PEKANBARU - Fenomena kehadiran orang-orang muda dalam pemilihan legislatif bukanlah hal baru di Indonesia. Setidaknya sejak pemilu 2009 lalu, nama-nama politisi muda kerap disebut di berbagai perbincangan terkait politik nasional kita.

Namun tak seperti saat ini, dulu perbincangan tentang mereka banyak diiringi nada-nada sinis. Banyak pihak meragukan kualitas caleg muda dengan alasan bahwa mereka 'belum cukup umur' untuk menghadapi realitas politik yang keras.

Tapi lain dulu lain sekarang, di tahun 2019 mendatang, anggapan tersebut seolah tak lagi relevan. Kini justru berkembang wacana bahwa caleg muda mampu bekerja lebih produktif ketimbang caleg-caleg 'senior'.

Hal inipulalah yang mendorong sosok muda yang baru terjun ke dunia politik bernama Muhammad Fadel Rahman dengan gelar akademisi ST, untuk bertarung di Pileg 2019 mendatang.

Fadel sapaan akrabnya, pria asal Pekanbaru yang lahir pada 9 Oktober 1994 ini memang tergolong masih sangat buda. Namun dirinya turun ke politik bukanya tanpa pertimbangannya yang cukup jelas.

Karena menurutnya, kebanyakan caleg berumur yang telah terpilih sebagai anggota baik di DPRD maupun DPR periode lalu nyatanya tidak kuat mengemban kepercayaan masyarakat.

Sepanjang periode tersebut, alih-alih pembaharuan, rasa-rasanya kasus korupsi dan berbagai bentuk penyelewengan kekuasaan bernuansa feodal malah kian marak terjadi. Alhasil, hari ini kita sama-sama mafhum bahwa tuanya usia seseorang tidak berbanding lurus dengan integritasnya sebagai pejabat publik.

Itulah salah satu pertimbangan Fadel berniat maju bersaing dengan para senior yang sudah tua, bahkan dengan sang Ayahanda yang juga maju di Pileg melalui Demokrat untuk merebut kursi DPRD Riau.

"Kaum muda yang berkarya itu banyak, tapi yang benar-benar bekerja untuk masyarakat masih bisa dihitung jari. Saya punya prinsip tidak hanya berkarya, tapi saatnya yang muda ikut bekerja memikirkan nasib bangsa," ujar Fadel kepada GoNews.co saat berbincang pada Jumat (20/7/2018).

Tak dipungkiri, majunya caleg-caleg muda seperti Fadel, melambungkan harapan akan terjadinya perubahan dalam budaya politik kita. Namun di sisi lain, fenomena ini juga memancing banyak rasa penasaran. Seandainya caleg-caleg muda ini berhasil menduduki kursi parlemen, secara otomatis gaya diplomasi para senior akan terimbangi.

Bahkan masalah-masalah yang selam ini dihadapi para kaum muda, ada harapan akan ada solusi, seperti perilaku seks bebas, LGBT, bahkan pengaruh negatif lainnya dari dunia barat.

"Indonesia kaya akan budaya, apalagi Riau, sebagai Provinsi yang tengah gencar mengkampanyekan sebagai daerah pusat kebudayaan Melayu Dunia, perlu kita dorong dan butuh tenaga-tenaga muda untuk mencapianya. Dan dengan budaya Melayu, InsyaAllah pengaruh budaya barat akan tergerus," tandasnya.

Ia optimis, dengan melihat konteks kebudayaan tempat generasi muda itu bertumbuh, setidaknya ada satu hal yang bisa dipastikan, yakni kalangan muda ini memiliki kecerdasan bermedia, sesuatu yang tidak dimiliki oleh generasi-generasi pendahulunya.

"Bagi kami para kalangan muda Insya Allah akan lebih efektif dalam bekerja, karena tidak bisa dipungkiri, yang muda itu lebih aktif bergerak di dua dunia. Pertama dunia nyata dan dunia maya sekaligus. Kita adalah generasi yang amat cekatan dalam memanfaatkan internet, hingga mampu menjadikannya sebagai sarana bersosialisasi, belajar, berdagang, bahkan berkarya," urainya.

Putera pertama dari Pengurus DPW Demokrat Riau Jony Erwan ini resmi maju pada pertarungan Pileg 2019 melalui dapil Rokan Hulu dengan nomor urut 5.

Ia menyadari, bahwa pertarungan akan semakin berat, dimana ia akan bertarung melawan bukan hanya para senior politik dari parpol lain, tapi juga dari Demokrat itu sendiri. "Yang terpenting bagi saya adalah mencoba. Karena tanpa mencoba kita tidak akan tahu rasa, ibarat beli makanan kita akan tau bagaimana rasanya jika kita sudah mencicipinya. Soal menang dan kalah itu biasa dalam berkompetisi. Yang jelas doa restu dari orangtua, saudara dan masyarakat khususnya di Rokan Hulu, Insya Allah akan menghantarkan saya ke DPRD Riau," papar Putera pertama dari pasangan H. Jony Erwan, SE dan Hj. Fenty Yusida SE, MM itu.

Anak Muda di Tengah Ketidakpastian Kerja

Sudah lebih dari setahun sejak ASEAN Economic Community (AEC) diterapkan. AEC sempat digadang-gadang akan memperbesar peluang kerja dengan membuat 1,9 juta lapangan kerja baru di Indonesia.

Tapi kenyataannya, Indonesia justru ada di hadapan ancaman pengangguran dan ketidakpastian kerja. Hal ini terasa dampaknya terutama bagi anak muda. Bahkan bagi mereka yang berpendidikan tinggi dan bekerja di sektor bergengsi.

Hal ini jugalah yang dirasakan Fadel, sehingga ia berniat maju memperjuangkan nasib para kaum muda di Riau untuk menggapai cita-cita dan berkontribusi buat negara.

"Besarnya angka pengangguran adalah ancaman pertama bagi anak muda. Sebagian besar orang yang menganggur di Indonesia bahkan di Riau ada di rentang usia muda," tandasnya.

Bahkan, dari 7,4 juta pengangguran di Indonesia kata Fadel, 60% adalah anak muda usia 15-29 tahun. "Sebagian besar anak muda yang terjebak pengangguran ini berasal dari tingkat pendidikan yang tak lebih dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebagian besar dari mereka berasal dari keluarga miskin yang rentan. Bahkan lapangan kerja yang ada di Perusahaan-perusahaan besar di Riau, saat ini belum menyediakan ruang bagi tenaga kerja yang kurang beruntung itu," paparnya.

Untuk itu, ia bertekad, jika terpilih nanti, dirinya akan memperjuangkan hak-hak orang muda terlebih yang tidak mampu untuk mendapatkan pekerjaan. ***