PEKANBARU, GORIAU.COM - Tak Melayu Hilang di Dunia, Tak Melayu Hilang di Bumi. Itulah gambaran kekuatan budaya dan bahasa Melayu di dunia yang tidak akan habis dimakan zaman. Patah tumbuh hilang berganti.

Masyarakat Melayu adalah masyarakat dengan kearifan yang tinggi, bertutur lembut, kuat akan kekeluargaan. Namun Melayu belum bisa dikatakan kaya jika tidak diimbangi dengan akal budi.

Akal budi menumbuhkan tabiat dan prilaku yang mencerminkan jati diri. Akal Budi dalam Dunia Melayu merupakan pandangan terhadap mereka yang menjalankan dengan kaidah yang sudah diatur di dalamnya.

Riau menjadi salah satu pusat peradaban Melayu di dunia. Banyak negara yang ingin menganutnya datang untuk belajar dan mendalami kekuatan di balik Melayu itu sendiri. Bahkan juga banyak negara yang telah membuat pangkalan tentang Dunia Melayu.

Baru saja Riau kedatangan tamu terhormat dari Sarjana S2 dan S3 Institut Alam dan Tamadun Melayu, Malaysia yang dipimpin Prof Dr Nor Hashimah Jalaluddin. Mereka mengadakan seminar dengan narasumber dari petinggi Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Sabtu (22/11/2014).

"Generasi muda butuh penguatan dalam pemahaman dan pendalaman tentang Dunia Melayu. Dimana sudah mulai tergerus dengan perkembangan zaman yang diiringi pertumbuhan teknologi," kata Nor Hashimah saat Seminar Akal Budi Melayu di Balai Adat LAMR, Sabtu (22/11/2014).

Dikatakannya, mereka yang hadir adalah mahasiswa yang tengah menyusun projek ilmiah dengan berbagai ilmu, tetapi tetap mengutamakan pandangan dari aspek Melayu.

"Bagaimana mereka bisa mengerti akan Melayu Lama, baik adat, budaya, bahasa dan bertutur kata, semua mereka kaitkan dengan projek ilmiah yang tengah mereka garap," lanjut Nor Hashimah.

Perkembangan zaman dengan perkembangan teknologi dinilai sangat memberikan perubahan besar dalam penyadapan dunia barat bagi generasi muda saat ini. Ajakan atau tawaran menjalankan budaya luar sudah menyebar luas.

Mereka dihadapkan dengan budaya yang memang mudah dicerna, tetapi ketika ditelaah secara mendalam tidak memiliki arti apa-apa. "Hanya sebagian kecil yang bisa bermaksana. Seperti tentang jatuh cinta, putus cinta, kekecewaan dan sebagainya," sambung Nor Hashimah.

"Sementara kita kaya akan budaya (Melayu, red). Semua yang tersurat dan tersirat tidak ada yang percuma, semua memiliki makna dalam kehidupan sehari-hari. Ini yang mulai terabaikan," tandasnya.

Untuk itu, Nor Hashimah mengambil alternatif agar pelajarnya bisa menggali ilmu Melayu ke Riau. Banyak yang bisa didengar, dipahami dan diadopsi. "Mereka harus bisa menguatkan kembali Budaya Melayu yang mulai luntur itu," pungkasnya.

Budaya Barat datang dengan pendekatan yang sangat mudah dan gampang. Mereka menawarkan banyak cerita dan budaya dengan konsep lebih modern, kemudian mengecilkan budaya Melayu sendiri.

"Budaya kita terabaikan, karena generasi muda kita sangat mudah menerima pengaruhnya. Sementara Melayu mengajarkan tentang seluruh alam dan kehidupan," ungkap Nor Hashimah.

Sementara itu, Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR, Tennas Efendi, memaparkan, dari sekian banyak kekayaan yang ada, akal budi menjadi satu-satunya kekayaan yang harus dimiliki. "Akal jika digabung dengan budi, semua akan berjalan dengan baik," kata Tennas.

Akal budi yang akan mengangkat harkat dan martabat Melayu. Generasi muda harus dilapis dengan bekal, jika tidak, budaya luar akan semakin mudah menghinggapi. "Orang Melayu adalah orang bertuah," ujar Tennas.

Salah satu penguatan untuk tetap berjayanya Dunia Melayu, maka dibentuklah Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) oleh Malaysia sejak tahun 2000. Hingga saat ini, DMDI sudah beranggotakan 13 negara.

"Langkah tepat adalah mewariskan Dunia Melayu kepada generasi muda yang kita punya. Mereka yang akan memberikan pandangan besar terhadap pemikiran di tengah-tengah masyarakat," sambung Tennas.

Namun Tennas berpesan, mengandalkan akal budi, jangan sampai termakan budi. "Tetapi mari bertanam budi. Asas ini yang perlu dicermati oleh generasi muda kita," tandasnya.

Kepada seluruh mahasiswa yang hadir, Tennas memberikan pandang terkait bagaimana kekuatan melayu di Riau. "Kami terdiri dari hampir 700 suku, namun Melayu dijadikan pedoman untuk pemersatu dan kebersamaan," kata Tennas.

Bahkan dirinya mencerita berbagai prilaku dan adab Budaya Melayu dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. "Mulai dari tata krama bertamu dan menyambut tamu, hingga berpakaian diatur dengan baik," tukasnya.

Untuk itu, Tennas kembali berpesan kepada mahasiswa peserta Seminar Semantik Akal Budi Melayu, agar tetap mengembangkan Budaya Melayu hingga ke generasi selanjutnya. "Tetapi tetap berasaskan dari pandangan Islam," pesannya. ***