SELATPANJANG - Pakar lingkungan DR Elviriadi menilai posisi Badan Restorasi Gambut (BRG) sangat strategis dalam memulihkan kondisi lingkungan hidup Indonesia yang kian terdegradasi. Kehadiran BRG disebut sangat menentukan nasib bumi, asalkan dua tugas sejarah (tugas besar yang menentukan nasib rakyat) dapat dimainkan dengan jitu.

Demikian diungkapkan Elviriadi yang juga Kepala Departemen Perubahan IkIim KAHMI Nasional itu ketika berbincang-bincang dengan GoRiau, Rabu (11/4/2018).

Kata Elviriadi, setidaknya ada dua pekerjaan besar yang menanti BRG bila ingin berbuat dengan dampak sejarah.

Pertama, dana yang melimpah di BRG sepatutnya dapat mengubah sosial ekonomi pedesaan berbasis gambut di tanah air. Artinya, buatlah program menghidupkan sumber pangan masyarakat lokal, beri insentif, penyedian air bersih. Intinya uang APBN dan funding luar negeri itu tumpahkan ke desa-desa.

"Saya dengar BRG mau buat pelatihan di Pekanbaru dan Kepualaun Meranti tanggal 23 hingga 25 April 2018 ini, lalu dilanjutkan di Finlandia," kata Elviriadi.

"Pesertanya dari elit negara juga, yaitu KLHK dan BRG daerah. Artinya, paradigmanya masih 'uang berputar dari negara ke negara'," kata Elviriadi lagi.

Sebaiknya, tambah dosen UIN Suska Riau itu, prioritas kan peserta dari masyarakat lokal yang akan menerima resiko bila gambut terbakar. Karena, pejabat bisa bertukar sewaktu-waktu.

Kegagalan pembangunan sejak Orde Baru (Orba) kan di situ, rakyat di desa dijadikan objek pembangunan, bukan subjek (pembangunan). Akibatnya, kemiskinan dan kemerosotan sumberdaya alam

Kedua, tambah laki-laki bertubuh tambun itu, selama belum ada identifikasi menyeluruh kualitas gambut di Indonesia, maka program restorasi tidak akan optimal. Dalam hal ini, diperlukan komunikasi yang cair dan bijak dari BRG kepada swasta monokultur sawit dan HTI yang luas arealnya ratusan ribu hektar.

"Saya fikir kesepahaman yang egaliter penting dibangun. Biarlah Menteri Siti Nurbaya dengan ketegasannya karena beliau simbol negara. BRG harus tampil menghadapi tantangan restorasi seutuhnya, tidak sepenggal penggal (hanya di lahan masyarakat, red)," ujarnya.

Jadi, kesimpulannya, redakanlah luka masyarakat Provinsi Riau yang hutan dan kampungnya porak poranda, melalui pengucuran dana BRG (ratusan milyar) itu dengan basis agroekologi dan kearifan lokal. Kemudian, ucapkan bismillah agar diberi kekuatan dari Zat Yang Maha Kuasa untuk bernegosiasi dengan kaum profit oriented group. ***