PELALAWAN - Tidak ada yang tahu akan nasib seseorang. Karena tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka sendiri mau mengubahnya.

Hal itulah yang dialami Mahyudin Psr. Pria berusia 43 tahun itu sekarang hidup sebagai pengusaha sukses penyedia jasa angkutan tugboad (pompong). Perjalanan Mahyudin menjadi seorang pengusaha sukses penuh liku dan tantangan.

Menjadi seorang juragan atau pengusaha transportasi air tidak pernah terbayang sedikitpun dibenak pria yang dulu bekerja sebagai pembalak liar (illegal logger).

Ia bersama warga setempat di Kelurahan Pelalawan, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Riau hidup dengan mengandalkan keberanian, membabat hutan secara ilegal yang kemudian hasil dari pembalakan dijual kepada pengumpul atau toke. Aktifitas itu dilakoninya sejak 1993 hingga akhir 2003.

Mahyudin mulai memutuskan untuk mengakhirinya kegiatan ilegalnya ketika pemerintah melalui aparatnya gencar melakukan penegakan hukum terhadap pembalak liar. Bahkan, Mahyudin sempat berurusan dengan pihak berwajib lantaran pekerjaanya.

Mahyudin pun melihat adanya peluang usaha dari kegiatan operasional PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Sebagai Ketua SPSI atau serikat buruh setempat, Mahyudin mencoba diskusi dengan manajemen RAPP, apakah ia bisa ikut terlibat dalam kegiatan bongkar muat barang di pabrik.

Karena sistem logistik pabrik sudah berjalan cukup lama, ternyata peluang pekerjaan pada bidang itu tidak terlalu besar untuk dikerjakan bersama kelompoknya.

Ketika berkeliling di wilayah operasional, pria empat anak ini melihat sejumlah sungai di konsesi RAPP yang dimanfaatkan sebagai transportasi air, digunakan untuk pengangkutan orang dan barang.

Akhirnya peluang kerja bagi dirinya beserta masyarakat setempat terbuka, yaitu menjadi penyedia jasa transportasi sungai dengan menggunakan perahu kayu bermesin tempel, istilah setempat yaitu pompong.

"Awalnya saya ragu, apakah bisa berjalan. Apakah menguntungkan. Kalau tidak untung nanti apa untuk makan keluarga," tutur Mahyudin, bincang dengan GoRiau.com.

Diungkapkannya, tahap awal ia hanya mengelola dua unit perahu pompong yang dijalankan dengan dukungan masyarakat setempat selaku pemilik perahu pompong.

"Awalnya dicoba 2 unit pompong yang berlangsung tiga bulan. Kemudian ditambah lagi menjadi 5 unit dan ditingkatkan lagi menjadi 10 unit," sebutnya.

Seiring perjalanan waktu, usaha Mahyudin terus berkembang pesat dan sekarang ia telah memiliki 30 unit tugboard, 14 unit speedboad dan 27 unit pompong.

"Untuk pekerjanya berjumlah lebih kurang 50 orang, sebagian besar adalah masyarakat setempat. Yang punya unit bukan saya sndiri, 50 persen punya saya, sisanya punya masyarakat setempat," bebernya.

Penghasilan rara-ratanya perbulan Rp250 juta, dan sudah termasuk untuk membayar gaji 50 orang karyawan. Dalam menapaki kesuksesannya, Mahyudin berpegang pada prinsip bahwa sukses dapat dicapai siapa saja yang mau terus berusaha dan percaya diri.

"Saya sangat bersyukur sekali dan banyak perubahan dirasakan sejak bermitra dengan RAPP," akunya.

Diturunkan Mahyudin, namun akhir-akhir ini masyarakat setempat yang ikut terlibat dalam kegiatan usahanya merasa resah dengan adanya kabar dicabutnya izin operasional PT RAPP.

"Dengan adanya kabar ini kami sangat was-was. Kalau memang sempat terjadi setidaknya mata pencaharian mereka hilang," ujarnya.

Dituturkan dia, masyarakat yang turut dalam kegiatan usahanya sangat khawatir karena takut akan kehilangan lapangan pekerjaan. Mereka bingung akan bekerja dimana dan bagaimana menafkahi keluarga dan anak-anak mereka.

"Sangat banyak orang yang menggantungkan hidupnya di pekerjaan ini. Karena selama ini, baik sebelum maupun sesudah adanya RAPP kami tidak merasa terusik, bahkan kami masyarakat justru bersukur dengan keberadaan RAPP ini," tukasnya.***