/assets/imgbank/23082017/jemur3jpg-6181.jpg

Ketika senja datang, matahari pun mulai tidur untuk istirahat. Sore ini membawa lamunanku kemasa lalu. Alkisah, ada Raja di Melaka, Malaysia menurunkan titah kepada seorang panglima untuk mencari telur yang belum pernah ditemui sebelumnya untuk santapan permaisuri yang sedang mengidam. Tersebutlah nama panglima tersebut adalah Panglima Layar. Berdasarkan petunjuk dari Permaisuri lewat mimpinya, berlayarlah Panglima Layar menuju pulau yang dimaksud.

Setelah mencapai pulau itu, Panglima termenung dan gundah karena belum menemukan telur yang dicari cari selama ini. Melihat ada manusia sedang termenung, seekor penyu lalu bertanya tentang maksud dan kedatangan sang Panglima di Pulau tersebut. Mengetahui keinginan sang Panglima, penyu meminta kepada panglima agar membelah kepalanya dengan perjanjian, ia harus menyerahkan telur tersebut kepada permaisuri.

Namun takdir berkata lain, Panglima Layar terbujuk untuk mencoba memakan telur penyu yang seharusnya milik permaisuri. Apa lacur, perbuatan pangllima diketahui oleh sang Raja sehingga membuat Raja menjadi murka.

Singkat cerita, sang Panglima tidak berani kembali ke Melaka karena sudah merasa malu. Karena tidak ada tempat mengadu, Panglima mencoba singgah ke perkampungan terdekat di Pulau Jemur itu untuk mencari nafkah dan kehidupan baru. Namun bukan persahabatan dan kekerabatan yang ia terima, sebaliknya dia dicemooh dan diusir dari kampung.

Sejak peristiwa itu, dia bersumpah akan merampok kapal saudagar yang lewat di Pulau Jemur dan membunuh pemiliknya. Dan jika ada pengantin yang lewat, dia tak segan segan memperkosanya. Panglima membuat keonaran dengan cara membantai nelayan yang lewat dan membunuh massal. Mayat mereka dibuang disalah satu pulau yang dikenal dengan pulau arwah. Sempat beberapa lama dia tidak bisa ditaklukkan ketika menguasai pulau itu.

Kekejaman sang Panglima terdengar oleh Raja Siak. Setelah mendapat petunjuk dari Kerajaan Melaka, Raja Siak meminta tiga orang pendekar untuk menangkap panglima Layar dalam keadaan hidup maupun mati. Ketiga pendekar itu berasal dari Kubu, Bangko dan Tanah Putih. Terjadilah pertarungan sengit antara ketiga pendekar tersebut dengan Panglima Layar. Setelah terjadi pertarungan sengit, akhirnya Panglima Layar terbunuh dengan cara tubuhnya tidak menyentuh ke tanah. Namun tewasnya panglima Layar tidak terlepas dari kekuatan sakti serta ilmu kebathinan ketiga pendekar tersebut.

Angin membelai rambutku dengan lembut. Matahari yang tadi bersinar terik terasa menggigit seluruh kulit tangan, kini sudah berganti dengan desiran angin bertiup kencang. Dari jauh aku melihat para pengunjung dengan gembira bermain kejar kejaran bersama ombak. Aku mencoba menuruni bebatuan beralaskan sepatu usang yang melindungi dari terjal dan tajamnya batu karang. Rimbunan pohon ketapang dipinggir pantai memayungi setiap pengunjung yang kepanasan.

Walaupun tidak sempat melihat sunset yang terkenal indah jika dilihat diatas bukit bebatuan, kami juga kehilangan kesempatan untuk mengintip penyu hijau bertelur ditengah malam. Karena sore ini juga kami harus kembali ke Bagansiapiapi. Dari kejauhan diatas laut, kami hanya bisa menyaksikan kemegahan pemandangan pulau Jemur yang membuat siapapun pasti tak ingin pulang. ***